Persoalan Seputar Qurban




Pembagian
Hewan Qurban
Ibadah
qurban selain bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt, dari dimensi
sosial juga untuk menyantuni kaum lemah. Oleh karena itu, daging qurban
hendaknya dibagikan kepada fakir miskin dan mereka yang membutuhkannya.
Sebagaimana dijelaskan di dalam al-Qur’an:
…فكلوا
منها واطعموا البائس الفقير {الحج: 28
Dengan
demikian, orang-orang yang berhak menerima daging qurban dapat dikelompokkan
menjadi 3 golongan, yaitu;
a) Orang yang sengsara lagi faqir  
b) Orang yang ditunjuk oleh shohibul qurban (baik yang minta-minta
maupun tidak minta-minta) ,dan
c) 
Shohibul qurban.
 Beberapa
Persoalan Seputar Qurban
1.
Kepanitiaan Dalam Pelaksanaan Qurban
Pada
prinsipnya, qurban itu hendaknya dilakukan sendiri oleh shohibul qurban, namun
jika tidak bisa atau ingin menyerahkan kepada orang lain, maka hal itu juga
dibenarkan. Namun demikian, jika melihat hadits-hadits Nabi saw tentang
pelaksanaan qurban, maka tidak dijumpai adanya kepanitiaan secara khusus. Berbeda
halnya dengan masalah zakat yang secara tegas disebutkan adanya panitia zakat
(Aamil Zakat) sebagaimana yang termaktub dalam surat at-Taubah ayat: 60.
Tetapi, dalam rangka efektifitas dan efesiensi pelaksanaan qurban, lembaga
kepanitiaan tersebut boleh saja diadakan. Hal ini dapat difahami dari hadits
Nabi saw sebagai berikut:
أن عليا ابن أبى
طالب أخبره أن نبى الله صلى الله عليه وسلم أمره أن يقوم على بدنه وأمره أن يقسم
بدنه كلها لحومها وجلودها وجلالها فى المساكين ولا يعطى فى جزارتها منها شيئا
“Sesungguhnya
Ali bin Abi Thalib ra menceritakan; bahwa Nabi saw memerintahkan agar ia
melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula agar ia membagikan semua
daging, kulit dan pakaiannya pada orang-orang miskin dan tidak memberikan
sedikitpun dari hewan qurban kepada penjagal (sebagai upah)”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
2.
Memberikan daging qurban kepada jagal sebagai upah
Panitia
dalam pelaksanaan qurban berbeda dengan aamil zakat. Oleh sebab itu, panitia
qurban tidak berhak (dilarang) mendapatkan bagian atau jatah dari hasil
sembelihan hewan qurban sebagai upah. Mereka boleh menerima daging qurban dalam
kapasitasnya sebagai mustahik, dan bukan sebagai upah. Dalam hadits Nabi saw
ditegaskan:
عن على بن أبى طالب
رضى الله عنه قال: أمرنى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقوم على بدنه وأن أقسم
لحومها وجلودها وجلالها على المساكين، ولا أعطي فى جزارتها شيئا منها
“Dari
Ali bin Abi Thalib ra. Ia berkata, “Rasulullah saw memerintahkan kepada saya
agar saya mengurus unta qurban beliau, membagikan dagingnya, kulitnya dan
barang-barang yang merupakan pakaian unta itu kepada orang-orang miskin, dan
saya tidak menerima upah sembelihan dari padanya.” (HR.Bukhari dan Muslim)
عن على رضى الله
عنه قال: أمرنى رسول الله صلى الله عليه وسلم أن أقوم على بدنه وأقسم جلودها
وجلالها وأمرنى أن لا أعطي الجزار منها شيئا وقال: نحن نعطيه من عندنا
“Dari
Ali ra berkata: Bahwa Rasulullah saw memerintahkan kepadaku agar membantu
(mengurus) hewan-hewan qurbannya dan membagikan keseluruhan daging, kulit dan
pakaiannya dan Nabi-pun memerintahkan agar saya tidak memberikan sedikitpun
(dari hewan qurban) dalam pekerjaan jagal. Ali berkata; kami memberi upah
kepada jagal dari harta kami sendiri”. (HR. Abu Dawud)
أن عليا ابن أبى
طالب أخبره أن نبى الله صلى الله عليه وسلم أمره أن يقوم على بدنه وأمره أن يقسم
بدنه
كلها لحومها وجلودها وجلالها فى المساكين ولا يعطى فى جزارتها منها شيئا
“Sesungguhnya
Ali bin Abi Thalib ra menceritakan; bahwa Nabi saw memerintahkan agar ia
melaksanakan qurban Nabi dan memerintahkan pula agar ia membagikan semua
daging, kulit dan pakaiannya pada orang-orang miskin dan tidak memberikan
sedikitpun dari hewan qurban kepada penjagal (sebagai upah)”. (HR. Bukhari dan
Muslim)
3.
Hukum Menyimpan daging qurban
 Menyimpan
daging qurban tidak dilarang, tetapi daging qurban yang disimpan itu tidak
boleh lebih dari sepertiganya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saw:
عن عائشة رضى الله
عنها قالت: ذف الناس من أهل البادية حضرة الأضحى فى زمان رسول الله صلى الله عليه
وسلم، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: ادخروا الثلث وتصدقوا بما بق
“Dari
Aisyah ra, ia berkata: “Pernah penduduk desa datang berduytun-duyun untuk
menghadiri qurban pada masa Rasulullah saw, lalu Rasulullah saw bersabda:
Simpanlah sepertiga dagiung itu dan sedeqahlah yang tertinggal.” (HR.Abu Dawud)
4.
Hukum Menjual Kulit Dan daging qurban
Meskipun
daging qurban itu boleh disimpan, tetapi shohibul qurban dilarang untuk menjual
kulit atau daging hewan qurban, atau menukarkan kulit qurban dengan daging.
Sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah saw:
قال سليمان بن موسى أخبرنى زبيد أن
أبا سعيد الخدرى أتى أهله فوجد قصعة من
قديد الأضحى فأبى أن يأكله فأتى قتادة بن
النعمان فأخبره أن النبى صلى الله عليه وسلم قام فقال: إنى كنت أمرتكم أن لا
تأكلوا الأضاحى فوق ثلاثة أيام لتسعكم وإنى أحله لكم فكلوا منه ماشئتم ولا تبيعوا
لحوم الهدي والأضاحي فكلوا وتصدقوا
واستمتعوا بجلودها ولا تبيعواها 
“Sulaiman
bin Musa berkata: Zaid telah bercerita kepadaku bahwa Abu Sa’id al Khudry ra
telah mendatangi keluarganya, kemudian ia mendapati semangkok besar dendeng
dari daging qurban dan ia tidak mau makan dendeng tersebut. Kemudian Abu Sa’id
al Khudry ra mendatangi Qatadah bin Nu’man, lalu ia menceritakan bahwa Nabi saw
bersabda: Sesungguhnya aku telah memerintahkan agar tidak makan (daging) hewan
qurban lebih dari tiga hari karena untuk mencukupimu, dan sekarang aku
menghalalkannya bagimu. Oleh karena itu, makanlah bagian dari qurban tersebut
sekehendakmu dan janganlah kamu menjual daging qurban. Makanlah olehmu,
sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulit-kulit hewan qurban tersebut dan janganlah
kamu menjualnya”. (HR. Ahmad)
Dari
hadits-hadits tersebut di atas sangat jelas bahwa bagi shohibul qurban dilarang
menjual atau menukar kulit qurban dengan daging atau lainnya. Namun demikian,
di kalangan ulama’ terjadi perbedaan pendapat dalam masalah ini, sebagai
berikut:
a.
Muhammad bin Abdurrahman As-Syafi’i: “Tidak boleh menjual apapun dari udhiyah
(binatang qurban) baik itu sebagai nazar atau sunnah, dan menurut kesepakatan
ulama’ tidak diperbolehkan pula menjual kulit qurban.
b.
 Imam an-Nakho’i, al-Auza’i dan imam Abu Hanifah berpendapat tentang
kebolehan menukar kulit binatang qurban dengan arudh (harta benda selain dirham
dan dinar), sebagai bagian dari al intifa’ (pemanfaatan yang disepakati
kebolehannya”.
c.
 Imam As Syaukani: “Haram hukumnya menjual daging atau kulit qurban, dan
Islam hanya memperbolehkan untuk memanfaatkan dengan cara dimakan, disedekahkan
serta menyimpannya.
d.
 Ar. Fakhruddin: “Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Ali bin Abi
Thalib menjelaskan tentang larangan mengambil sebagian dari hewan qurban untuk
biaya penyembelihan. Karena pengambilan sebagian dari hewan qurban hukumnya
sama dengan menjual, sebab upah yang diterima oleh penjagal menjadi haknya.
Sedangkan hadits yang melarang menjual kulit qurban dan adanya pemanfatan
seperti yang dikutif oleh imam As Syaukani dalam kitab Nailul Authar adalah
menjual kulit dengan maksud untuk upah atau hasil penjualan itu dikembalikan
kepada orang yang berqurban dan bukan untuk shodaqah. Mengingat hal tersebut,
maka persoalannya terletak pada tujuan penjualan kulit hewan qurban tersebut.
Oleh karena itu, jika tujuan penjualan kulit hewan qurban tersebut untuk
shadaqah agar lebih bermanfaat jika ditukarkan (dibelikan) kambing lain dan
juga disembelih untuk qurban dengan pertimbangan maslahah al mursalah (mencari
nilai yang lebih bermanfaat) tidaklah menjadi halangan. Demikian pula hasil
penjualannya digunakan untuk keperluan kegiatan agama seperti pembangunan
masjid dan untuk keperluan masjid lainnya”.
e.
Prof. Drs. Asjmuni Abdurrahman: “Pada prinsipnya, hendaknya mengenai kulit
tidak dijual tetapi dibagikan bersama dagingnya. Menurut Hanabilah, kulit
qurban boleh diganti atau ditukar dengan daging dan dibagikan lagi. Jadi kulit
itu ditukar dengan daging kambing atau hewan qurban yang lain, kemudian
dibagi”.
Dalam
hal larangan menjual kulit hewan qurban itu perlu difahami tentang “Ta’lilun
Nash”, artinya memahami nash al-Qur’an atau hadits dengan mendasarkan pada
illah yang terkandung di dalam nash. Dalam hadits Nabi yang mengatakan bahwa
shohibul qurban dilarang menjual kulit hewan qurban apabila hasil dari
penjualannya kembali kepada shohibul qurban. Tetapi apabila hasil penjualan
tersebut dibelikan hewan qurban dan dibagikan lagi, tidak dilarang.
5.
Berqurban Secara Patungan
Jika
yang dimaksud dengan berkurban secara patungan adalah membeli seekor domba atau
kambing secara bersama-sama untuk diqurbankan, maka hal ini tidak memenuhi
standar minimal dari jumlah hewan qurban yang ditentukan bagi seorang muslim.
Hal semacam ini dapat dikategorikan sebagai orang yang belum mampu dan baru
dianggap latihan berqurban. Namun jika tujuh orang mengumpulkan sejumlah uang
untuk membeli seekor unta atau sapi untuk disembelih sebagai hewan qurban, maka
hal ini telah memenuhi kreteria seperti yang dijelaskan oleh hadits Nabi saw:
عَنْ جَابِرِبْنِ
عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِاْلحُدَيْبَةَ اْلبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍٍ وَ الْبَقَرَةُ عَنْ
سَبْعَةٍ 
“Dari
Jabir bin Abdillah ia berkata:”Kami menyembelih hewan qurban bersama Rasulullah
SAW. di Hudaibiyah. Seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh
orang”.(HR. Muslim, abu Daud dan Ahmad).
عَنِ ابْنِ
عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صلّى الله عليه وسلّم فِى سَفَرٍ
فَحَضَرَ النَحْرُ فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَعِيْرِ عَنْ عَشْرَةٍ وَالْبَقَرِةِ
عَنْ سَبْعَةٍ
“Dari
Ibnu Abbas ia berkata:”Kami melakukan perjalanan bersama Rasulullah SAW.
kemudian hari Nahar (Idul Adha) tiba, maka kami bersama-sama melakukan qurban
sepuluh orang untuk seekor unta dan tujuh orang untuk seekor sapi”.(HR.
An-Nasai, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
6.
Benggabungkan Qurban Dengan Aqiqah
Menyatukan
qurban dengan aqiqah tidak diperbolehkan, karena masing-masing memiliki
ketentuan yang berbeda, baik waktu, jumlah dan maupun syaratnya. Dan tidak ada
nash al-Qur’an atau hadits Nabi saw yang menjelaskan tentang kebolehannya.
K.
Hal-hal yang tidak Semestinya Dilakukan oleh Shohibul Qurban
Berdasarkan
beberapa hadis yang berkaitan dengan shahibul qurban, ada beberapa hal yang
tidak boleh untuk dilakukan sejak masuk pada awal bulan Dzulhijjah, yaitu:
1.
     Memotong kuku , dan
2.
     Memotong rambut
عَنْ أُمِّ
سَلَمَةَ قَالَتْ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلعم قَالَ :إِذَا رَأَيْتُمْ الْهِلاَلَ
ذِى الْحِجَّةِ وَأَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ فَلْيُمْسِكْ عَنْ شَعْرِهِ
وَأَظْفَارِهِ
“Dari
Ummi Salamah ia berkata :Sungguh Rasulullah SAW. bersabda. “Apabila kamu telah
melihat bulan Dzulhijjah dan akan melakukan qurban, maka hendaklah tidak
mencukur rambut dan kukunya” (HR. Jama’ah kecuali al-Bukhari)
Hikmah
berqurban
1.
 Satu-satunya hikmah terbesar dari syari’at qurban adalah sebagai
realisasi ketaqwaan seseorang kepada Allah swt. Sebagaimana yang dijelaaskan
oleh Allah swt dalam surat al-Hajj ayat: 22
لن ينال الله
لحومها ولا دماؤها ولكن يناله التقوى منكم كذالك سخرها لكم لتكبروا الله على
ماهداكم وبشر المحسنين
2.
Ibadah qurban merupakan salah satu ibadah yang mendapatkan ganjaran pahala yang
sangat besar dari Allah swt, sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi saw:
ماعمل أدمى من عمل
يوم النحر أحب إلى الله من إهراق الدم, إنها لتأتى يوم القيامة بقرونها وأشعارها,
وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على ارض فيطيبوا بها نفسا
“Tidak
ada satupun perbuatan manusia pada hari raya Nahr yang lebih disukai oleh Allah
swt daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban). Sesungguhnya orang yang
berqurban itu akan datang pada hari kiamat dengan membawa tanduk, bulu dan kuku
binatang qurban itu (sebagai bukti). Sesungguhnya darah yang mengalir itu lebih
cepat sampainya kepada Allah daripada jatuhnya darah ke tanah. Maka berbuatlah
sebaik-baiknya dengan berqurban, dengan mensucikan diri (ikhlas)”.
(HR.Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim)
3.
  Menambah kecintaan kepada Allah swt, karena berqurban merupakan salah
satu amal shaleh yang dicntai oleh Allah swt.
4.
  Dengan berqurban berarti seseorang telah menunjukkan rasa syukurnya
kepada Allah swt yang telah melimpahkan karunia kepada-Nya.
5.
  Dengan berqurban berarti seseorang telah mampu berbuat baik kepada orang
lain, dalam bentuk membagi-bagikan daging qurban kepada mereka.
6.
Memperkokoh tali persaudaraan karena ibadah qurban melibatkan semua lapisan
masyarakat.
7.
 Menumbuhkan serta meningkatkan kesadaran beragama baik bagi orang yang
mampu maupun bagi orang yang kurang mampu.
8.
Secara sosial, syari’at qurban mengandung nilai pendidikan agar manusia dapat
menselaraskan egonya dengan berbagi bersama orang lain, dan lain sebagainya.
9.
    Dan lain sebagainya.

Oleh: Ruslan Fariadi, M.Ag
prmsindurejan.blogspot.com