Resiko Mempunyai Suami Seorang Aktivis

Banyak isteri yang tidak siap mempunyai suami aktivis organisasi sosial, karena waktu kesehariannya kadang-kadang sering dihabiskan di luar. Berangkat dari rumah di pagi hari dan pulang di malam hari. Kadang-kadang harus membawa ganti pakaian karena banyak acara dan kegiatan yang harus diikuti, sehingga ketika mengikuti satu acara ke acara yang lain, agar badan terasa segar maka harus mandi dulu di kantor lalu ganti pakaian. Baru sore atau larut malam baru pulang kerumah. Termasuk harus bepergian keluar kota untuk memberi pelatihan atau mengisi pengajian. Disamping diminta memberi materi latihan kepemimpinan pada adik-adik aktivis HMI, IMM atauPII,
Untung saya mempunya isteri yang sangat sabar, dan tidak menuntut apa-apa. Sebab hari sabtu dan hari ahad merupakan hari-hari paling sibuk dengan acara organisasi, yang sesungguhnya merupakan hari keluarga. Sedangkan di hari yang lain harus mengajar di kampus, membimbing mahasiswa, memimpin yayasan masjid jenderal Ahmad Yani, menjadi pengurus LAZIS KAHMI, memimpin sekolah, mengelola pondok pesantren dan mengurus koperasi syariah dan bisnis lainnya.
Karena isteri saya tahu persis sejak mahasiswa suaminya adalah seorang aktivis mahasiswa dan mengetahui pula suaminya pasti berada di tempat yang benar maka isteri paling hanya berpesan jaga makan dan jaga istirahat kalau ada waktu sedikit, manfaatkan untuk tidur. Isteri saya tahu persis kalau mengurus organisasi sosial itu nggak dapat bayaran, tapi beliau selalu menyatakan barangkali dengan mengurus Muhammadiyah dan organisasi sosial lainnya yang tidak mendapatkan bayaran, maka insya Allah, Allah akan menggantikan rejeki kepada kita ditempat lain termasuk rejeki kesehatan, punya anak yang tidak nakal dll. Jadi menurut pemahaman isteri saya rejeki yang kita peroleh itu tidak selalu dalam bentuk uang. tapi bisa dalam bentuk yang lain, berupa rahmat kesehatan dan punya anak-anak yang tidak nakal. Coba bayangkan jika kita diberikan banyak rejeki tapi disaat yang sama kita diuji dengan sakit dan anak-anak yang nakal maka berapa biaya dan waktu yang harus kita habiskan, itu kata isteri saya, maka jalanilah itu dengan ikhlas insya Allah tidak akan sia-sia, paling tidak akan mendapatkan pahala dari Allah SWT.
Satu saat isteri saya di tanya teman seperjuangan saya , apakah Ibu tidak kuatir suami ibu selalu di luar, apakah tidak mungkin jatuh cinta lagi sama kolega-koleganya yang cantik-cantik itu atau kepada mahasiswa-mahasiswanya yang cantik-cantik itu ? Jawab isteri saya, saya tahu yang mengendalikan hati suami saya adalah Allah SWT, suami saya bisa saja menipu saya tapi dia tidak bisa menipu Allah SWT. Sebuah jawaban yang sangat filosofis nilainya. Yang membuat suaminya akan takut berbuat macam-macam diluar.
Sehingga kalau ada waktu tanggal merah maka saya tidak mau diganggu, waktu ini saya habiskan untuk keluarga, terutama isteri dan anak saya yang biasanya minta diantar berenang, sebuah olahraga yang sangat menyehatkan, atau Nonton Film bedua di bioskop untuk meyegarkan cinta kami, atau ke super market dan Mall untuk sekedar belanja kebutuhan anak saya dan kebutuhan rumah tangga lainnya
Tulisan ini dipublikasikan tidak dalam rangka untuk Riya atau kesombongan, tapi diharapkan mampu meninspirasi kita bahwa, sebagai manusia hidup itu tidak untuk diri kita sendiri saja, tapi kita harus berbagi untuk mengurus orang lain, sebab menurut Rasulullah Muhammad SAW, “Sebaik-baiknya manusia adalah karena dia bermanfaat untuk orang lain”.
Sebagai suami isteri kita harus membangun rasa saling percaya sehingga tidak menimbulkan salah pengertian dalam membina rumah tangga
Terima kasih isteriku atas segala pengertian dan dukungannya atas aktivitas Abi.