Abdullah Al Mubarak, Ahli Zuhud yang Pemberani

Nama lengkapnya adalah Abdullah bin Al-Mubarak bin Wadhih Al-Hanzhali.
Beliau lahir pada tahun 118 Hijriyah, di daerah Khurasan bernama Marwa.
Abdullah adalah orang yang banyak berbuat kebaikan. Para sahabat pernah
berkumpul untuk menyebutkan keutamaan Abdullah. Mereka berkata, “Ibnu
al-Mubarak telah menguasai ilmu Fikih, Sastra, Nahwu, Lughah, Sya’ir dan
Fashahah. Sedangkan kebaikan yang telah dilakukannya adalah zuhud, wira’i, adil, rajin qiyamul lail, banyak ibadah haji, gemar berperang, pemberani,
pandai berkuda, badan yang kuat, sedikit berbicara dan tidak senang berbeda
pendapat (berdebat).”
Betapa agung pribadi Abdullah, sehingga orang-orang yang mengenali beliau
atau membaca biografinya akan memuji dan kagum kepadanya. Abdurrahman bin Mahdi
pernah berkata, “Aku tidak melihat ada orang seperti Ibnu Al-Mubarak.” Kemudian
Yahya bin Said menanggapinya, “Bagaimana dengan Sufyan dan Syu’bah?”
Abdurrahman menjawab, “Tidak Sufyan dan tidak pula Syu’bah. Ibnu Al-Mubarak
memiliki ilmu yang luas, hafalan yang kuat, zuhud, banyak ibadah, kaya, banyak
berhaji, gemar berperang, pandai ilmu Nahwu dan pandai bersya’ir.”
Keluhuran akhlak dan kedalaman ilmu yang dimiliki Ibnul Mubarak adalah
hasil jerih payah beliau dalam menuntut ilmu. Ahmad bin Hambal berkata, “Pada
zaman Ibnu Al-Mubarak, tidak ada orang yang rajin menuntut ilmu seperti
Al-Mubarak. Dia telah pergi ke Yaman, Mesir, Syam, Bashrah dan Kufah. Dia telah
mempelajari ilmu dari ulama yang ada di negara-negara tersebut.”
Proses belajarnya membuahkan hasil yang optimal, hingga ia menguasai
berbagai macam disiplin ilmu. Ibnul Mubarak juga dikenal memiliki hafalan yang
kuat. Pernah suatu ketika dia mendengarkan suatu khutbah yang panjang. Setelah
khutbah tersebut selesai, Ibnul Mubarak mengatakan, “aku telah menghafalnya”.
Kemudian ia mengulangi kata demi kata apa yang diucapkan dalam khutbah tadi.
Zuhud yang Dermawan
Zuhud mempunyai arti kosongnya hati dari hal-hal duniawi. Adapun
tangan-tangan para pedagang tetap memegang harta dan barang dagangan. Begitu
juga dengan Ibnul Mubarak. Ia adalah seorang pedagang yang kaya, sehingga bisa
menunaikan haji dan jihad berulang kali. Suatu ketika Ibnu Fudhail pernah
bertanya kepada Ibnul Mubarak, “Wahai Al-Mubarak, Anda telah memerintahkan
kepada kami agar berlaku zuhud, menyedikitkan hal-hal duniawi dan merasa cukup.
Namun kami melihat Anda membawa barang-barang dari Khurasan ke tanah Makkah.
Bagaimana kamu berbuat demikian?”
Ibnul Mubarak menjawab, “Wahai Abu Ali, sesungguhnya aku melakukan hal itu
untuk menjaga diriku, menjaga kehormatanku dan untuk menopangku dalam ketaatan
kepada Allah. Aku tidak melihat kebaikan kecuali aku harus melakukannya dengan
cepat.”
Dengan hartanya Ibnul Mubarak tidak hanya menolong dirinya sendiri, akan
tetapi ia senang menolong orang lain. Ibnul Mubarak melunasi hutang seorang
pemuda yang berselisih dengannya tanpa diketahui orang tersebut.
Jika musim haji tiba, Ibnul Mubarak pergi menunaikan ibadah haji bersama
rombongan dari penduduk desa Marwa. Rombongan tersebut mendapatkan berbagai
fasilitas dari Ibnul Mubarak. Dikatakan kepada mereka, “Apa yang dipesan
keluarga kalian dari barang-barang Madinah, hendaklah kalian membelinya.”
Kemudian Ibnul Mubarak membayar semuanya. Kemudian ketika sampai di Makah, ia
pun mengatakan hal yang sama dan membayar semua pembelian rombongan.
Sifat pemurah Ibnul Mubarak tidak berarti bahwa ia tidak berhati-hati dalam
mendapatkan harta. Meskipun hartanya berlimpah, akan tetapi harta tersebut
adalah harta yang halal lagi berkah. Ia pernah berkata kepada Ali bin al-Hasan,
“Sesungguhnya mengembalikan satu dirham dari sesuatu yang syubhat lebih baik
bagiku, daripada aku bershadaqah seratus ribu sampai enam ratus ribu dirham.”
Jihad dan Keberaniannya
Tidak banyak orang yang ahli ibadah, ahli sedekah tapi sekaligus ahli
berperang. Ibnul Mubarak mengumpulkan semua keutamaan itu. Di samping giat
mencari ilmu, ia juga giat berperang di jalan Allah.
Pernah dalam suatu pertempuran orang muslim sempat merasa takut dengan
tentara Rum. Saat itu, terjadi duel di antara kedua kelompok yang saling
berperang. Tentara muslim berbaris, begitu juga tentara musuh. Seorang tentara
kafir Rum maju dan mengajak berduel. Maka di antara kaum muslimin ada yang maju
untuk menghadapinya. Lalu ia pun kalah. Muslim yang lain maju, dan orang Rum
tersebut tetap memenangkan duel. Hingga enam orang tentara muslim yang terbunuh
oleh orang tersebut. Setelah itu, tentara muslim ragu untuk maju menghadapi
orang tersebut.
Ibnul Mubarak menoleh ke arah Abdullah bin Sinan dan berkata, “Wahai
Abdullah, jika aku mati maka kamu yang maju.” Kemudian dia memacu kudanya dan
si kafirpun datang menyambutnya. Hingga beberapa saat kemudian tentara Rum yang
kuat itupun terbunuh di tangan Ibnul Mubarak. Lalu, Ibnul Mubarakah mencari
lawan lagi hingga ia berhasil menewaskan enam orang kafir. Setelah itu, tidak
ada seorangpun tentara Rum yang berani keluar menghadapinya.
Ada sebuah syair terkenal yang ditulis oleh Ibnul Mubarak. Syair ini pernah
dibawakan kepada Fudhail bin ‘Iyyadh, hingga ia menangis ketika membacanya.
Syair ini juga sering dibawakan oleh para mujahidin pada zaman sekarang, dan
menjadi salah satu nasyid yang layak untuk dihafal.
Wahai manusia yang beribadah di Haramain
Andaikan engkau melihat kami
Tentu akan mengerti bahwa engkau bermain-main dalam
ibadah
Orang yang pipinya bersimbah air mata
Maka, pangkal leher kami bersimbah darah tertumpah

Kaum muslimin saat ini sangat membutuhkan orang-orang seperti Abdullah bin
Mubarak. Maka, berusahalah untuk meneladaninya. Semoga Allah merahmati Ibnul
Mubarak.
 [mrh/disadur dari 60 Biografi Ulama Salaf
karya Ahmad Farid
]