RAMADHAN : MOMENTUM MENGHENTIKAN BUDAYA KORUPSI

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah ummat Islam Indonesia telah memasuki bulan Ramadhan di tengah kondisi perekonomian yang tergolong lambat karena berbagai permasalahan yang salah satunya diakibatkan kebocoran uang Negara akibat digerogoti para korupwan/korupwati, Maraknya korupsi di Indonesia seakan sulit untuk diberantas dan telah menjadi budaya. Pada dasarnya, korupsi adalah suatu pelanggaran hukum yang kini telah menjadi suatu kebiasaan, Bahkan European Senior Executive menyatakan korupsi di Indonesia telah menjadi jalan hidup.
Berdasarkan data Transparency International Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Dalam Indeks Persepsi Korupsi tahun 2011, Indonesia menempati peringkat ke-100 dari 183 negara. Angka statistik korupsi ternyata tidak mengalami penurunan. Yang lebih memprihatinkan adalah bahwa saat ini wajah korupwan/korupwati semakin-lama semakin muda. Ini seolah mengindikasikan telah terjadi proses kaderisasi yang masif di kalangan para pelaku korupsi.
Islam sangat menentang keras tindak pidana korupsi. Dalam Alquran, pelaku korupsi identik dengan ghulul, yaitu merugikan orang lain karena khianat (QS Ali Imran [3] : 161). Praktik korupsi sudah dikenal pada masa Rasulullah SAW., yaitu Pertama, berupa korupsi harta rampasan perang (ghanimah) yakni berupa kasus korupsi mantel atau selimut oleh budak Kirkirah dan Mid’am, korupsi tali sepatu oleh seorang sahabat yang tidak diketahui identitasnya, dan korupsi manik-manik oleh seorang sahabat dari Bani Asyja’; Kedua, korupsi risywah yakni suap terhadap pejabat publik, yaitu kepada Abdullah ibn al-Lutbiyyah, petugas penarik zakat di daerah Bani Sulaim. Korupsi lainnya adalah berupa pengambilan kekayaan publik, pengambilan uang di luar gaji resmi, penggelapan (hasil) pekerjaan, dan penguasaan lahan/tanah secara tidak sah. Pelaku korupsi masuk dalam kategori perampok harta dan kekayaan Negara serta berkhianat terhadap saudara-saudaranya, karenanya pantas mendapatkan hukuman keras. Diriwayatkan oleh Ashabus Sunan, bahwa Rasulullah SAW menghukum pelaku korupsi dengan tidak mensholatkannya ketika yang besangkutan meninggal dunia.
Banyak kalangan yang merasa pesimis dengan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini, karena sistem yang ada sudah berkelindan bagaikan benang kusut. Akan tetapi jika kita telaah lebih jauh, sesungguhnya ada korelasi yang positif berkaitan dengan masuknya bulan Ramadhan dengan upaya penanggulangan tindak pidana korupsi.
Ramadhan adalah bulan dimana pintu-pintu neraka ditutup rapat, sedangkan pintu-pintu surga dibuka selebar-lebarnya, dan syaitan-syaitan dibelenggu. Sebagaimana sebuah riwayat, sahabat Arfah pernah berkata, “Suatu ketika aku berada di rumah Uthbah bin Farqad, kebetulan ia sedang membicarakan puasa Ramadhan, lalu masuklah seorang laki-laki, salah seorang sahabat Rasulullah SAW. Melihat laki-laki itu Uthbah menaruh hormat padanya dan diam. Tamu itupun menyampaikan hadits tentang Ramadhan, la berkata, ’Aku mendengar Rasulullah SAW. bersabda tentang Ramadhan, “Pada bulan itu pintu-pintu neraka ditutup, dibuka pintu-pintu surga dan dibelenggu syaitan-syaitan.” …. (HR Ahmad, dan An- Nasa’i).
Selain daripada itu. di bulan Ramadhan inilah, ummat Islam diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa sebagaimana disampaikan melalui firman Allah SWT :
Bulan Ramadhan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barang siapa diantara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah…” (QS. Al-Baqarah : 185)
Maksud dan tujuan menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan agar umat Islam menjadi pribadi yang bertaqwa, sebagaimana firman Allah SWT sebagai berikut :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa” (QS Al-Baqarah: 183).
Puasa bukan sekedar menahan dari lapar dan dahaga atau dari pembatal yang lain, namun lebih dari itu, seperti sabda Rasulullah SAW :
“Bukanlah puasa itu sekedar menahan dari makan dan minum”. [Shahih, HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al-Hakim]
Agar pahala tidak hilang sia-sia, maka orang yang sedang berpuasa harus dapat menjaga anggota badannya dari perbuatan-perbuatan dosa, menjaga lisannya dari kata dusta, kata keji, dan ucapan palsu, menjaga perutnya dari makanan dan minuman, serta menjaga kemaluannya dari tindak persetubuhan. Atas dasar inilah, maka puasa di bulan Ramadhan menemukan konteks yang tepat dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebab upaya tersebut tidak akan berhasil jika hanya mengandalkan lembaga yang sudah ada, misalnya : KPK, Kejaksaan ataupun Kepolisian saja. Langkah yang lebih penting sesungguhnya berawal dari pembentukan watak dan karakter individu-individu yang bertaqwa.
Di bulan Ramadhan inilah, dimana pintu neraka ditutup serapat-rapatnya, pintu sorga dibuka selebar-lebarnya, kemudian rombongan syaitan dalam keadaan dibelenggu, sudah sepantasnya dijadikan sebagai momentum untuk menghentikan proses kaderisasi para korupwan/korupwati serta menghilangkan budaya koruptif dari bumi Indonesia. Wallohua’lam bishowab.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Oleh :

Drs. Muhammad Afnan Hadikusumo
Anggota Dewan Perwakilan Daerah RI