Masjid dalam Perspektif Sejarah dan Hukum Islam

Masjid pada Masa Rasulullah

Pada masa Rasulullah, masjid memiliki peran yang sangat strategis, baik sewaktu beliau berada di Makkah maupun setelah beliau hijrah ke Madinah. Di Makkah, Masjid al-Haram dijadikannya sebagai tempat mensosialisikan (tabligh) wahyu secara terbuka, sehingga mengundang reaksi negatif yang sangat keras dari Musyrikin Quraisy, seperti dilempari batu atau kotoran unta sebagaimana yang menimpa Abdullah ibn Mas’ud, misalnya.

Demikian pula, sewaktu Nabi singgah di Quba dalam perjalanannya ke Yastrib, selama 4 hari beliau mendirikan masjid, yang kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Quba; masjid yang pertamakali dibangun oleh Rasulullah pada tahun ke-13 dari kenabiannya atau tahun ke-1 Hijrah (622 M.). Masjid Quba inilah merupakan tempat peribadatan ummat Islam pertama yang kemudian menjadi model atau pola dasar bagi ummat Islam dalam membangunmasjid-masjid di kemudian hari.

Masjid Quba, di samping, sebagai tempat peribadatan yang menjadi fungsi utamanya, juga sebagai tempat pendidikan dan pengajaran agama Islam. Untuk itu, Rasulullah menempatkan Muadz ibn Jabal sebagai imam sekaligus guru agama di Masjid Quba ini. Selain itu, Rasulullah sendiri kerap berkunjung ke mesjid ini, baik dengan mengendarai Unta ataupun berjalan kaki, dan menunaikan shalat 2 rakaat, konon disebutkan dalam suatu riwayat, kunjungan routin itu dilakukan Rasulullah pada setiap hari sabtu (H.R. Bukhari, Muslim dan al-Nasai).

Kemudian setibanya di Yastrib, langkah pertama yang dilakukan Rasulullah saw, adalah membangun masjid yang sangat sederhana, berukuran 35 x 30 m. dengan berlantaikan tanah, dinding terbuat dari tanah yang dikeringkan, tiangnya dari batang pohon kurma dan atapnya dari pelepah dan daunnya. Masjid ini kemudian dikenal dengan sebutan Masjid Nabawi. Di sebelah timur masjid, dibangun tempat tinggal Rasulullah yang tentunya lebih sederhana lagi dari masjid, dan di sebelah barat dibangun sebuah ruangan khusus untuk orang-orang miskin muhajirin, yang kemudian dikenal dengan julukan ahl al-shuffah.

Demikian sederhanannya mesjid di zaman Rasulullah namun justru pada kesederhanaannya itu, masjid menjadi sarat dengan fungsi dan banyak peran yang dapat dimainkan. Di masjid yang sederhana ini Rasulullah mulai menggalang kekuatan, mengkon-solidasikan ummat Islam dengan gerakan Muakhkhat (pemersatu, muhajirin dan anshar. Bermodalkan bangunan masjid kecil inilah, Rasulullah membangun dunia ini, sehingga kota kecil yang menjadi tempat beliau membangun ini benar-benar menjadi Madinah, yang arti harfiyahnya adalah “pusat peradaban, atau paling tidak, dari tempat tersebut lahirlah benih peradaban baru ummat manusia. Masjid lain yang dibangun pada masa Rasulullah, adalah masjid yang dikenal dengan sebutan Masjid Qiblatain. Masjid ini semula adalah milik Bani Salaman dari suku Khajraj, salah satu suku yang menyarankan Rasulullah untu berhijrah ke Madinah serta menjanjikan dukungannya. Dinamai Qiblatain (memiliki dua arah kiblat), karena di masjid inilah Rasulullah saw – sewaktu menunaikan shalat zhuhur — menerima wahyu (Q.S. al-Baqarah, 2:144) yang berisikan perintah untuk memindahkan kiblat shalat dari masjid al-Aqsha (utara) di Palestina ke Masjid al-Haram (selatan) di Makah.

Masjid lain yang sudah ada pada zaman Rasulullah, bahkan merupakan masjid tertua kedua setelah Masjid al-haram adalah masjid al-Aqsha yang terletak di Bait al-Maqdis atau al-Muqaddas (Yerusalem) dan termasuk salah satu dari tiga masjid yang memiliki keutamaan sendiri, setelah masjid al-Haram dan masjid Nabawi. Karena itu pula masjid al-Aqsa disebut pula al-Haram al-syarif (tanah haram yang mulia) atau juga al-Haram al-Quds (tanah haram yang suci). Bentuk asli bangunan, Masjid al-Aksa adalah berupa serambi kiblat, tidak memiliki ruangan luas di tengah, sebagaimana masjid pada umumnya.

Seperti disebutkan di atas, sebelum masjid al-Haram menjadi kiblat, sekitar 3 tahun, masjid al-Aqsha inilah berfungsi sebagai kiblat shalat ummat Islam. Namun karena, pada masa Rasulullah hidup, masjid al-Aqsha yang berada di Yerusalem itu dibawah kekuasaan kekaisaran Romawi, sehingga tidak banyak peran dan fungsinya dalam sejarah Islam di masa Rasulullah.