MUI Kecam Pembakaran Bendera Tauhid

Sangpencerah.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat suara mengenai kasus pembakaran dengan sengaja sebuah bendera yang bertuliskan kalimat “Laa Ilaaha Illa Allah”.

Menurut Ketua MUI KH Muhyiddin Junaidi, pihaknya mengutuk keras oknum yang melakukan pembakaran tersebut. Dia menyesalkan kasus ini terjadi di tengah suasana Hari Santri Nasional 2018.

“MUI dan umat Islam mengutuk keras pembakaran bendera tauhid oleh oknum Banser usai peringatan Hari Santri. Kami minta agar penegak hukum segera menangkap oknum tersebut dan diadili sesuai hukum yang berlaku,” kata Kiai Muhyiddin Junaidi saat dihubungi, Senin (22/10).

Dia juga meminta penegakan hukum yang dimaksud dapat berjalan seadil-adilnya. Dengan demikian, stabilitas sosial, keamanan, dan ketenteraman di tengah masyarakat bisa terjaga dengan baik.

Bagi Kiai Muhyiddin, pembakaran bendera tauhid mencerminkan perilaku yang tidak bermoral. Para pelakunya telah mempertontonkan suatu kebodohan yang justru merusak citra seluruh umat Islam di Tanah Air.

“Narasi Islam wasathiyah yang dipromosikan Indonesia menjadi bahan tertawaan dunia,” ujar sosok yang memimpin bidang hubungan luar negeri di MUI ini. “Kedewasaan umat Islam dan bangsa Indonesia sedang mengalami cobaan. Kepada semua pihak agar menahan diri dan mengedepankan hukum, serta menghindari penggunaan kekerasan,” sambungnya lagi.

Bagaimanapun, dia juga meminta fokus perhatian masyarakat tidak berkurang pada kasus-kasus lain yang tidak kalah besar. Misalnya, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). “Kasus pembakaran ini hendaknya disikapi secara proporsional karena masih ada banyak kasus lain yang tak kalah pentingnya untuk diselesaikan. Seperti korupsi Meikarta, kebocoran proyek infrastruktur, dan sebagainya,” ucapnya sembari menutup pembicaraan.

Seperti diketahui, media sosial hari ini ramai dengan tersebarnya video yang merekam pembakaran bendera tauhid. Kuat dugaan, para pelakunya menganggap bendera tersebut sebagai representasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), yakni suatu organisasi yang eksistensinya kini terlarang di Indonesia.