Kesetaraan Gender Dalam Islam

Profesor Dr Mustafa al-Saba’i dalam kitabnya yang bertajuk ‘Al-Mar
atu baina al-Fiqh wa al-Qanun’ 
menjelaskan bahwa masa Peradaban Yunani
yang dianggap sebagai tahap peradaban yang boleh dibanggakan pada zaman itu,
wanita dikurung di dalam rumah, tidak diberi kesempatan untuk belajar dan
dihina serta dianggap sebagai pelayan yang najis. Wanita juga boleh dijual beli
seperti barang dagangan. Mereka tidak memiliki hak apa-apa dalam hidup selain
dari makan, minum, tempat tinggal dan pakaian. Pada puncak peradaban Yunani
wanita dijadikan sebagai alat pemuas nafsu lelaki, dengan model-model wanita
telanjang yang dapat merusak moral.
Begitu juga dalam Perundangan Romawi, nasib wanita sangat menyedihkan.
Ketika masa muda, remaja, wanita dikerangkeng di bawah kekuasaan penjaganya
atau walinya, apakah itu bapaknya atau datuknya sendiri. Kekuasaan seorang wali
tidak terbatas, dia boleh mengusir wanita dari rumah, atau menjualnya
tanpa satu undang-undang pun yang membela hak-hak mereka. Lebih lanjut Profesor
Dr Ali Abdul Wahid Wafi dalam kitabnya‘Al-Mar atu fi al-Islam menjelaskan
bahwa setelah menikah kepemilikan wanita berpindah kepada suaminya dan
terputuslah hubungan dengan keluarga asalnya.
Dalam kitab suci agama Yahudi ‘Thalmud’ disebutkan bahwa tidak boleh
seorang perempuan Yahudi mengadu kepada siapapun jika dia mendapatkan suaminya
melakukan hubungan seks dengan perempuan lain walaupun di dalam rumahnya
sendiri. Di dalam Kitab itu juga ditegaskan bahwa laki-laki Yahudi boleh melakukan
apa sahaja kepada isterinya, ia boleh menikmatinya sebagaimana dia menikmati
sepotong daging yang dibeli di pasar, apakah dia mau merendamnya, membakar atau
apa saja yang dia suka, bahkan melemparkannya. Di Inggris, pada tahun 1931
seorang suami telah menjual isterinya dengan harga 500 paun. Dalam majalah ‘Hadrat
al Islam’
terbitan tahun 1916 memuatkan kisah seorang Itali yang menjual
isterinya kepada seorang lelaki dengan bayaran secara cicilan.
Pada tahun 611 M sejak
dimulai masa Kerasulan Nabi Muhammad Saw, Islam telah melakukan reformasi
besar-besaran terhadap kedudukan wanita di depan hukum, dalam kehidupan sosial
kemasyarakatan, apalagi ajaran Islam telah mewajibkan kepada pemeluknya untuk
menghormati dan memuliakan ibu-bapaknya, dan suami wajib memberikan
perlindungan kepada isterinya serta mempergaulinya dengan cara yang makruf.
Jadi, menghadapkan perjuangan kesetaraan gender kepada Islam sangat
salah sasaran
, karena Islam sejak 14 abad yang silam telah menempatkan
wanita pada kedudukan yang terhormat dan bermartabat. Sangat berbeda dengan
perlakuan barat sampai hari ini yang telah mengeksploitasi wanita dengan cara
yang lebih halus lewat pengaburan nilai-nilai.

Buya Risman Muchtar 
Pengurus Majelis Tabligh PP Muhammadiyah