Pedoman Peringatan Hari Besar Islam Agar Tidak Terjerumus Bid’ah

Sesungguhnya dalam kalangan keluarga Muhammadiyah sudah ada pengertian bahwa peringatan-peringatan hari besar Islam adalah hal yang tidak harus diperlu-perlukan. Bahkan kalau diperlu-perlukan dengan tetap setiap hari-hari besar tersebut tiba, dikhawatirkan dapat menimbulkan adanya bid’ah-bid’ah baru/bid’ah-bid’ah modern.
Kalau dalam Muhammadiyah ada pelaksanaan peringatan-peringatan hari besar itu, seperti hari-hari besar Islam dan hari-hari lahirnya Muhammadiyah, hari Hizbul Wathan dan lain-lainnya, semula hanyalah dimaksudkan untuk mengimbangi propaganda dari aliran-aliran, partai-partai, ormas-ormas yang sifatnya begitu dibesar-besarkan. Kalangan Muhammadiyah yang semula tidak ada pikiran-pikiran demikian lalu merasa menganggap perlu, untuk tidak kalah pengaruhnya. Berhubung dengan yang demikian itu maka dalam Muhammadiyah perlu ada pedoman-pedoman agar jangan sampai terjadi kesalahan.kekeliruan dan penyelewengan-penyelewengan, sebagai berikut.
1. Mengadakan peringatan tidak ada ketentuan dalam agama, walaupun yang diperingati itu hari Nuzulul Qur’an, hari Maulud Nabi, hari Isra’ Mi’raj, tanggal 1 Muharram dan sebagainya. Juga hari lahirnya Muhammadiyah 8 Dzulhijjah pun tidak wajib harus dibesar-besarkan apalagi dikeramatkan.
2. Kalau mengadakan peringatan, jangan asal mengadakan. Seolah-olah kalau tidak mengadakan, terasa dosa. Hal itu adalah tidak benar.
3. Kalau mengadakan peringatan, hendaklah direncanakan benar-benar, apakah maksud/tujuan mengadaan peringatan itu. Untuk dakwahkah, untuk syiarkah ataukah untuk apa.
4. Kalau untuk syiar, maka hendaknya dipahami bahwa syiar itu tentu harus dengan biaya besar-besaran dan tidak mengharapkan keuntungan lain selain untuk syiar itu saja.
5. Kalau untuk dakwah, hendaklah diperhatikan dan diperhitungkan siapakah yang hendak didakwahi. Alangkah tepatnya kalau menerangkan riwayat turunnya Al-Qur’an itu kepada mereka yang jarang atau belum pernah mendengarkannya. Keterangan Nuzulul Qur’an turunnya Al-Qur’an secara itu-itu saja, diterangkan dihadapan orang-orang itu-itu saja, rasanya kuranglah faedahnya.
6. Kalau peringatan itu dimaksudkan untuk silaturrahmi, maka hendaknya direncanakan, siapa yang hendak disilaturrahmi itu. Umpamanya dengan bekas-bekas pimpinan yang sekarang sudah tidak ada kegiatan di dalam organisasi Muhammadiyah. Orang-orang tua yang sudah lanjut usianya yang sudah jarang sekali bertemu, padahal orang-orang tua itulah yang dahulu telah banyak berjasa dan bekerja beramal dalam Muhammadiyah.
7. Atau untuk silaturrahmi dengan orang-orang luar organisasi kita, umpamanya dengan pejabat-pejabat pemerintah, dengan anggota-anggota pimpinan ormas atau parpol-parpol setempat. Sifatnya untuk ramah-tamah dan tidak harus dengan pidato-pidatoan. Waktunya pun tidak harus lama-lama. Satu dua jam sudah cukup. Malah itu sudah terlalu lama.
8. Dapat juga mengadakan peringatan hari besar itu tidak usah dengan pidato-pidatoan, tetapi dengan pameran, bazaar, perletakan batu pertama sesuatu bangunan, khitanan, pemberian pertolongan kepada mereka yang lemah dan lain-lain
usaha yang berarti.
Dengan demikian maka peringatan-peringatan itu tidaklah hanya tradisionil-tradisionil yang mati. Dan dengan demikian maka peringatan-peringatan itu merupakan peringatan yang berbekas dan berarti untuk kemajuan-kemajuan Muhammadiyah pada waktu-waktu yang akan datang.
Dikutip dari buku “Mengenal dan Menjadi Muhammadiyah; KH. AR. Fakhruddin hal. 156-158.