Benarkah Pak Din mengharamkan Air Kemasan ? ( Catatan Sekretariat MTT PP Muhammadiyah)

Alhamdu liL-lah… Munas Tarjih Muhammadiyah ke-28 di Palembang
telah selesai digelar. Sebagai salah satu bagian dari pelaksana kegiatan
tersebut saya mengucap syukur kepada Allah sekaligus merasa lega, salah
satu forum penting di Muhammadiyah tersebut dapat terselesaikan dengan
predikat memuaskan alias sukses. Tanpa mengabaikan beberapa kekurangan
di sana-sini yang tentu perlu dievaluasi, tidak berlebihan rasanya jika
saya mengatakan hal demikian.
Hanya saja, ada beberapa hal yang
kemudian menjadi sedikit ganjalan bagi saya, terkait dengan
penyelenggaraan musyawarah para ulama dan cendekiawan Muhammadiyah
tersebut. Bukan soal acaranya, bukan pula soal sarana dan pra sarana
pendukungnya, melainkan soal pemberitaan di media massa. Ya, Munas
Tarjih ke-28 ini memang sempat menjadi perhatian media, baik yang
memberitakannya secara normatif maupun yang – pinjam istilah yang sering
dipakai anak muda – agak-agak lebay. Sebenarnya, jika pemberitaannya
proporsional, tentu tidak akan menjadi ganjalan, walau cuma sedikit.
Tapi, pemberitaan yang tidak proporsional sering kemudian memunculkan
tanggapan yang negatif, yang acapkali kemudian merembet pada hal-hal
lain, yang banyaj dijumpai di berbagai media sosial.
Oleh sebab
itulah, di sela-sela penat yang masih terasa, sambil menghabiskan
oleh-oleh pempek dan kerupuk palembang, saya mencoba untuk menguak apa
sebenarnya yang disampaikan oleh Pak Din Syamsudin, khususnya terkait
masalah fikih air, lebih khusus lagi tentang haramnya air mineral
menurut beliau. Beberapa media, meski bukan media ternama, memberitakan
bahwa Pak Din menyebut, baginya air minum kemasan itu haram. Bukan hanya
itu, bahkan beberapa di antaranya juga menyebut bahwa walau
mengharamkan air minum kemasan, Din Syamsudin masih meminumnya. Sebagian
dengan gaya bahasa berita biasa, sementara sebagian lagi dengan gaya
olok-olok khususnya di media sosial.
Pertama, apabila Pak Din
mengharamkan minum air mineral untuk dirinya sendiri, itu adalah hak
individu beliau, dan itu tidak serta merta menjadi pandangan resmi
Muhammadiyah. Dengan berbagai alasan, orang bisa mengharamkan
mengkonsumsi suatu barang yang hukum asalnya halal/mubah. Sebagai contoh
misalnya, seseorang mengharamkan daging kambing untuk dirinya, karena
ia mengidap tekanan darah tinggi, atau orang yang mengharamkan emping
untuk dirinya karena asam urat, ataupun orang yang mengharamkan dirinya
makan ikan lele karena alergi. Nah, maka tidak salah kalau Pak Din
mengharamkan air minum kemasan, khususnya merk “axxa”, karena sedang
mengupayakan judicial review UU tentang Sumber Daya Air. Bagi Pak Din,
komersialisasi dan privatisasi air yang dilakukan oleh perusahaan merk
tersebut sudah melanggar Undang-undang Dasar, sehingga layak dilabeli
“haram”, dari mulai prosesnya hingga produknya. Dalam istilah fikih,
keharaman seperti ini sering disebut dengan haram li gairih, haram
karena faktor lain di luar barang tersebut.
Kedua, sebenarnya
dalam sambutan pembukaan yang disampaikan Pak Din sudah cukup gamblang
bahwa yang ditunjuk oleh Pak Din adalah komersialisasi dan privatisasi
air oleh pihak swasta, terlebih swasta asing. Pak Din bahkan menyebut
nama perusahaan itu secara terang-terangan. Di sinilah
“pintar-pintarnya” media mengemas isu, tentu supaya jualannya laku. Yang
menjadi headline, ya pernyataan Pak Din tentang haramnya air minum
kemasan, bukan tentang mengapa air minum bersangkutan perlu diharamkan.
Judicial review yang akan dilakukan pun mungkin menjadi berita yang
tidak terlalu menarik. Padahal, tempo hari Muhammadiyah yang dikomandani
Pak Din, bersama elemen bangsa lain sukses men-jr-kan UU Migas.
Keberpihakan Pak Din terhadap rakyat pun, khususnya soal air ini, justru
menjadi pudar dengan bombastitas judul berita. Tapi, ini memang era
media, semua hal bisa menjadi terbalik hanya dengan melalui media.
Tinggal kita saja yang perlu lebih cerdas membaca media. Yang menarik
lagi, tak satu pun dari media online itu menampilkan photo Pak Din di
acara Munas. Semua photo-photo lama.
Ketiga, soal Pak Din yang
masih minum air kemasan. Setelah saya stel ulang rekaman sambutan Pak
Din, kurang lebih begini kata-kata beliau: “Tapi maaf, tadi saya
terlanjur minum, tidak melihat dulu apa merk-nya. Anggap sebagai darurat
…”. Lagi-lagi, apa yang dimuat di media tidak sama persis, bahkan
agak jauh berbeda dengan apa yang diucapkan Pak Din sebenarnya. Dari
kata-kata itu jelas bahwa ada batasan air minum kemasan mana yang haram,
karena beliau bicara soal merk. Mungkin, jika yang disuguhkan adalah
air kemasan merk lain, kata-kata itu tidak akan muncul. So, kita memang
perlu lebih berhati-hati dalam membaca berita di media massa.
Demikian
yang dapat saya tuliskan, semoga bermanfaat. Sebagai catatan, saya
tidak sedang membela Pak Din, melainkan hanya memberikan sudut pandang
lain dari apa yang beliau sampaikan di acara pembukaan Munas Tarjih
tersebut. Soal apa maksud dan tujuan Pak Din sebenarnya, yang tahu
hanyalah Pak Din sendiri. Secara lahiriah, itulah yang bisa kita nilai.
Allahu a’lam.

cuplikan video sambutan Bapak Prof HM Din Syamsuddin

Amirudin A Faza

Sekretaris Pelaksana Majelis Tarjih PP Muhammadiyah