Mantan Ketua PBNU Puji Sikap Netral Muhammadiyah Jelang Pilpres

Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Hasyim Muzadi
memuji langkah Muhammadiyah yang bersikap netral pada pemilu presiden.
Sikap seperti memang seharusnya dilakukan oleh ormas Islam.

“Saya menyampaikan apresiasi dan penghormatan terhadap sikap Muhamadiyah
yang disampaikan oleh Pak Din Syamsudin perihal netralitas Muhamadiyah
terhadap Pilpres 2014. Itu sangat bagus dan memang seharusnya,” katanya
kepada wartawan di Jakarta, Senin (26/5/2014).

Menurutnya, institusi Muhamadiyah sebagai penjaga integritas moral umat
dan bangsa tidak boleh bergerak dalam low atau practical politics.
Namun, bergerak dalam high politics keumatan dan kebangsaan.

“Sebenarnya NU pun demikian dalam aturannya. PBNU seharusnya
mendekralasikan netralitas aktif seperti yang diputuskan muktamar NU.
Ketua Umum PBNU tidak boleh menyatakan dirinya secara pribadi berpihak
kemudian selebihnya menetralkan umatnya,” jelasnya.

Hasyim menambahkan, pada Pilpres 2004, dirinya mencalonkan diri sebagai
calon wakil presiden mendampingi Megawati. “Ketika saya mencalonkan diri
sebagai cawapres 2004 saya non-aktif selama 6 bulan agar tidak
mengatasnamai PBNU. Baru kemudian kembali lagi setelah pilpres,” jelas
pengasuh ponpes Al-Hikam Malang dan Depok ini.

Selanjutnya, kata Hasyim, pada Muktamar 2004 NU di Solo yang digelar
setelah pilpres ditetapkan bahwa seorang yang mencalonkan diri sebagai
capres atau cawapres tidak lagi dikenakan aturan nonaktif, tapi harus
berhenti dari kepengurusan NU.

“Lain halnya dengan Pak Syafii Maarif dan saya. Saya sudah mantan ketua
umum PBNU dan Pak Syafii Maarif mantan ketua umum muhamadiyah,”
terangnya.

Syafii Maarif, tambahnya, secara bebas dan jelas mendukung Jokowi-Jusuf
Kalla justru di kala sidang Tanwir Muhamadiyah. “Pasti tidak ada masalah
dengan Muhamadiyah dan di saat yang sama Pak Amin Rais merupakan
pendukung berat Prabowo-Hatta juga tentu tidak ada masalah,” katanya.

Meski tokoh Muhamadiyah berbeda sikap, katanya, tak ada yang mengatakan
Muhamadiyah pecah karena sudah proporsional. “Nah saya sekarang sudah
mantan ketum PBNU setelah menjabat dua priode . Maka saya bebas memilih
tanpa menggunakan struktur NU. Berarti ketika saya mendukung Jokowi-JK
sama sekali tidak ada masalah dengan aturan yang berlaku di NU,”
pungkasnya. (okezone/SP)