Meneladani Jiwa Pembalajar Nabi Ibrahim

“Hai orang-orang yang
beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis.” maka
lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu.” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu, dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. al-Mujadilah:
11).

 

Bagi
seorang muslim menuntut ilmu adalah suatu kewajiban. Islam mengajarkan kita
untuk menjadi pembelajar yang berkelanjutan. Hal ini dijelaskan dalam sebuah
hadist yang mengatakan bahwa setiap muslim itu wajib menuntut ilmu sejak
dilahirkan hingga ajal menjemputnya. Betapa pentingnya seorang muslim mengilmui
suatu ilmu karena memang ilmu ibarat cahaya dalam kegelapan. Ibarat manual
book
Ilmu akan memberikan petunjuk bagi kita dalam menjalani hidup di dunia
ini. Bahkan dalam konsep amal, ilmu menjadi unsur yang pokok, selain niat.
Amalan kita akan diterima jika didasari dengan niat dan ilmu yang benar. Amal
yang tidak didasari dengan niat yang benar hanya karena Allah maka akan
ditolak. Begitupun jika amal tidak berlandaskan ilmu yang benar maka
dikhawatirkan amalan itu tertolak karena tidak sesuai dengan tuntunan. Sehingga
dalam konteks ini upaya mencari ilmu menjadi hal yang sangat penting dan
urgensi mengingat setiap aktivitas kita sudah seharusnya berlandaskan ilmu yang
benar agar tidak salah dalam melangkah.
Berbicara
tentang menuntut ilmu ternyata tak semudah yang kita bayangkan. Namun juga
tidak sesulit yang kita takutkan. Ada hal yang menarik yang bisa kita teladani
dari sosok Nabi Ibrahim AS untuk menjadi seorang pembelajar yang baik.
Keingintahuan Besar dan Sikap
Kritis Seorang Ibrahim Muda
Dilahirkan
dari seorang bapak yang kafir kepada Allah menjadi hal yang cukup berat
dirasakan oleh Ibrahim muda. Semenjak kecil sang Ayah yang juga sebagai pembuat
berhala tentu tidak mengenalkan sang Anak dengan Allah sebagai tuhannya.  Sang ayah mengajari bahwa Tuhan mereka adalah
berhala. Ibrahim muda adalah seorang yang cerdas dan kritis menanggapi itu
semua. Ibrahim tak puas dengan apa yang diajarkan ayahnya. Ketidakpuasan
ditambah dengan sikap kritis itulah yang menyebabkan Ibrahim tergerak untuk
mencari, mencari, dan mencari Tuhan yang memang benar itu siapa. Petualangan
pencarian Tuhan pun berlangsung hingga Ibrahim mengira Tuhannya adalah bulan,
matahari, dan seterusnya. Sampai akhirnya dia mendapatkan bahwa Tuhannya adalah
dzat yang menciptakan dia dan seluruh alam semesta ini. Dari sinilah kita bisa
meneladani betapa besar keingintahuan dari seorang Ibrahim Muda dalam
memecahkan suatu tanda tanya dalam hidupnya. Dan yang juga perlu kita contoh
adalah semangat pencarian dari keingintahuan beliau. Keingintahuan yang besar
tak hanya berhenti pada pemikiran saja, namun juga terimplementasikan dalam
aksi nyata untuk mencari jawabannya. Semoga kita sebagai generasi pembelajar
bisa belajar dari ibrahim untuk kritis dalam menyikapi sesuatu dan rasa
keingintahuan yang besar pada suatu hal yang termanifestasikan dalam aksi
nyata.
Sabar dalam Mengilmui Suatu Hal
Nabi
Ibrahim adalah sosok nabi yang mempunyai kesabaran yang luar biasa. Masih ingat
betul disaat Nabi Ibrahim harus menanti untuk mendapatkan momongan, beliau
harus menunggu hingga usiannya sekitar 90 tahun. Penantian yang tak hanya
kosong dalam stagnasi usaha. Namun Nabi Ibrahim setiap waktu menyambut
penantian itu dengan doa-doa yang terus terpanjatkan kepada-Nya, selain
tentunya berusaha. Inilah arti sebuah kesabaran yang bisa kita teladani. Dalam
menginginkan suatu hal kita perlu bersabar dalam mencapainnya, termasuk dalam
proses mencari ilmu. Dalam mencari ilmu kita perlu sabar dalam menempuh proses
pembelajaran itu. Sabar dalam menghadapi segala godaan yang menghalangi dan
menjadi onak duri dihadapan kita. Sabar dalam menjaga semangat pembelajar
sehingga tetap istiqamah di jalan pencarian ilmu ini. Kemudian hal yang
terpenting juga adalah kita harus mengisi kesabaran kita dengan doa dan usaha
yang senantiasa saling beriringan.
Kesabaran
sangat penting bagi para pemburu ilmu. Al-Imam Ibnul
Madini meriwayatkan bahwa Asy-Sya’bi pernah ditanya : “Dari mana kamu mendapat
ilmu itu semua?” Beliau menjawab : “Dengan meniadakan penyadaran, menempuh
perjalanan ke berbagai negeri, dan kesabaran seperti sabarnya benda mati, dan
bergegas-gegas pagi-pagi seperti burung gagak”. (At-Tadzkiroh,
Adz Dzahabi). Menuntut ilmu bukan hal yang instant, kita belajar kita langsung
dapat ilmu yang kita inginkan. Bukan seperti itu, namun mencari ilmu adalah
proses yang panjang. Apalagi kita tahu bahwa mencari Ilmu itu sebuah masa yang
cukup panjang bagi kita, bayangkan saja kita sebagai seorang muslim diwajibkan
menuntut ilmu dari buaian hingga liang lahat. Menuntut ilmu bukan hanya dalam
konteks akademik apalagi hanya sebatas mengikuti anjuran pemerintah yakni
memenuhi tuntutan Wajib Belajar 12 Tahun. Menuntut ilmu bagi seorang muslim
adalah berkelanjutan dan tiada akhir. Sehingga tentu perlu kesabaran yang luar
biasa sebagai kekuatan dalam menjaga semangat berkelanjutan dalam menuntut
Ilmu. Dan dengan sabarlah ilmu kita akan bertahan dan dengan sabarlah ilmu akan
didekatkan dengan pencarinya.
Ikhlas dan Taat Menjalani Perintah
Ikhlas dalam melaksanakan ketaatan. Memiliki anak adalah
kebanggaan para orangtua. Begitu sayangnya, para orangtua akan berupaya
mati-matian menjaga keselamatan buah hatinya. Nabi Ibrahim AS setelah sekian
lama menunggu dianugerahi seorang anak, disaat anak itu sudah dewasa Allah
memerintahkan untuk menyembelihnya. Menyembelih anak sendiri sungguh sangatlah
sulit dilakukan walaupun hal tersebut atas perintah Allah SWT. Hanya orang yang
benar-benar ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT yang mampu
melaksanakannya. Nabi Ibrahim as adalah contoh kongkretnya. Berbeda halnya
dengan kita, kadang berkurban pun masih sempat-sempatnya ingin pamer ketaatan
kepada manusia.
Membuktikan ketaatan kepada Allah SWT, tak mungkin hanya
setengah-setengah atau alakadarnya. Haruslah totalitas dan kaffah menjalani perintah Allah itu. Banyak sekali firman Allah SWT
yang menyinggung masalah pengorbanan dalam pembuktian ketaatan. Misalnya Allah
SWT berfirman (yang artinya): Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak kalian,
anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, kaum keluarga
kalian, harta kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatiri
kerugiannya, dan tempat tinggal yang kalian sukai, adalah lebih kalian cintai
dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya. Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik.”
(QS at-Taubah [9]: 24). 
Ketaatan adalah salah satu modal utama bagi para pembelajar.
Sebagai pembelajar yang senantiasa haus akan ilmu kita perlu taat dalam
menjalani proses pencarian ilmu itu. Dalam kenyataannya, kita bisa menggunakan
konsep ketaatan ini saat kita diberikan perintah oleh guru kita. Seperti Nabi
Ibrahim saat diberikan perintah oleh Allah, kita tidak usah banyak tanya dan
banyak cakap. Kalau kita sudah percaya kepada Guru kita, segeralah melaksanakan
perintah itu.  Begitupun terhadap
perintah Allah lainnya, kita harus senantiasa menjalani perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya. Jangan sampai sebagai pembelajar kita justru sering bermaksiat
dan berbuat khilaf. Hal ini akan menjadi penghalang terhadap ilmu-ilmu untuk
sampai kepada kita.
Demikian jiwa pembelajar
yang diajarkan oleh Bapak dari Para Nabi yakni Nabi Ibrahim AS. Kritis terhadap
lingkungan kita dan memiliki keingintahuan yang besar sebagai langkah awal kita
dalam mencari ilmu. Kemudian mencari ilmu dengan penuh kesabaran dan tak kenal
lelah akan berbagai onak duri, selalu menjaga semangat berkelanjutan dalam jiwa
kita. Terakhir kita harus ikhlas dan taat dalam menjalani proses yang ada serta
tentunya jangan lupa kita niatkan bahwa menuntut ilmu adalah ibadah dan bentuk
rasa syukur kita kepada Allah. Kalau sudah seperti itu insya Allah ilmu akan
didekatkan kepada para pembelajar yang haus akan ilmu. Semoga kita termasuk
hamba-Nya yang senantiasa diberikan kekuatan untuk tetap istiqamah dalam
menapaki jalan pencarian ilmu. Dikuatkan untuk menahan lelahnya menuntut ilmu,
agar terhindari dari perihnya kebodohan.
Nuun Wal Qalami Wa Maa
Yasthuruun.
PHISCA ADITYA ROSYADY | @phisca_ditya
Santri PPSDMS Nurul Fikri
Regional III Putra Yogyakarta
Ketua Bidang Kajian Dakwah
Islam PC IPM Imogiri
Ketua Bidang Riset dan
Keilmuan PK IMM Al Khawarizmi UGM