PP Muhammadiyah Ajukan Gugatan Tentang UU Keormasan

 
BEKASI-KOTA_PDM: Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengajukan gugatan atas 25
pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
Kemasyarakatan (UU Ormas) yang dinilai merugikan.


“Dalam UU ini memang ada 90 pasal, hampir 25 pasal kita ‘judicial
review’, dan itu jantungnya. Jadi dengan pasal itu saja UU ini bisa
berhenti,” kata Ketua Tim Kuasa Hukum PP Muhammadiyah Syaiful Bakhri,
seusai menjalani sidang perdana Uji UU Ormas di Gedung MK, Jakarta,
Kamis (10/10/2013).



Sebanyak 25 pasal yang diajukan pengujian yakni pasal 1 angka 1, pasal
4, pasal 5, pasal 8, pasal 9, pasal 10, pasal 11, pasal 21, pasal 23,
pasal 24, pasal 25, pasal 30 ayat (2), pasal 33 ayat (1) dan (2), pasal
34 ayat (1) pasal 35, pasal 36, pasal 38. Pasal 40 ayat (1), ayat (2),
ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), pasal 57 ayat (2) dan ayat (3),
pasal 58, serta pasal 59 ayat (1) dan (3) huruf a UU Ormas.



Dalam alasan permohonan pengujian konstitusionalnya PP Muhammadiyah
menilai sejumlah pasal tersebut bertentangan dengan paragraf keempat
pembukaan UUD 1945 dikarenakan memberikan pembatasan hak asasi manusia
untuk berserikat dan berkumpul.



“Muhammadiyah merasa dirugikan, karena Muhammadiyah bukan ormas lagi,
tapi sudah naik pangkat, karena lahir sebelum republik ini berdiri yaitu
pada 1912 pada waktu kolonial Belanda dan gerakannya demokrasi bukan
ormas,” kata Syaiful.



Selain itu, kata dia, Muhammadiyah dalam perannya sebagai bagian sistem
sosial penguatan demokrasi akan terganggu karena harus mengikuti
perubahan anggaran dasar dan lain-lain.



“Undang-undang Ormas ini menggantikan undang-undang lama tetapi jauh
lebih represif. Undang-undang lama hanya 23 pasal, ini hampir 93 pasal.
Krn itu kita tdk menghendaki, Muhammadiyah nanti terganggu,” ucapnya.



Lebih jauh dia mengungkapkan bahwa pihaknya menginginkan seluruh
Undang-undang Ormas dibatalkan, namun upaya itu hanya bisa ditempuh
melalui uji formil. Sedangkan pengajuan uji formil harus disertai bukti
bahwa proses penyusunan undang-undang tersebut tidak benar atau cacat.



“Bisa uji formil kalau ada bukti misalnya prosesnya cacat seperti ada
pembagian uang kepada anggota dewan dan lain-lain, dan itu bisa
dibatalkan MK. Sedangkan pengujian beberapa pasal yang kami lakukan ini
namanya uji materiil, karena kami tidak mampu mencari data-data (bukti)
untuk mengajukan uji formil,” ujar dia.



Meskipun hanya mengajukan uji materiil, Syaiful menyatakan pengajuannya
tetap bisa membatalkan seluruh undang-undang, sebab pasal-pasal yang
digugat merupakan jantung dari undang-undang tersebut.***

Redaktur: Imran Nasution
Sumber  : Antara News

http://bekasi-kota.muhammadiyah.or.id