Agus Purwanto : Sains Bukan Milik Barat

“AYAT-AYAT SEMESTA”. Demikian judul buku karya Agus Purwanto, doctor fifiks lulusan Universitas Hiroshima ,Jepang. Ayat-ayat Semesta
(AAS) memang tidak “meledak” sebagaimana buku “Ayat-Ayat Cinta”(AAC)
karya Habiburahman el-Shirazy. Namun, AAS boleh jadi satu-satunya buku
yang membahas secara rinci ayat-ayat semesta (kauniyah) yang
terdapat dalam al-Quran. Al-Quran ternyata banyak membahas ilmu
pengetahuan seperti : garis dan waktu edar matahari, bulan, bumi,
susunan kimia manusia, siklus air, kehidupan
semuat, madu, dan lain sebagainya. Penemuan-penemuan ilmiah di abad
modern memertegas dan membuktikan kebenaran ayat-ayat al-Quran yang
diturunkan 14 abad silam.
Untuk mengetahui lebih jauh ayat-ayat semesta yang terdapat dalam al-Quran dan mengapa Agus membukukannya, wartawan Majalah Gontor, Fathurroji NK, mewawancarai dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya itu. Berikut petikannya.

Bagaimana Anda melihat ayat-ayat semesta (kauniyah)?
Ayat-ayat semesta dalam arti ayat-ayat khauniyah dalam Al-Qur’an
merupakan ayat-ayat yang merana, karena diabaikan umat Islam dan praktis
tidak pernah dibahas di dalam pengajian-pengajian atau seminar-seminar
Islam.

Sejak kapan Anda mulai mendalami ayat-ayat semesta?
Sejak SMA saya merasa penasaran terhadap misteri jagad raya, sedangkan
tertarik dan ingin ngaji ayat-ayat kauniyah sejak mahasiswa jurusan
fisika ITB. Saya masuk ITB tahun 1983. Tahun 1990 maunya beli kitab
tafsir yang membahas ayat-ayat kauniyah dan atas rekomendasi dari
seorang kiai saya beli tafsir Fakrur Razi tulisan Imam Muhammad ar-Razi
Fakhruddin ibn Allam Dhiyauddin, yang 16 jilid tebal. Tapi ternyata
tidak sesuai dengan yang saya harapkan. Atas rekomendasi sekretaris DDII
Pusat, Bapak Nabhan Husen, yang hadir di masjid ITS, saya mendapat
tafsir yang sesuai keinginan yaitu tafsir al-Jawahir, tulisan Syeikh
Jauhari Thanthawi guru besar Universitas Kairo. Kitab ini saya dapatkan
di toko kitab ABC Garut, Jawa Barat. Kitab ini penuh gambar tanaman,
obyek langit, nebula dan apolo bahkan juga tulisan kanji.

Mengapa Anda tertarik dengan ayat-ayat semesta?
Awalnya tertarik pada banyak hal seperti sastra, sejarah, filsafat dan
lam semesta, tapi kemudian menajam sesuai dengan minat bidang studi.
Terlebih lagi ketika diterima di Jrusan Fisika ITB maka jalan formal
untuk memahami fenomena jagad raya menjadi terbuka.

Bukankah mengkaji ayat-ayat semesta rumit?
Betul. Justru di sini saya merasa tertantang sekaligus ingin melengkapi
kajian yang jarang dilakukan orang atau ulama. Waktu SMA saya ingin
melanjutkan studi di jurusan fisika sehingga teman-teman melihat saya
sebagai orang aneh sebab fisika selain sulit, juga bidang kering, yang
paling-paling setelah lulus jadi guru. Saya masuk fisika selain tertarik
pada peristiwa-peristiwa langit dan bom juga karena nama-nama ahli
fisika yang saya tahu saat itu tidak ada yang Muslim. Singkat kata, dlu
ketika SMA saya ingin tercatat sebagai ahli fisika Muslim yang dirujuk
dan ditulis di buku-buku pelajaran supaya Islam tidak identik dengan
keterbelakangan.

Pendekatan apa yang Anda gunakan dalam mengkaji ayat-ayat semesta?
Pendekatan teks. Teks dipahami secara harfiah atau apa adanya terlebih
dahulu. Lalu pemahaman harfiah itu coba dipahami apa adanya. Misalkan,
dalam surat an=-Naml: ayat 18, kata namlatu dipahami sebagai semut
betina, bukan sekadar seekor semut seperti pemahaman konvensional yang
umum. Atau al-Hadid 25: anzalnaa al hadiida diartikan telah menurunkan
besi bukan menciptakan besi seperti dalam terjemah al-Quran oleh
Departemen Agama.

Kapan Anda mendapatkan ide untuk menulis buku Ayat-Ayat Semesta?
Waktu itu saya sedang menulis buku ilmu falak dan telah mencapai sekitar
70 persen. Buku itu memang khusus untuk pencinta atau ahli falak.
Penulisan buku ilmu falak ini tetap akan saya lanjutkan- meski tidak
terikat waktu selesainya—dengan tujuan yang sedikit berbeda dari tujuan
awalnya. Saya ingin ilmu falak menjadi mata pelajaran alternative yang
memadkan konsep imiah, filsafat, dan metoda eksperimen di SMA Islam.
Syujur-syukur bila dilengkapi dengan teropong sehingga orang awam
menjadi lebih tertarik dan apresiasi terhadap ilmu pengetahuan,
khususbya ilmu pengetahuan alam yang khusus membahas ayat-ayat semesta.
Teropong juga akan mengubah pandangan orang terhadap ilmu atau teori dan
alam secara umum

Saat mendalami ayat-ayat semesta, apa yang Anda rasakan?
Semakin merasakan kebenaran dan kedalaman al-Quran sehingga ingin
semakin akrab dengan al-Quran, dan semakin tahu bahwa al-Quran tidak
mungkin selesai dipahami.

Berapa lama Anda menilis buku Ayat-Ayat Semesta?
Sejak terlintas untuk menulis buku AAS sampai naskah dikirium ke
penerbit prlu waktu hamper delapan bulan. Dengan catatan, sebagian
naskah sudah ada dan tinggal mengubah redaksi yang sesuai dengn misi
AAS, sebagian sudah ada di kepala tapi belum ditulis, dan sebagian ide
muncul ketika dalan proses menulis. Itupun ketika melacak ayat-ayat saya
dibantu oleh dua mahasiswa bimbingan saya.

Apa pesan yang ingin Anda sampaikan dalam buku tersebut?
Agar orang Islam berbondong-bondong memelajari, mengembangkan, dan
menguasai sains eksakta seperti matematika, fisika, kimia, dan biologi.
Pesan bahwa penguasaan sains adalah tugas dari Allah, Sang Khalik. Sains
bukan milik orang Barat. Kedua, melalui ayat-ayat kauniyah yang
relative lebih mudah diuji kebenarannya di lapangan, mari kita hidupkan
lagi pemahaman actual terhadap al-Quran, seperti contoh-contoh yang akan
saya sebut nanti soal seut dan diturunkannya besi dari langit. Kita
tidak boleh terlalu terkungkung oleh pemahaman kata berdasar kamus yang
dibuat para ahli ekian abad yang lalu.

Buku tentang ayat-ayat semesta sangat jarang. Bagaiman tanggapan Anda?
Bukan sekadar jarang, malah hamper tidak ada. Kita dapat melihat di
toko-toko buku, banyak sekali buku tentang Islam tapi umumnya membahas
masalah social, ekonomi, psikologi, dan sastra. Buku-buku tentang
motivasi hidup dan mencapai kebahagiaan hidup menjadi buku-buku laris.
Patut kita syukuri meski juga harus dikritik kok bukunya Cuma tema
itu-itu saja. Nah, kritik itu kan mengena kepada saya yang doctor
fisika. Saya bisa apa dengan kenyataan tersebut? Sya bertekad harus
menjelaskan hasil sais fiika kepada nasyarakat luas, syukuyra-syukur
sekalian bisa menghidupkan kembali (kajian) al-Qur’an yang mandeg.

Berapa jumlah ayat dalam al-Qur’an yang membahas tentang ayat-ayat semesta?
Kitab yang menjadi acuan saya adalah kitab tafsir al-Jawahir tulisan
Syekh Jauhari Thanthawi dari Mesir. Di dalam mukadimah kitab tafsir ini
disebutkan bahwa di dalam al-Qur’an ada 750 ayat kauniyah dan hanya 150
ayat hokum. Sejak saya memiliki kitab tersebut tahun 1991, saya sering
menyitir data tersebut sampai akhirnya tersentak mengapa kok Cuma
menyetir tidak tidak menghitung sendiri, mengumpulkan dalam satu buku
lalu membahasnya. Jadi 15 tahun saya Cuma jadi tukang sitir, mirip
keledai seperti sindiran kitab suci. Nah, tahun 2007 lalu mulailah saya
menghitung dengan dibantu dua mahasiswa saya untuk pembanding. Hasilnya
1.108 ayat, angka yang jauh lebih besar dari Syekh Thanthawi maka
selanjutnya saya seleksi ulang sampai sekitar tujuh kali.

Saya pilah ayat-ayat mana yang merupakan “ayat kauniyah” dan menuntun
kepada konstruksi ilmu kealaman dan mana yang bukan. Tidak semua ayat
yang memuat kata elemen alam, seperti langit dan bumi, merupakan ayat
kauniyah yang membawa pada bangunan ilmu kealaman. Sebagai contoh, QS
asy-Syuura 42:4. Di dalam ayat ini langit dan bumi menurut saya tidak
memberi informasi apa-apa selain menerangkan kekayaan dan kepemilikan
Allah SWT. Ayat-ayat seperti ini di dalam klasifisikasi abjad diberi
tanda *) yaitu QS 42:4* dan did dalam klasifikasi surat tidak
ditampilkan.

Kita bandingkan ayat tadi dengan ayat 25 surat al-Ruum. Di dalam ayat
ini terdapat spesifikasi dari langit dan bumi yang dapat dieksplorasi
lebih lanjut, yakni keadaan berdirinya dengan iradah Allah SWT.
Pertanyaan sederhana yang dapat diajukan adalah bagaimana proses dan
mekanisme berdiri tersebut, memerlukan waktu berapa lama dan kapan, dan
iradah Allah muncul dalam bentuk apa. Pemilahan ini memberikan jumlah
akhir ayat kauniyah yaitu 800 ayat.

Anda juga menulis buku tentang belajar dan memahami bahasa Arab?
Betul. Tentang cara praktis belajar nahwu-sharaf ala mahasiswa yang katanya sibuk. Judulnya, Metoda Hikari, Arab Gundul Siapa Takut?

Apa yang ingin Anda sampaikan dalam buku tersebut?
Bahasa Arab bisa dipahami oleh siapa saja yang mau, bukan hanya orang
pesantren. Orang yang tidak pernah nyantri seperti saya ini masih
mungkin untuk memahaminya.

Mengapa Anda menulis itu, bukankan Anda focus di fisika? Adakah kaitannya?
Ingin berbagi pengalaman. Saya ingin orang-orang non-pesantren yang
ingin mempelajari nahwu-sharaf secara otodidak tidak mengulangi
kesulitan seperti yang saya alami. Tidak ada kaitannya secara langsung
dengan fisika, tetapi pemahaman kita tentang al-Qur’an menjadi tidak
utuh tanpa bahasa Arab. Terjemah saja sangat tidak memadai. Misalkan, di
dalam kitab suci kadang digunakan fi’il madhi kadang fi’il mudhari’
untuk menceritakan penciptaan-penciptaan. Jelas, pemilihan jenis kata
kerja dalam cerita penciptaan bukanlah hal remeh yang dapat
ditukar-tukar, karena secara factual memang menceritakan waktu peristiwa
yang pasti juga bereda.

Apakah Anda selalu the best di sekolah?
Tidak. Sesekali saja. Itu pun hal yang khusus misalnya matematika.
Secara umum saya tidak pernah menjadi the best karena saya hanya
tertarik pada hal-hal tertentu dan tidak tertarik pada hal-hal tertentu
lainnya. Dan, bila sudah tidak tertarik, ya, sya tinggalkan.
Sebagai ganti the best, kepada mahasiswa saya sering katakana : if you are not the best be the first.Jiwa kepeloporan perlu tetap ditumbuhkan.

Bagaiman cara Anda belajar?
Pilih buku yang menarik, misalnya tulisan tidak rapat dan banyak
gambarnya. Buku dibaca berulang-ulang. Saya ingat cerita tentang
al-Ghazali bahwa dia kalau baca suatu subyek kadang sampai 40 kali kalau
tetap tidak ngerti, ditinggalkan. Eksrem ya? Saya tidak sebanyak itu,
tapi yang jelas harus diulang-ulang. Kalau bidang eksakta, harus secara
motorik yakni dengan menulis, baik menurunkan atau membuktikan rumus
serta menyelesaikan soal-soal. Seperi saya tulis di buku AAS, sedikitnya
10 halaman setiap hari.

Bagaimana Anda mendidik anak-anak?
Secara konensional. Tiga anak pertama saya ajari sendiri ngaji sampai
tamat Iqra 6. Dua lainnya masih TK dan bayi. Dua anak terbesar saya
simak sendiri dalam membaca al-Quran 30 Juz sampai khatam. Semua anak
saya pernah mendengan bacaan al-Qur’an 30 Juz ketika bayi yakni sampai
usia satu bulan. Dua anak pertama mendengar kaset tartil sedangkan tiga
anak lainnya saya bacakan sendiri masing-masing satu bulan. Sekarang
kalau pagi saya berusaha membangunkan mereka untuk shalat Subuh
berjamaah di masjid, selain Magrib dan Isya.

*Agus Purwanto dilahirkan di Jember, Agustus 1964. Hobinya
mancing, menulis, dan baca puisi. Dari perkawinannya dengan Hanifah,
Agus dikaruniai lima anak: Fauzan atsari, Fathiyul Hahmi, Farisi
Fahri, Fairuz Fuadi, dan Fikri Firdausi.
Agus lulus pendidikan sarjana (S1) di jurusan Fisika Institut teknologi
Bandung(ITB) tahun 1989, dan S2 tahun 1993. Ia kembali menempuh program
S2 di jurusan Fisika Universitas Hiroshima Jepang, dan lulus 1999. Gelar
doctor fisika juga ia raih di Hiroshima(2002).
Staf pengajar Jurusan Fisika FMIPA ITS Surabaya itu, kini mengepalai
Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFA) ITS, dan menjadi
anggota Himpunan Fisika Indonesia dan Physical Society of Japan.
Sumber: http://ayatayatsemesta.wordpress.com/2008/09/02/wawancara-agus-purwanto-dsc-sains-bukan-milik-barat/