A.R Fachruddin : Harus Berani Dikafir-kafirkan

AR Fachruddin

K.H. A.R Fachruddin (Ketua Umum Muhammadiyah periode 1971-1985)

MUHAMMADIYAH itu bukan agama, dan bukan mazhab. Muhammadiyah itu juga bukan aliran. Muhammadiyah hanyalah nama suatu perkumpulan. Yang menjadi warga Muhammadiyah adalah rakyat Indonesia yang merasa cocok dan menyetujui maksud dan tujuan Muhammadiyah. Karenanya dia haruslah seorang yang beragama Islam.

Apakah benar bahwa syahadat orang Muhammadiyah itu berbeda dengan syahadatnya orang-orang Islam lainnya? Ada orang yang menceriterakan bahwa syahadatnya orang Muhammadiyah itu ucapannya: Asyhadu alla ila-ha illallah, Maliki yaumiddin.

Ah, tidak benar. Tidak demikian. Syahadatnya orang Muhammadiyah adalah Asyhadu alla ila-ha illallah wa-asyhadu anna muhammadarrasulullah.

Bagaimana rukun lslamnya orang Muhammadiyah?

Rukun Islamnya orang Muhammadiyah adalah: (1) syahadat, (2) shalat, (3) zakat, (4) puasa di bulan Ramadan, dan (5) haji.

Bagaimana rukun imannya orang Muhammadiyah?

Rukun imannya orang Muhammadiyah juga ada enam. (1) Iman kepada Allah, (2) Iman kepada malaikat, (3) Iman kepada kitab-kilab Allah, (4) Iman kepada Nabi, Rasul utusan Allah, (5) Iman kepada hari qiyamat, dan (6) Iman kepada takdir.
Demikianlah, syahadat, rukun Islam dan rukun iman para anggota Muhammadiyah.

Siapa saja yang masuk menjadi anggota perkumpulan atau organisasi Muhammadiyah?

Ketika Kiai Haji Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, dengan ikhlas beliau berdoa kepada Allah semoga setidak-tidaknya semua suku bangsa Indonesia oleh Allah dikaruniai kegembiraan memasuki perkumpulan Muhammadiyah. Doa dan permohonan itu diucapkan Kiai Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah tahun 1330 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 18 November 1912 Masehi.

Apakah doa dan permohonan Kiai Dahlan dewasa ini sudah terkabulkan?

Kalau dikabulkan, ya belum dikabulkan Allah secara sepenuhnya. Tetapi alhamdulillah, sudah bernama Iumayanlah. Di semua provinsi di Indonesia di tahun 1992 ini sudah berdiri Pimpinan Muhammadiyah kecuali di kota Dilli, Timor Timur, yang secara resmi belum berdiri.

Pada tahun-tahun permulaan, Kiai Dahlan juga memohon kepada Allah mudah-mudahan warga Muhammadiyah dikaruniai keikhlasan hati, bersedia mengurbankan harta, tenaga dan pikiran bagi tegak dan syiarnya agama Islam.

Apakah keinginan yang demikian itu sudah terwujudkan?
Kalau dikabulkan secara sepenuhnya, kiranya juga belum. Tetapi dapat disaksikan, kenyataannya juga sudah lumayan. Di cabang-cabang yang anggotanya masih berjumlah dua puluh-tiga puluh orang sudah mampu mendirikan sekolah Taman Kanak-kanak Aisyiyah dan Sekolah Dasar Muhammadiyah. Malah ada yang sudah mampu mendirikan Madrasah Diniyah Muhammadiyah.

Malah ada Saudara yang belum menjadi anggota Muhammadiyah sudah dengan ikhlas mendirikan Rumah Sakit Muhammadiyah. Juga ada warga Muhammadiyah, yang karena dipercaya menjadi Pimpinan Muhammadiyah yang tidak memperoleh gaji, secara ikhlas lebih memilih keluar dari pekerjaannya yang bergaji Rp 250.000.

Ada warga Muhammadiyah, yang di zaman penjajahan Belanda menjadi raja di Gorontalo dengan mendapat tanah, kekuasaan dan gaji. Tetapi karena aktif memimpin dan menggerakkan Muhammadiyah, oleh Pemerintah Belanda diminta memilih. Menjadi pimpinan Muhammadiyah tanpa gaji, atau memilih tetap menjadi Raja Gorontalo. Yang bersangkutan ternyata lebih memilih menjadi pimpinan Muhammadiyah yang tanpa gaji tetapi dapat membela dan menegakkan agama Islam, agamanya Allah.

Malah ada saudara dari perkumpulan Nahdlatul Ulama di Sidoarjo, Jawa Timur, yang dengan ikhlas mendirikan gedung sekolah Muhammadiyah, mulai dari Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama hingga Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah.

Masih banyak lagi warga Muhammadiyah di Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, dan Pulau Jawa dan lain-lainnya bersedia mewakafkan dan mengamaljariyahkan untuk tempat-tempat amal-amal usaha Muhammadiyah. Masjid dan mushalla, sekolah dan perguruan tinggi, rumah sakit, rumah yatim dan lain-lainnya. Malah di tahun 1991, seorang warga Muhammadiyah di Medan, Sumatra Utara, yang tidak bersedia disebut-sebut namanya, dengan ikhlas mewakafkan tanahnya seluas kurang lebih 25 hektar untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah.

Jadi, alhamdulillah doa dan permohonan Kiai Haji Ahmad Dahlan sudah secara Iumayan dikabulkan oleh Allah, walau belum secara sempurna.

Apakah Bapak-bapak dan lbu-ibu berkeinginan masuk menjadi warga perkumpulan Muhammadiyah? Wah, jangan terburu-buru. Saya minta menyimak Muhammadiyah secara sungguh-sungguh dahulu. Menjadi orang Muhammadiyah harus berani dikafir-kafirkan. Berani diolok-olok. Bersedia diejek. Berani dikucilkan.

Menjadi orang Muhammadiyah harus sabar. Ada yang menyatakan orang Muhammadiyah itu bila kematian, seperti halnya tengah kematian kucing, tidak disurtanah, tidak melakukan peringatan 3 hari, 7 hari, 40 hari, 100 hari, 1000 hari atas hari kematiannya. Menjadi orang Muhammadiyah harus dengan hati dan sikap yang mantap. Tidak boleh setengah-setengah, ragu-ragu.

Menjadi orang Muhammadiyah harus dengan niat yang satu. Niat beribadah kepada Allah dengan ikhlas, mengikuti perintah-perintah Allah. Melaksanakan contoh-contoh yang diteladankan Nabi Muhammad Saw.

Menjadi orang Muhammadiyah harus mengikuti Imam Maliki, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali—berdasar pedoman, semuanya itu sesuai dengan tuntunan dan gerak langkah Nabi Muhammad Saw.

Apakah kalau sudah masuk Muhammadiyah tentu masuk surga? Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah, apakah seseorang akan masuk surga karena amal-amalnya? Rasulullah bersabda, “Tidak seorang pun dapat masuk surga karena amal perbuatannya. Saya sendiri juga tidak akan masuk surga karena amal perbuatanku. Kecuali bila mendapat keridhaan dari Allah.”
Orang Muhammadiyah dan siapa pun juga bila tidak mendapatkan ridha dari Allah, tidak bakal masuk surga. Karenanya, bila menjadi warga Muhammadiyah harus selalu berupaya mencari keridhaan Allah SWT, dengan cara:

1. Tauhidnya harus dimantapkan dengan sungguh-sungguh. Dalam menghayati dan mengamalkan surat Ikhlas, harus secara sungguh-sungguh. Allahu ahad, Allah itu Esa tanpa siapa-siapa. Allahu shamad, Allah menjadi pusat dan tempat segala permohonan. Lam yalid walam yuIad, tidak berputra dan tidak diputrakan. Walam yakun lahu kufuwan ahad. Tidak ada sesuatu pun dan siapa pun yang menyamainya.

2. Orang Muhammadiyah, ketika mengerjakan salat wajib, harus berusaha secara jamaah. Harus bisa berjamaah dengan siapa pun juga sesama orang Islam. Karena Rasulullah bila menjalankan salat fardhu hampir tidak pernah melakukannya secara sendirian. Bila menyaksikan seseorang melaksanakan salat fardhu secara sendirian, Rasulullah kemudian memerintahkan agar ada yang menjadi makmum.

3. Bila Saudara sudah menjadi warga Muhammadiyah—pria atau wanita—harus berakhlak karimah, berbudi pekerti yang luhur. Jangan sampai mempunyai sifat angkuh, memiliki rasa adigang-adigung kepada sesama. Apalagi kepada rakyat kecil, kepada mereka yang tengah tertimpa musibah, orang melarat, anak yatim.

Memamng berat menjadi warga Muhammadiyah dan Aisyiyah. Karenanya jangan terburu-buru masuk perkumpulan Muhammadiyah. Saya minta untuk berpikir dan merenungkannya dengan sungguh-sungguh terlebih dahulu.
Menjadi orang Muhammadiyah itu harus dengan niat yang ikhlas, beribadah dan mengharapkan keridhaan Allah. Perumpamaannya, legan golek momongan, nganggur golek gaweyan. Benar, sungguh-sungguh amat berat.
Sekali lagi, jangan terburu-buru masuk Muhammadiyah. Tetapi bila Saudara sudah masuk Muhammadiyah, seyogianya:

1. Dengan sungguh-sungguh mempelajari Al-Quran. Ya bacaannya, ya maknanya. Juga arti dan maksudnya. Mempelajarinya secara sendiri-sendiri, silakan. Tetapi kalau harus berguru, sebaiknya kepada mereka yang lebih memahami dan memahamkan.

2. Bersedia menghayati riwayat, tindak-tanduk Rasulullah Saw. Ya akhlaknya, ya segala tindak-tanduknya.

3. Bersedia mengajak kepada seluruh anggota keluarga-istri, anak-anak, sanak saudara dan para tetangga-dengan hati yang ikhlas, penuh kesabaran, lemah lembut dan dengan telaten.
Dengan selalu mengharapkan pertolongan dari Allah SWT, saya minta Saudara yakin. Insya Allah, Allah tentu akan memberikan pertolongan kepada siapa saja yang mendekat, mengharapkan dan yang selalu menyebarkan dan menegakkan agama Allah. []

(Artikel ini disunting oleh: Yusuf Maulana. Pernah dimuat dalam buku “Pesan dan Warisan Pak A.R.”, Soeparni S Adhy [ed.], 1995, Yogyakarta: PT BP Kedaulatan Rakyat, halaman 43-47)