Din: Pemilu Serentak Bisa Hindarkan Politik Transaksional

Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai, pemilu serentak bisa menghindarkan politik transaksional, selain mengefektifkan anggaran pemilu.
“Kami cenderung (mendukung) pelaksanaan pemilu serentak. Tidak hanya untuk efisiensi, namun ada hal-hal yang bisa dihindari transaksi politik dari partai politik,” kata Din di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (24/1/2014).
Dia mengatakan, Muhammadiyah sudah mendiskusikan bahwa saat ini perlu konsolidasi demokrasi. Menurut dia, era reformasi tidak bisa diarahkan berlawanan dengan jarum jam sejarah, seperti masa otoritarianisme dan rezim represif.
“Perlu dikonsolidasikan sehingga jangan menjadi demokrasi prosedural, apalagi demokrasi kriminal,” ujarnya.
Dia menjelaskan, salah satu butir penataan kembali sistem politik, termasuk sistem pemilihan, adalah politik biaya tinggi.
“Salah satu watak negatif demokrasi Indonesia adalah politik berbiaya tinggi karena adanya demokrasi transaksional,” ujarnya.
Menurut dia, pemilu serentak memungkinkan munculnya banyak calon presiden, terutama dari organisasi kemasyarakatan, setelah dihilangkannya utusan golongan dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen pertama.
“Karena sudah dihilangkan dalam amandemen, jadi hak parpol atau gabungan parpol yang bisa mencalonkan capres,” ujarnya.
Menurut dia, melalui proses seleksi akan bisa menghasilkan calon yang berkualitas. Sistem multipartai merupakan hak demokrasi, namun apabila terus menerus dilaksanakan akan sulit dikoordinasikan sehingga harus ada proses alamiah dalam penyederhanaan partai politik di Indonesia, kata dia lagi.
“Di luar negeri pun melaksanakan sistem itu, namun bukan seperti zaman dulu yang dipaksakan,” ujarnya, dilansir Antara.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) terkait pelaksanaan pemilu serentak pada 2019 dan seterusnya.
Sumber: Hidayatullah