Perbandingan Ahok dan Muhammadiyah Dalam Menyelesaikan Prostitusi

Mengentaskan orang yang sudah terjerembab ke dalam dunia hitam tidak semudah membalikkan telapak tangan. Seperti mengentaskan para pekerja seks komersial (PSK) dari lokalisasi menuju kehidupan yang lebih baik.

Beberapa hari lalu, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengeluarkan wacana untuk membuat lokalisasi untuk mengatasi prostitusi di sembarang tempat. Meski pemerintah telah mencanangkan dengan berbagai program pengentasan PSK dan penutupan lokalisasi, bukan menjadi jaminan mereka tidak kembali lagi ke lembah hitam itu. Berdasarkan berbagai data, bahwa penyebab terbesar mengapa orang bisa tercebur dalam dunia prostitusi adalah karena faktor ekonomi. Mereka membutuhkan uang untuk memenuhi kebutuhan termasuk keluarganya. Untuk mendapatkan pekerjaan tak semudah yang diharapkan, akhirnya mereka memilih jalan tersebut.
Itulah sebabnya, ketika program pemerintah dalam pengentasan para PSK tidak dikuti dengan program lain yang dapat menjamin kehidupan mereka berikutnya, maka mereka akan kembali ke dunia hitam. Lain Ahok lain dengan Muhammadiyah,  Pemikiran itulah yang kemudian memunculkan ide Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim dengan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Krembangan untuk melakukan pelatihan berwirausaha bagi para mantan PSK dan juga anak-anak jalanan.
Suasana di aula Gedung PWM Jatim Siwalankerto nampak berbeda dan cukup meriah. Sekitar 120 orang dari mantan PSK dan juga anak jalanan menghadap ke mesin mesin jahit yang telah disediakan panitia. Beberapa di antara mereka ada yang melipat-lipat lembaran kecil kain perca, kain bekas yang sudah tidak terpakai lagi. Kain-kain itu kemudian dibentuk sedikit memanjang dengan ujung runcing, kemudian dijahit sehingga antara satu kain dengan kain lainnya bisa menyambung panjang.

Langkah ini adalah langkah dasar untuk membuat kerajinan keset yang terbuat dari bahan kain perca. Sesekali pertanyaan dilontarkan para peserta kepada pelatih, hingga akhirnya mereke benar-benar mengerti cara dan trik yang tepat untuk menjahit. Meski sebagian hasil kerja mereka terlihat tidak rapi, namun mereka cukup puas. Betapa tidak, tak jarang di antara mereka yang baru pertama kali memegang mesin jahit.

Sebelumnya, para peserta ini mendapatkan motivasi dari Irma Suryati, pengusaha keset dari Kebumen yang memiliki warga binaan hingga 60.000 orang. Mendengarkan cerita perjalanan usaha dari Irma Suryati yang mengalami cacat pada kaki ini, seluruh peserta termotivasi hidupnya.

”Bu Irma yang mengalami cacat saja bisa berhasil hingga menjadi pengusaha besar, masak kami yang normal ini tidak bisa. Kami sangat senang bisa mengikuti pelatihan ini, sehingga bisa menjadi bekal pengalaman kami dalam membuka usaha,” kata Romlah (nama samaran) mantan PSK yang menjadi peserta pelatihan.

Irma memaparkan, semua orang punya kesempatan untuk berhasil. Dia menceritakan, dirinya sendiri yang awalnya adalah orang biasa, bahkan untuk mensekolahkan anak saja harus bersusah payah. Namun kesempatan itu datang seiring dengan usaha dan kemauan kuat untuk maju.

Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin yang hadir pada acara itu mengatakan, pelatihan yang digelar ini sungguh membanggakan Muhammadiyah Jatim, Surabaya dan khususnya cabang Muhammadiyah Krembangan di mana dulunya ada lokalisasi besar yaitu Kremil dan Tambakasri.

”Saya sudah pernah kesana untuk membina dan mengembalikan PSK ke jalan yang benar, dan dapat dikatakan bahwa saat ini sudah berhasil. Saat itu saya diundang untuk meresmikan rumah yang dibeli oleh pengusaha Muhammadiyah yang dulunya adalah panti pijat kemudian dijadikan rumah sakinah. Inilah watak dari gerakan Muhammadiyah yaitu merangkul kaum dhuafa,” katanya.

Din mengatakan, tidak hanya sekedar merangkul, tapi juga membina dengan program pemberdayaan wiraswasta. Di antaranya dengan mengundang Irma Suryati yang bisa menjadi tauladan ibu dan anak jalanan atau mantan PSK yang jumlahnya ribuan. Selama ini, lanjut Din, ummat Islam hanya mengecam PSK, tapi tidak memberikan solusi.

”Kita harus tahu mengapa mereka bisa terjerumus, dapat saya simpulkan 99 % adalah karena masalah ekonomi. Tidak ada kelompok masyarakat sekitar yang membantu mereka. Bagaimana mereka bisa bertahan hidup dengan empat anak atau menanggung ibu dan orang tua, ya jalan pintas jatuh ke lokalisasi.

Oleh karena itu, tanggung jawab kita untuk memberikan solusi seperti ini. Semoga ini menjadi model bagi gerakan Muhammadiyah di kota lain,” pungkasnya.[sp/muhsby]