Pemihakan Islam terhadap Kaum Mustadh’afin

Pada suatu hari para
elit Quraisy datang kepada Nabi agar mengucilkan orang-orang miskin. Kaum
Jahiliyah itu antara lain Umayah bin Khalaf, Al Aqra bin Habs At-Tamimi,
Uyainah bin Hisn Al Fazaari dan Abbas bin Mirdas As Sulami. Orang-orang yang
merasa dirinya terhormat itu mau bersama Nabi namun dengan syarat tidak mau
berinteraksi dengan sahabat-sahabat nabi yang miskin seperti Abu Dzar Al
Ghifari, Salman Al Farisi, Ammar bin Yasir, Shuhaib dll. Jika para pembesar
Quraisy itu hadir di suatu tempat, maka Abu Dzar dan kawan-kawan harus
menyingkir. Jika suatu hari Abu Dzar dan kawan-kawan ada, para elit Quraisy
tidak mau bersama mereka karena dianggapnya rendahan.

Atas peristiwa itu
turunlah firman Allah swt. sebagai berikut, “Dan bersabarlah kamu dengan
orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang dengan mengharap
keridhaanNya dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena
mengharapkan perhiasan dunia ini, dan janganlah kamu mengikuti orang yang
hatinya telah kami lalaikan dari mengingat Kami serta mengikuti hawa nafsunya
dan adalah keberadaannya itu melampaui batas. Dan katakanlah kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa yang ingin beriman hendaklah ia
beriman, dan barang siapa ingin kafir maka biarlah ia kafir. Sesungguhnya kami
telah sediakan bagi orang zalim itu neraka 
yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka minta minum, niscaya
mereka akan diberi minum dengan air yang seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek.
(QS.18:28-29)

Itulah keluhuran
ajaran Islam yang tidak menganut faham diskriminasi antara kelas atas dan kelas
bawah, kaya dan miskin, pembesar dan wong cilik, perempuan dan laki-laki. Islam
menganut ajaran egaliter, bahwa manusia itu sederajat dan dimuliakan Tuhan.
Semua umat manusia bergolongan dan berbangsa-bangsa justru untuk saling
mengenal satu sama lain tanpa perbedaan kasta. Orang Arab tidak lebih baik dari
orang ‘ajam (non-arab), demikian kulit putih tidak lebih mulia dari kulit hitam
dan berwarna. Kemuliaan manusia ditentukan oleh perangai, perbuatan dan
amaliahnya yang berkualitas takwa. Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
(QS.49:13).

Islam bahkan tidak
mengenal konsep pertentangan kelas. Mereka yang kaya sama mulianya dengan orang
yang miskin, elit dengan warga biasa, Arab dengan non-Arab. Semuanya saling
memerlukan dan saling membutuhkan satu sama lain. Semuanya merupakan elemen
atau komponen yang saling tergantung membentuk satu kesatuan system. Dari
himpunan yang menyatu itu lahirlah masyarakat, bangsa dan peradaban umat
manusia.

Kini umat manusia
memasuki abad modern tahap lanjut yang disebut postmodern. Semestinya relasi
antar ras, suku bangsa, golongan dan bangsa-bangsa semakin egaliter dan bebas
dari diskriminasi serta penindasan. Namun dalam kenyataannya, bangsa-bangsa
yang mengaku lebih modern dan beradab sering bertindak biadab. Mengaku penjaga
demokrasi dan hak asasi manusia tapi dengan gampang menyerbu bangsa-bangsa lain
yang lebih lemah dengan alas an yang dicari-cari. Contohnya seperti yang
dialami Irak, Afghanistan, Palestina dll. Paling
keras menyuarakan toleransi beragama dan bila ada kasus di Indonesia dengan
mudah menjadi kasus internasional, tetapi di depan mata mereka orang-orang
Islam di Eropa tidak bebas menjalankan agama hanya untuk mengenakan jilbab
sekalipun. Rasisme terhadap mereka yang berkulit hitam dan berwarna pun masih
sering terjadi. Dunia supermodern telah melahirkan perilaku yang primitive.

Di sinilah pentingnya
membangun paradigm baru dalam tatanan hidup umat manusia sedunia, yakni dunia
yang harus dihuni bersama tanpa saling diskriminasi, menegasikan apalagi
memusnahkan. Islam sungguh kaya dengan mozaik ruhaniah yang memuliakan manusia
tanpa diskriminasi. 

Dikutip dari Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 15-30 Juli 2012