Pemuda Muhammadiyah Minta Kapolri Stop Stigma Terorisme

Dahnil Anzar Simanjuntak

Sangpencerah.id – Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak, mengkritisi langkah Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian yang dinilai memonopoli kebenaran terkait isu terorisme.

Menurutnya, tidak tepat jika orang yang bersimpati atau membela hak-hak hukum dan kemanusiaan disebut sebagai pendukung “teroris”.

“Siapapun manusianya membela hak-hak hukum mereka itu wajib,” ujarnya di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (17/07/2018).

Dahnil menyampaikan, narasi yang monolog berpotensi pada abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan).

Ia mencontohkan, bagaimana ada kasus Siyono yang sampai hari ini tidak diselesaikan. Dan Pemuda Muhammadiyah juga telah membuktikan bahwasanya Siyono meninggal bukan karena melakukan perlawanan, tetapi memang karena adanya tindakan kekerasan oleh aparatur kepolisian.

“Pak Tito jangan lupa loh, itu hasil autopsi dari tim dokter forensik Muhammadiyah dan Polda Jateng. Jadi ada fakta begitu,” ungkapnya.

Belum lagi, kata Dahnil, ada juga fakta-fakta salah tangkap, salah tembak, dan sebagainya.

“Lantas polisi enggak mau dikoreksi? Jadi menurut saya aparatur kepolisian, terutama Pak Tito berhenti begitu. Berhenti mengkreasi stigma terhadap mereka yang berusaha mencari keadilan sebagai orang-orang yang pro teroris. Itu berbahaya loh,” jelasnya.

Ia menegaskan, monolog seperti itu berbahaya sekali, seolah-olah kebenaran hanya ada di pihak aparatur kepolisian. Padahal ada fakta salah tangkap, fakta-fakta kekerasan, dan sebagainya.

“Masa polisi anti koreksi? Jadi saran saya, Pak Tito enggak boleh anti kritik. Dan itu semua karena kita sayang dengan polisi. Karena ada fakta yang manipulatif terkait dengan penanganan terorisme, politik, dan pilkada. Jadi saran saya jangan anti kritik,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan media online, Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian mengatakan, Polri akan menangkap orang yang terlibat aksi teror termasuk bagi mereka yang bersimpati kepada terorisme.

“Sehingga saya perintahkan agar untuk kasus bom Surabaya, siapapun yang terlibat, tangkap! Ideolog, inspirator, pelaku, pendukungnya, yang menyiapkan anggaran, menyembunyikan, menyiapkan bahan peledak, atau simpatisan yang terkait, menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018, maka ini yang bersimpati pun kepada mereka saat melakukan aksi itu, bagian dari kelompok mereka itu bisa kami pidana,” ujar Tito di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Senin (16/07/2018) kutip detik.com.

Kata Tito, Polri sudah mulai menerapkan UU Antiterorisme yang baru disahkan Mei lalu. Dia mengatakan dengan aturan baru ini, Polri dapat menindak jaringan terorisme untuk diperiksa sebelum mereka menjalankan aksi kekerasan.

“Kami gunakan undang-undang yang baru, Nomor 5 Tahun 2018. Kalau dulu, ada perencana atau baru membuat (baru bisa ditindak). Tapi sekarang itu sudah bisa kita proses, cukup menjadi anggota jaringan terorisme bisa kami tahan 200 hari dan kami akan lakukan itu,” terang Tito.(hidayatullah)