Benarkah Nenek Moyang Bangsa Indonesia adalah Kera ?

Umumnya, di sekolah-sekolah dasar dan menengah diajarkan bahwa cikal bakal manusia Indonesia
adalah manusia purba. Itu disimpulkan berdasarkan penemuan fosil-fosil
manusia purba di beberapa lokasi di Jawa — yang oleh para arkeolog
diperkirakan berumur mulai dari 1,7 juta tahun (Sangiran) hingga 50.000
tahun yang lalu (Ngandong).

Anggapan itu sejatinya perlu
dikritisi. Fosil ini terdiri atas dua subspesies yang berbeda yaitu Homo
Erectus Paleojavanicus yang lebih tua daripada Homo Soloensis.
Disebutkan bahwa mereka hidup sezaman dengan manusia modern Homo Sapiens
kurang lebih 50.000 tahun lalu. Fosil-fosil manusia purba itu, katanya,
merupakan nenek moyang manusia Indonesia saat ini.

Argumentasi yang digunakan adalah dengan menggunakan teori evolusi yang dicetuskan Charles Darwin,
ahli biologi asal Inggris dalam bukunya yang sangat terkenal, The
Origin of Species. Berdasarkan teori ini, keberadaan manusia sekarang
merupakan produk dari evolusi makhluk hidup yang terjadi selama jutaan
tahun yang lalu. Pada mulanya manusia berwujud seperti makhluk-makhluk
purbakala yang dilukiskan mirip kera. Untuk mendukung argumen ini,
dicarilah fosil-fosil manusia purba seperti yang ditemukan di Sangiran
dan Ngandong, dan sebagainya.

Namun apakah nenek moyang bangsa Indonesia memang manusia-manusia purba mirip kera dan orang utan itu? Para ahli pendukung teori evolusi manusia mengatakan, bahwa makhluk itu merupakan missing link
(mata rantai yang hilang) dari ras manusia. Tetapi, bagi umat Islam dan
banyak ilmuwan modern saat ini, keberadaan fosil manusia purba
diragukan. Para evolusionis (kaum yang menganut paham teori evolusi
Darwin) yang memang atheis tidak punya pijakan siapa manusia pertama
sehingga berasumsi bahwa manusia yang sekarang ada merupakan
perkembangan dari manusia purba.

Padahal, keberadaan manusia
purba, termasuk binatang dinosaurus sudah banyak disangkal oleh para
ilmuwan modern. Beberapa temuan terakhir justru menunjukkan bahwa teori
manusia purba tidak benar alias
tidak pernah ada. Selama ini, banyak orang mendapatkan pemahaman yang
salah tentang asal-usul manusia saat pendidikan dasar, ditambah dengan
rekayasa film ala Holywood
yang memvisualisasi keberadaan makhluk-makhluk zaman purba, di antaranya
film Jurrasic Park. Keadaan menjadi bertambah parah tatkala teori
tentang manusia purba yang dikemukakan oleh para evolusionis ini
diajarkan di sekolah-sekolah dasar dan menengah.

Para ilmuwan Barat yang sebagian besar menganut teori evolusi memasukkan Australopithecus atau ras
kera yang telah punah sebagai ras ”nenek moyang manusia”. Padahal ada
jurang besar dan tak berhubungan antara kera dan manusia. Perbedaan ini
yang tidak bisa dijelaskan oleh mereka dan selanjutnya disebut dengan
mata rantai yang hilang (missing link). Mata rantai yang hilang inilah
yang sampai hari ini tidak pernah ditemukan bagaimana wujudnya. Kalaupun
ada tergambarkan hanyalah khayalan dan angan-angan para pendukung
evolusionis.

Tatkala para evolusionis tak juga menemukan satu
fosil pun yang bisa mendukung teori mereka, terpaksa mereka melakukan
kebohongan. Contoh yang paling terkenal adalah manusia Piltdown yang
dibuat dengan memasangkan tulang rahang orang utan pada tengkorak
manusia. Fosil ini telah membohongi dunia ilmu pengetahuan selama 40
tahun.

Kisahnya pada tahun 1912 seorang ahli palaentologi amatir
bernama Charles Dawson mengklaim bahwa dia telah menemukan sebuah
tulang rahang dan fragmen tengkorak di sebuah lubang dekat Piltdown,
Inggris. Tulang itu mirip tulang rahang hewan namun gigi dan
tengkoraknya seperti milik manusia. Spesimen ini dinamakan Manusia
Piltdown dan diduga berumur 500.000 tahun.

Rekonstruksi terhadap
manusia Piltdown dilakukan dan telah dipajang di berbagai museum
sebagai bukti nyata evolusi manusia. Selama lebih dari 40 tahun sejumlah
penafsiran dan gambar dibuat. Banyak artikel ilmiah tentang manusia
piltdown ini, termasuk 500 tesis doktor tentangnya.

Namun pada
tahun 1953, hasil pengujian secara menyeluruh terhadap fosil tersebut
menunjukkan kepalsuannya. Tengkorak tersebut berasal dari manusia yang
hidup beberapa ribu tahun yang lalu, sedangkan tulang rahangnya berasal
dari bangkai kera yang baru terkubur beberapa tahun. Gigi-giginya
ditambahkan kemudian agar terlihat mirip manusia lalu persendiannya
disumpal. Setelah itu seluruh fosil diwarnai dengan potasium dokromat
agar tampak kuno.

Harun Yahya, melalui bukunya, Atlas of
Creation, memaparkan ratusan bukti-bukti penemuan fosil-fosil kuno hewan
dan tumbuhan yang berumur jutaan tahun, dan ternyata sama persis dengan
spesies sejenisnya, yang masih hidup sekarang.

Visi Islam

Visi Islam tentang sejarah manusia dipaparkan dalam al-Quran. Sebab,
dalam pandangan Islam, al-Quran adalah wahyu dari Allah yang pasti
kebenarannya. Al-Quran adalah suber sejarah yang diyakini kebenarannya
oleh umat Islam. Islam memandang, manusia bukan hanya terdiri dari unsur
fisik, tetapi juga unsur jiwa (nafs). Manusia bukan hanya terdiri atas
daging dan tulang belulang. Tetapi, manusia juga memiliki RUH yang
berasal dari Allah.

Maka, ketika melihat sejarah manusia,
seorang Muslim tidak hanya melihat sejarah manusia dari unsur daging dan
tulang belulang, sebagaimana dilakukan manusia sekular. Seorang Muslim
akan melihat sejarah manusia, bukan hanya ketika ia berada di dunia,
tetapi juga ketika manusia masih hidup di alam arwah. Ketika itulah
manusia melakukan pernjanjian azali dengan Allah: ”Dan (ingatlah) ketika
Tuhanmu mengeluarkan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): ”Bukankah
Aku ini Tuhanmu!” Mereka menjawab: ”Benar!” (Engkau Tuhan kami), kami
mengambil kesaksian.” (Kami lakukan yang demikian itu), agar di hari
kiamat kamu tidak mengatakan: ”Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah
orang-orang yang lengah terhadap ini (Ke-Esaan Allah).” (QS al-A’raf:
172)

Seorang Muslim tidak bersifat sekularis dan dikotomis dalam
mempelajari segala sesuatu. Ayat al-Quran tersebut memberikan petunjuk
yang jelas, tentang sejarah dan asal-usul manusia. Tentu saja termasuk
manusia Indonesia. Maka, dengan memahami sejarah manusia seperti ini,
manusia diajarkan oleh Allah agar jangan melupakan asal-usulnya.

Karena
itulah, melalui berbagai proses pendidikan, manusia harus mampu
mengantarkannya untuk mengenal Tuhannya. Jangan sampai, karena masuknya
ilmu-ilmu yang salah, atau karena terjebak oleh godaan hawa nafsu,
manusia tidak mampu mengenal Tuhannya. Jadi, ketika belajar sejarah
manusia, orang Muslim dibimbing untuk belajar sejarah secara
komprehensif; bukan hanya melihat manusia dari unsur fisik tetapi juga
unsur RUH-nya. Manusia Muslim diajak menelaah jauh ke belakang,
sebagaimana yang diberitakan dalam al-Quran. Maka, tidaklah patut jika
dalam melihat asal-usul manusia, yang dilihat hanya sejarah tulang
belulang.[sp/zona-ris]