Prof. Dr. Amien Rais : UU di Indonesia Kebanyakan Menguntungkan Asing

Amien Rais mengawali ceramahnya di Tabligh Akbar Pengajian Politik Islam dengan menyorot perkembangan politik Timur Tengah yang menyedihkan. Menurut Amien dua setengah lalu media massa internasional menyebut perkembangan politik di Yaman, Libia, Tunisia Mesir dan lain-lain sebagai Arab Spring. Musim Semi Arab, dimana masyarakat bersuka cita dengan musim itu. Tapi kini apa yang terjadi? Mengutip seorang pengamat, Amien menyatakan bahwa “Musim Semi Arab kini berubah menjadi musim gelap, panjang dan menakutkan.” Amien mencontohkan salah satunya adalah pembantaian orang-orang Ikhwanul Muslimin di Mesir. Di mana mayat-mayatnya dibawa berkeliling tentara-tentara Al Sisi ke tempat-tempat keramaian.
Amien yang berterus terang pernah bertemu dengan Presiden Irak Saddam Husein dua kali, juga melihat Amerika semena-mena terhadap dunia Islam. Selain penyerangan kepada Irak, perlakuan terhadap Saddam juga tidak manusiawi. Terlepas dari kezaliman Saddam terhadap sebagian rakyatnya,  Amien melihat Saddam ini orang yang berani melawan Amerika. “Sehingga ketika digantung ia menolak ditutup wajahnya dan mengucapkan tahlil (Laa Ilaaha Illallah)”terang mantan Ketua Umum Muhammadiyah ini.
Selain pernah bertemu dengan Saddam, Amien juga mengaku telah bertemu tiga kali dengan Pemimpin Libia Muammar Khadafi. Ia terkesan bila bertemu dengan Khadafi. “Pertemuan selalu diawali dengan pembacaan ayat Al Qur’an dahulu beberapa menit. Kemudian baru mulai membahas masalah-masalah di dunia Islam,”paparnya di depan ribuan jamaah Masjid Al Azhar Kebayoran Baru. Tapi, Khadafi kemudian diburu dan dibunuh AS. “Jenazahnya diedarkan dipasar-pasar,” ungkap Amien sambil menyebutkan bahwa bagaimanapun Saddam dan Khadafi adalah tokoh dunia Islam.
Yang menyedihkan adalah reaksi dunia Islam terhadap berbagai kejadian ini. “Reaksi dunia Islam tenang-tenang saja,”ungkapnya dengan nada pelan dan disambut tertawa jamaah yang memenuhi masjid. 
Amien kemudian mengutip ayat Alquran :
“Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu sebelum engkau mengikuti agama/millah mereka. Katakanlah”Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya).” Dan jika engkau mengikuti keinginan mereka setelah ilmu (kebenaran) sampai kepadamu, tidak aka nada bagimu pelincung dan penolong dari Allah. (QS Al Baqarah 120).
Amien menjelaskan bahwa dua millah itu tidak ridha dunia Islam tumbuh dengan alami. Di Indonesia Amien juga menyorot fenomena adanya pemimpin yang mengaku Muslim, tapi dengan Nashrani dan Yahudi dekat sekali.
Fakta yang tidak terbantahkan bahwa Indonesia adalah negara Muslim yang terbesar di muka bumi. Dan di Indonesia ini, menurut Amien, masalah terbesar adalah tidak tegaknya keadilan. Pakar politik Islam ini menyatakan bahwa Islam adalah “the religion justice”, maknanya umat Islam selalu resah terhadap ketidakadilan atau kezaliman. Karena itu Amien mengusulkan landasan bagi Muhammadiyah, NU dan Dewan Dakwah, di samping amar makruf nahi mungkar, perlu ditambah dengan ‘menegakkan keadilan dan menghilangkan kezaliman’.
Amien kemudian dengan fasih mengutip ayat-ayat Al Quran tentang keadilan. 
 “Dan diantara kaum Musa itu terdapat suatu umat yang memberi petunjuk dengan kebenaran dan dengan itu pula mereka menjalankan keadilan.” (Al A’raf 159) 
“Allah membuat perumpamaan seorang hamba sahaya dibawah kekuasaan orang lain, yang tidak berdaya berbuat sesuatu dan seorang yang Kami beri rezeki yang baik, lalu Dia menginfakkan sebagian rezeki itu secara sembunyi-sembunyi dan secara terang-terangan. Samakah mereka itu? Segala puji hanya bagi Allah tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
“Dan Allah (juga) membuat perumpamaan dua orang laki-laki, yang seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatu dan dia menjadi beban penanggungnya, kemana saja dia disuruh (oleh penanggung itu), dia sama sekali tidak dapat mendatangkan suatu kebaikan. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan, dan dia berada di jalan yang lurus.?” (QS An Nahl 75-76)
Amien juga menjelaskan bahwa adil itu adalah kosakata dari Al Qur’an. Tidak ada dalam bahasa Jawa, Batak dan lain-lain. Pancasila menyebut adil dua kali dalam silanya. Kemanusiaan yang adil dan beradab dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi menurut Amien, penting menegakkan keadilan ini di Indonesia. Apakah keadilan politik, keadilan ekonomi, keadilan hukum dan lain-lain di negeri ini.
Dalam Tabligh Akbar Pengajian Politik Islam di Masjid Al Azhar, Ahad 30 Maret itu, Amien meresahkan banyaknya UU produk DPR dan Presiden yang sebagian besar menguntungkan pihak asing. “Ambil secara random UU itu. Maka akan ditemukan bahwa kepentingan asing lebih didahulukan. Hampir semua UU merugikan bangsa sendiri,”ungkapnya dengan nada serius.
Dosen Ilmu Politik UGM ini menjelaskan lebih lanjut tentang keadilan ekonomi yang tidak di negeri Muslim ini. “Pertamina dan Medco misalnya hanya menguasai 20 persen eksplorasi minyak di negeri ini. 80 persen dikuasai Exxon, Mobile Oil dan lain-lain,”terang Amien. Begitu juga karena ‘terlalu cerdasnya’ pemerintah, sehingga pertambangan Freeport –pertambangan terbesar di dunia- pemerintah hanya dapat royalty 1%. “Padahal ketika saya tanya penambang-penambang Australia yang kerja di sana apakah mereka keberatan jika pemerintah Indonesia mendapat royalti 7%? Mereka menyatakan tidak keberatan dan wajar,”papar Amien.
Suatu saat Amien berkunjung ke Riau dan diceritakan sama sahabat-sahabatnya di sana bahwa Pabrik Pengolahan Gas di Natuna/Riau pipanya sampai ke Singapura. Dan Singapura lah yang menentukan produksi gas di sana. Amien juga menjelaskan bahwa bila dirinya dan Fuad Bawazier misalnya mau membuat perusahaan penerbangan yang melewati Padang, Batam, Riau, Jakarta (rute dalam negeri) izinnya pun harus ke pemerintah Singapura.
Amien mengakui perjalanan reformasi 15 tahun ini bukan ‘so far so good’ tapi ‘so far so bad’. “Kesenjangan antara orang kaya dan miskin makin melebar. Ada orang yang makan sampai kekenyangan (‘kemlekaren’) tapi ada juga orang yang sampai siang hari tidak makan karena tidak ada makanan,”paparnya.
Karena itu,  mengutip Sayidina Ali, Amien mengungkapkan bahwa orang yang sedang kelaparan tidak bisa diajak bicara tentang Surga dan Neraka. “Beri makan dahulu, baru bisa diajak berfikir,”terangnya. Dan Amien menceritakan, suatu saat tahun 1955 ketika ia kelas 5 SD, berlangsung Pemilu. Ia ingat bahwa Partai Masyumi membuat ‘papan reklame’ tentang program-program Masyumi. Ia membaca di papan itu diantaranya tertera programnya memperbaiki jalan dan memperbanyak WC umum. Kebetulan ada tukang kayu di sampingnya yang ikut membaca. Orang itu kemudian berkata sendiri (‘grenengan’): “Memperbanyak WC umum, wong makan aja susah.”
Dalam pengajian politik di Al Azhar itu, pesertanya membludak ribuan, hingga tidak tertampung dalam masjid. Hadir juga dalam acara itu, Ustadz Bakhtiar Natsir, Mayjen (purn) Kivlan Zain, Dr Fuad Bawzier, Ustadz Alfian Tanjung, Imron Pangkapi, Ustadz Muhammad Al Khathath dan lain-lain. [sp/SIonline/nuim hidayat]