Kisah Da’i Muhammadiyah Berdakwah di Pedalaman Baduy

Masyarakat Baduy adalah kelompok masyarakat “tradisi” yang hidup di pedalaman Lebak-Banten. Meski jaraknya tidak jauh dari Jakarta namun untuk menuju lokasi perkampungan Baduy, crew LAZISMUH harus rela berjalan kaki berkilo-kilo meter. Berkat bantuan Ki Engkos, crew LAZISMUH dapat bersilaturahim dengan warga muallaf dan menyalurkan dana ZIS para muzaki untuk kegiatan dakwah yang sekaligus menjadi mitra dalam Tebar Qurban Hebat pada 2007 lalu.

Siapakah Ki Engkos sesungguhnya? Image Ki Engkos adalah da’i Muhammadiyah pertama yang memasuki wilayah Kampung Baduy. Hingga kini, lebih dari 17 tahun mengabdi menyebarkan Islam hingga pedalaman Baduy. Berbagai rintangan dan ancaman datang silih berganti, namun semua itu tidak menyurutkan langkah da’i sederhana ini untuk tetap kukuh di jalan dakwah. Kampung Baduy secara administratif masuk dalam desa Ciboleger yang berada di Kecamatan Leuwidamar.

Konon, pada masa Sultan Ageng Tirtayasa terdapat sekelompok masyarakat yang menolak ajaran Islam, mereka melarikan diri ke pedalaman hutan yang kemudian dikenal sebagai suku Baduy. Dalam perkembangannya, komunitas Baduy terbelah menjadi dua, Baduy luar atau komunitas yang telah membuka diri terhadap pengaruh luar dan Baduy dalam yakni komunitas yang masih setia memegang tradisi. Lahan dakwah Ki Engkos berada di kedua wilayah tersebut. Pada 1990-an, Ki Engkos bersama istri terjun ke pedalaman Lebak dengan berjalan kaki hingga masuk ke pemukiman Baduy. Hal yang menarik pada dirinya adalah saat ditanya tentang masalah keterbatasan yang selalu dihadapi. Menurutnya itu justru menjadikan modal semangat untuk terus maju, karena ia meyakini bahwa Allah akan menolong kita jika kita menolong orang lain.

Awal perjalanan dakwah, Da’i binaan MTDK (Majelis Tabligh Dakwah Khusus) Muhammadiyah ini memberikan informasi mengenai ajaran Islam kepada masyarakat Baduy pinggiran. Setelah dakwahnya berkembang, niat suci tersebut mendapat penolakan dari sebagian masyarakat yang kemudian membentuk “tanggungan 12” (panglima perang) dikomandoi oleh Saidi dan bertujuan untuk menggagalkan misi dakwah Islam dengan berbagai cara. Alhasil, sebagai syarat untuk bisa menyebarkan Islam, Ki Engkos harus menghadapi jawara Baduy. Demi meneruskan dakwahnya, Ki Engkos menerima tantangan duel (bertarung) melawan Saidi sang Kepala Suku dengan menghadirkan pendekar Tapak Suci Putera Muhammadiyah dari Jakarta dan berhasil membuat jawara Baduy bertekuk lutut sehingga dapat menerima ajaran Islam.

Sumber: dakwahkhusus.blogspot.com