Hakim Vonis Bebas Ustadz Alfian Tanjung Soal Cuitan PKI

sangpencerah.id – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akhirnya membacakan vonis untuk kasus ujaran kebencian dengan terdakwa Ust. Alfian Tanjung yang pernah menjadi dosen UHAMKA itu dinyatakan bebas dari tuntutan.

“Mengadili bahwa perbuatan terdakwa terbukti (membuat cuitan), tapi bukan pidana. Terdakwa dibebaskan atas segala tuntutan hukum,” ucap Hakim Ketua Mahfudin dalam sidang di PN Jakarta Pusat, Rabu (30/5).

Massa pendukung Alfian langsung bersahutan merespons vonis bebas. “Allahu Akbar! Alhamdulillah..!” sahut beberapa pendukung.

Dalam kasus itu, Alfian Tanjung dilaporkan karena cuitan yang menyebut “PDIP yang 85 persen isinya kader PKI mengusung cagub antiIslam” di akun Twitternya @Alfiantmf dengan menyertakan #GanyangPKI pada sekitar tanggal 25 Januari 2017.

Alfian dituntut melanggar Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 a ayat 2 Undang-undang Nomor 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dengan tuntutan 3 tahun penjara.

Dalam persidangan, Alfian mendatangkan dua saksi meringankan yaitu Kivlan Zein dan Yusril Ihza Mahendra. Keduanya meminta hakim untuk membebaskan Alfian Tanjung dari segala tuduhan. Sementara saksi memberatkan adalah Sekjen PDIP Hasto Kristyanto yang tak terima disebut 85% kader PDIP adalah PKI.

Alfian mengaku cuitannya itu berasal dari kekhawatiran atas isu kebangkitan PKI di Indonesia yang disebutnya bukan isapan jempol. Alfian menyodorkan buku karya kader PDIP, Ribka Tjiptaning yang berjudul “Aku Bangga Jadi Anak PKI”, dan menyebut PDIP punya kerja sama dengan Partai Komunis China (PKC).

Namun hal itu dibantah Sekjen PDIP Hasto Kristyanto dalam persidangan. Hasto justru menyebut PDIP dirugikan karena cuitan Alfian bisa mempengaruhi suara parpol dalam menghadapi Pilkada serentak 2018.

Berdasarkan fakta selama persidangan, hakim menyatakan Alfian terbukti mengunggah kalimat yang dipermasalahkan ke media sosialnya. Hanya saja unggahan itu dianggap tidak melanggar hukum.

“Tulisannya tidak masuk dalam penghinaan. Menurut hakim tulisannya itu bentuknya peringatan ke masyarakat,” kata Mahfudin saat membacakan putusannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (30/5).
“Menurut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bahwa kalau dicermati kalimat tersebut maka memberikan peringatan atau warning terhadap masyarakat atas kedatangan komunisme ini,” sebut Dedi. (kmprn/sp)