Muhammadiyah Bukanlah Ormas Islam Biasa

Alkisah saya menghadiri sebuah diskusi Ke- Islaman di suatu komunitas. Pemateri dalam diskusi tersebut mengatakan, “Muhammadiyah dan NU itu
hanya Ormas, bukan madzhab. Muhammadiyah dan NU itu hanyalah identitas
kultural, misalnya orang tua kamu NU, maka kamu bisa disebut orang NU.
Orang tua kamu Muhammadiyah, maka kamu bisa disebut orang Muhammadiyah.”

Benarkah opini tersebut? Muhammadiyah itu Ormas Islam, itu betul. Ormas
adalah singkatan dari organisasi masyarakat, faktanya memang
Muhammadiyah adalah sekumpulan masyarakat (bukan pemerintah) yang
berorganisasi. Namun yang harus diingat Muhammadiyah itu bukan sekedar
Ormas. Kalau Muhammadiyah hanyalah dianggap ormas, maka terkesan
Muhammadiyah hanya mengurusi soal administratif dan organisasi saja.
Lantas selain ormas apakah Muhammadiyah itu? Muhammadiyah adalah harakah
Islamiyah.

Harakah Islamiyah artinya adalah gerakan Islam. Dalam matan ideologi
Muhammadiyah diulang-ulang disebut perkataan “gerakan”, apakah itu
gerakan Islam, gerakan dakwah amar ma’ruf nahyi munkar, gerakan tajdid
dll. Sayangnya dalam kehidupan sehari-hari Muhammadiyah sebagai ormas
lebih populer daripada Muhammadiyah sebagai gerakan. Adapun ormas pada
hakikatnya hanya metode gerakan saja, esensinya Muhammadiyah adalah
gerakan.

Mengapa saya mempersoalkan hal sepele seperti ini? Menurut saya ada
sebuah implikasi yang jarang kita sadari saat kita menganggap
Muhammadiyah sekedar ormas dan saat menganggap Muhammadiyah sebagai
harakah. Saat Muhammadiyah dianggap sekedar ormas, maka seolah
Muhammadiyah hanya sekedar tempat berkumpul suatu masyarakat yang
memiliki kesamaan visi. Hal ini membuat Muhammadiyah kurang terlihat
menarik. Padahal faktanya Muhammadiyah telah melakukan gerakan-gerakan
sosial.

Memang saat mendengar kata gerakan yang terbayang oleh kita adalah turun
ke jalan, demonstrasi, agitasi, propaganda dll. Lantas apa yang
dilakukan Muhammadiyah? Membangun sekolah, panti asuhan, rumah sakit
dll. Apakah itu sebuah gerakan? Menurut saya itu sebuah gerakan, dan
percaya atau tidak gerakan seperti ini lebih berat daripada aksi-aksi
politik. Kalau kita berdemonstrasi pada siang hari, mungkin malam hari
kita bisa tidur nyenyak. Namun kalau kita membangun panti asuhan,
malamnya mungkin tidak bisa tidur memikirkan anak-anak panti makan apa?
bagaimana menyelesaikan pembangunan dll.

Memang sekarang banyak kritik terhadap Muhammadiyah karena membuat
amal-amal usaha adalah pembaharuan kyai Dahlan 1 abad yang lalu dan
dirasa kurang radikal dalam menjawab problem kekinian. Inilah tugas
cendekiawan-cendekiawan Muhammadiyah untuk mencari model gerakan yang
bisa lebih radikal dalam membebaskan kaum mustadh’afin di masa kini.

Jika Muhammadiyah menegaskan kembali bahwa dirinya adalah gerakan dan
bukan sekedar ormas, maka kader-kadernya tidak akan kepincut dengan
harakah Islamiyah lain seperti tarbiyah, HTI, dll. Kenapa ada saja kader
yang berpindah harakah? Karena mereka merasa Muhammadiyah ini sekedar
ormas, dan mereka memilih harakah lain sebagai lahan pergerakan yang
mungkin terlihat lebih dinamis.

Muhammadiyah hanyalah ormas Islam bukan agama, Muhammadiyah adalah rumah
besar. Dengan statement ini sebagian pihak merasa tidak masalah
merangkap keanggotaan dengan harakah Islamiyah lain. Perkataan ini
selitas benar, namun mereka lupa bahwa Muhammadiyah adalah sebuah
gerakan yang mempunyai sistem ideologi, bukan sekedar ormas tempat
kumpul-kumpul. Muhammadiyah bukan agama atau madzhab, itu juga betul.
Namun Muhammadiyah mempunyai metode tertentu dalam memahami agama yang
tercermin dari manhaj tarjih. Metode pemahaman Muhammadiyah ini bisa
saja berbeda dengan harakah Islamiyah yang lain.

Upaya-upaya mendelegitimasi Muhammadiyah sebagai gerakan agar bisa aktif
di harakah lain sembari menjadikan Muhammadiyah sebagai batu loncatan
haruslah kita sadari bersama. Memang problem di dunia nyata seringkali
lebih kompleks, misalnya Muhammadiyah dirasa tidak bisa memenuhi
kebutuhan religius seseorang sehingga dia lebih tertarik dengan harakah
Islam yang lain. Kalau memang seperti itu, kita lebih menghargai orang
yang benar-benar menyatakan mengundurkan diri dari Muhammadiyah dan
pindah ke harakah lain daripada yang seolah-olah Muhammadiyah namun
dalam hatinya tidak totalitas dalam berMuhammadiyah.

Tulisan ini dibuat bukan berarti saya fanatik, namun yang saya ingin
tekankan adalah tertib berorganisasi. Saya yakin harakah manapun tidak
akan menerima kalau ada double keanggotaan dengan harakah lain. Terbukti
sekitar beberapa tahun ke belakang double pemahaman dan keanggotaan
hampir membuat Muhammadiyah centang perenang. Untung PP Muhammadiyah
segera menerbitkan SK PP no. 49 tahun 2008 yang bisa mengerem laju
harakah lain yang ingin mendelegitimasi Muhammadiyah hanya sebagai ormas
dan tidak mempunyai arti apa-apa.

Muhammadiyah dan NU sebagai identitas kultural pada hari ini mau tidak
mau sesuatu yang tidak dapat dihindari. Di Indonesia ini, kalau anda
lahir ke dunia, mau tidak mau pilihannya hanya 2, Muhammadiyah atau NU.
Tentu hal ini dalam artian bukan organisasi, namun amalan-amalan
keagamaan. Kalau anda suka melakukan amalan2 NU, ya secara tidak
langsung anda NU. Kalau anda tidak suka melakukan amalan-amalan NU,
secara tidak langsung anda Muhammadiyah.

Selain sebagai identitas kultural, yang jangan kita lupa bahwa posisi
Muhammadiyah dan NU adalah harakah islamiyah seperti hal nya Tarbiyah,
HTI, Jihadi, salafi dll. Namun beragamnya harakah ini jangan dijadikan
sebab perpecahan, namun justru menjadi kesempatan untuk berlomba-lomba
dalam kebaikan. Faktanya antar harakah terkadang terjadi perselisihan
yang tidak perlu.

Bagaimana solusinya?
Harakah-harakah ini harus fokus mendakwahi orang yang belum didakwahi,
bukan yang sudah punya pengetahuan agama. Coba lihat lingkungan sekitar
kita, berapa banyak yang belum bisa membaca al Quran, yang belum bisa
shalat dengan baik, belum tahu hukum zakat dll. Inilah yang harusnya
dilakukan harakah-harakah Islam, bukan berusaha memasukan anggota yang
sudah menjadi harakah lain untuk jadi anggotanya. Saya punya pengalaman
di kampus negeri, ada anggota IMM yang terus menerus dikejar agar dia
masuk anggota harakah lain. Menurut saya biarlah yang sudah punya
pemahaman agama jangan diganggu, lebih penting mendakwahi yang masih
awam agama. Kita ini lucu, antar harakah kelihatan seperti rebutan kue,
berdebat tiada habisnya mengenai keunggulan harakah masing-masing dan
kejelekan harakah lain. Padahal orang yang benar-benar perlu didakwahi
sangatlah banyak. Hal ini menyebabkan antar harakah berebut jamaah,
sementara orang awam di luar sana tidak tersentuh oleh dakwah.


Seringkali sebuah gerakan sosial bisa bersatu manakala mereka mempunyai
common enemy atau musuh bersama. Apa yang bisa dijadikan harakah-harakah
Islam musuh bersama? Mungkin jawabannya adalah zionis, anmerika dll.
Sayangnya mereka jauh disana dan kita belum punya cukup kekuatan untuk
mengalahkan mereka. Tentu Islam tidak mengajarkan melawan musuh hanya
bermodal semangat, namun perlu ilmu.

Oleh karena itu saya menawarkan kemiskinan dan kebodohan umat sebagai
musuh bersama yang harus dilawan. Karena kalau umat sudah sejahtera dan
pintar, zionis atau Amerika pun bisa kalah. Kita kan gak menang-menang
karena masih pada miskin dan bodoh. Maka dari itu, marilah
harakah-harakah ini berlomba-lomba untuk menghilangkan kebodohan dan
kemiskinan di kalangan umat Islam. Bagaimanapun caranya, ada yang
melalui gerakan sosial, melalui parlemen, melalui pengajian dan lain lain (McD)