Reorientasi Gerak Sosial Muhammadiyah

Suara Muhammadiyah Edisi No. 18 – 2013

Saat ini timbul kritik dari pihak-pihak yang tidak paham kepada Muhamadiyah. Muhammadiyah mereka sebut sekedar sebagai gerakan amal usaha, bahkan ada pula yang menyebut amal usaha Muhammadiyah tidak ada bedanya dengan usaha bisnis kaum kapitalis. Menurut mereka, Muhammadiyah  telah terjerat dalam mata rantai industri keuntungan semata. 
Mereka yang nyinyir ini sangat suka menyorot Sekolah Muhammadiyah yang mematok bayaran “mahal“. Universitas yang uang kuliahnya selangit, serta Rumah Sakit-Rumah Sakit PKU Muhammadiyah yang katanya hanya bisa diakses oleh para pasien yang masuk kategori kelas ekonomi tinggi.
Tukang kritik nyinyir ini sekarang  juga suka membanding-bandingkan Muhammadiyah dengan beberapa lembaga amal lain yang lahir di akhir masa orde baru seperti Rumah Zakat Indonesia, Dompet Dhuafa, PKPU, dan lain sebagainya. Mereka menilai lembaga-lembaga baru itu jauh lebih lincah dan lebih peduli pada nasib kaum mustad’afin daripada Muhammadiyah sekarang. Lembaga-lemabaga baru ini mereka nilai jauh lebih Muhammadiyah daripada Muhammadiyah yang sekarang.
Dengan membaca dokumen-dokumen lama tentang Muhammadiyah sesungguhnya  mereka tahu bahwa Muhammadiyah pada masa awal telah membangun rumah sakit untuk orang miskin, dan rumah sakit ini nyaris bangkrut karena pemasukan dari donatur jauh lebih sedikit daripada pengeluaran yang harus ditanggung rumah Sakit Muhammadiyah. Walau masa itu para dokter yang membantu di Rumah Sakit Muhammadiyah banyak yang sukarela tanpa mempertimbangkan gaji yang bakal diterima, saat itu pengelola rumah sakit masih tetap saja kerepotan untuk membeli obat dan alat-alat kesehatan yang dibutuhkan. Walau neraca keungannya terus menerus minus, Muhammadiyah saat itu tetap mempertahankan Rumah Sakit tersebut, demi menyantguni kelompok miskin yang mebutuhkan pengobatan.
Demikian juga tentang sekolah-sekolah Muhmmadiyah masa awal. Daro banyak dokumen lama dan bahkan sebagian  telah dingkat dalam layar lebar “Lasykar Pelangi“ semua orang juga tahu kalau Sekolah Muhammadiyah masa lalu adalah sekolah rakyat yang sebenar nya. Semua orang dari lapisan masyarakat apapun berhak bergabung untuk dicerdaskan tanpa harus memusingkan besarnya uang sekolah. Urusan biaya operasional sekolah cukup menjadi kwajiban pengurus Muhammadiyah untuk memikirkan dan menyediakannya tanpa perlu merepotkan wali murid. Kenyataan ini diakui oleh Wakil Presiden Budiono yang lulusan Sekolah Rakyat Muhammadiyah di Bilitar. ”Guru-guru Muhammadiyah sangat ikhlas sekaligus  kompeten dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik,” katanya di depan peserta Tanwir Muhammadiyah di Gedung Asia Afrika Bandung tahun lalu. 
Benarkah Muhammadiyah sekarang seperti yang digambarkan para tukang kritik nyinyir itu? Tentu saja tidak. Muhammadiyah yang sekarang pada dasarnya masih tetap sebagai gerakan sosial yang sangat peduli pada kaum mustad’afin. Sekolah Muhanmnadiyah memang ada yang mahal namun kalau kita menghitung jumlah sekolah Muhammadiyah yang murah bahkan gratis jumlahnya jauh lebih banyak dari beberapa gelintir sekolah Muhammadiyah yang mereka sebut mahal itu. Bahkan di dalam sekolah Muhammadiyah yang mereka sebut mahal itu masih ada kursi-kursi murah yang disediakan untuk mereka yang kurang mampu. Bahkan di Fakultas paling mahal di Unversitas Muhammadiyah yang mereka sebut berbiaya selangit itu juag ada kursi-kursi gratis bagi yang memenuhi persyaratan. Rumah-Rumah Sakit Muhammadiyah juga banyak yang masih sigap dan peduli pada nasib orang yang membutuhkan melebihi pelayanan Rumah sakit negeri terhadap pasien pemegang jaminan kesehatan.
Jauh dari hingar bingar pemberitaan media, lasykar peduli Bencana Muhammadiyah selalu menjadi yang terdepan di setiap medan yang membutuhkan. Pada kasus konflik sosial di Sampang misalnya, Muhammadiyah mungkin satu-satunya lembaga sosial yang mendampingi dan menyantuni para pengungsi dan anak-anaknya di penampungan mereka di Sidoarjo. Meski sepi di koran dan pemberitaan media, Muhammadiyah masih selalu ramai di lapangan. Dalam hal ini mungkin Muhammadiyah berbeda dengan lembaga lain yang hanya ramai di Koran namun sepi di lapangan.
Sejak dari berdirinya hingga hari ini dan sampai kapanpun Muhammadiyah akan tetap istiqomah berjuang dalam ranah pembebasan, pemberdayaan, dan pemajuan umat manusia. Tentu saja apa yang dilakukan Muhammadiyah masih ada kekuarangannya. Misalnya perawat di ruah sakit Muhammadiyah yang kadang kurang ramah, petugas administrasi sekolah yang kadang kurang sensitif terhadap kemiskinan orang tua murid seingga terkesan kejam, dokter yang memperlakukan pasien agak seenaknya dan semacamnya.
Mungkin, Muhammadiyah perlu mempersegar langkah sosialnya. Misalnya dengan melakukan reorintasi. Utamanya menyangkut dua hal. Pertama, meningkatkan publiksi tentang prestasi sosial Muhammadiyah. Kedua meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Khususnya kepada masyarakat kurang mampu. Kalau perlu, ditambah dengan reorientas dalam bidang yang lain. (Bahan dan tulisan: sima)