People-Driven Kunci Negeri yang Berdikari

Oleh : Mega Saputra *)

Masyarakat sejahtera adalah cita-cita yang diimpikan setiap bangsa dan negara. Tatanan peradaban yang jauh dari kemiskinan merupakan tujuan esensial dari roda pemerintahan yang berjalan. Apapun definisinya, kemiskinan adalah persoalan yang membelenggu dan pemerintah memiliki amanah untuk membebaskan rakyatnya dari belenggu tersebut.

Pembangun haruslah kembali kepada nilai dasar (core value) dengan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab, yakni pembangunan berkeadilan sosial. Berkeadilan sosial bermakna bahwa kemajuan suatu negara harus merata dan kesejahteraan harus terdistribusi dengan adil.

Indonesia sebagai negara besar yang memiliki human capital potensial sangat berpeluang untuk terlahirnya tatanan sosial yang sejahtera. Jika masyarakat sadar akan kekuatannya sendiri, maka ini akan menjadi modal fundamental untuk membangun kesejahteraan bangsa.

Kesadaran rakyat tentang kekuatannya dalam menyongsong individu dan bangsa yang sejahtera inilah yang disebut sebagai people driven development. Kekuatan yang berangkat dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Salah satu potongan kalimat Bung Hatta dalam tulisannya yang berjudul “Arti Kedaulatan Rakyat bagi Pergerakan Sekarang “ telah mengingatkan kita : …. Negri ini hanya dapat maju kalau rakyat turut menimbang mana yang baik dan mana yang buruk bagi dia. Pendeknya, kalau rakyat tahu memerintah sendiri, tahu mempunyai kemauan dan melakukan kemauan itu dengan rasa tanggung jawab penuh.

Pasar bebas dan kemajuan teknologi tidak kunjung memberikan jalan bagi laju pertumbuhan dan perkembangan kesejahteraan masyarakat. Arogansi pasar kekinian justru menjadikan sebagian masyarakat termarginalkan dari kompetisi pasar yang maha kompetitif. Kekuatan pasar selalu dapat mendikte nasib dari suatu masyarakat.

Pemerintah sejatinya harus hadir untuk memastikan masyarakat mendapatkan perannya dalam perkembangan dan dinamika pasar. Fungsi proteksi pemerintah harus berjalan untuk melindungi potensi-potensi ekonomi lokal dan nasional. Industri kecil, seperti peralatan rumah tangga dan garmen tidak akan mampu melawan gempuran barang murah dari luar.

Memerintah adalah meneropong jauh ke depan mengantisipasi berbagai hal negatif yang merugikan. Pemerintah tidak hanya dapat bertindak reaksioner, tetapi harus antisipatif.

Investasi kemananusiaan dengan memupuk modal sosial dan potensi sumber daya masyarakat adalah agenda penting yang harus dikerjakan. Agenda ini dimaksudkan untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang hari ini banyak terperangkap dalam jeruji kemiskinan.

Dalam konteks memberdayakan masyarakat dalam strategi pembangunan dan pertumbuhan bukanlah sekadar skala prioritas. Prioritas tentulah penting namun urutan soal pembangunlah yang menjadi persoalan urgen.

Orde baru sejatinya tepat ketika memulai pembangunan dengan memerhatikan sektor pertanian. Pembangunan infrastruktur, terutama pembangunan jalan raya sebagai akses perekonomian yang dapat mendorong peningkatan ekonomi rakyat.

Semua agenda pembangunan seakan menjadi mantra yang menghipnotis masyarakat bahwa pemerintah sedang melakukan pembangunan. Padahal dalam praktiknya, kegiatan tersebut dibumbui oleh korupsi, KKN, dan koorporasi pasar yang licik.

Ilusi pembangunan itu kemudian dilanggengkan dengan kekuatan politik yang sentralistik. Peran masyarakat haruslah didorong dengan kehadiran birokrasi yang bersih, demokratis dan efektif. Reformasi tata kelola harus menghadirkan pola interaksi yang setara antara pemerintah dan anak bangsa, warga masyarakat yang terjalin dengan baik. Sehingga kita dapat mewujudkan kualitas pertumbuhan yang berlandaskan paradigma growth through equity, pertumbuhan melalui pemerataan.

Pembangunan berlandaskan people-driven juga haruslah berangkat dari kesadaran moral individu warga negara. Kesadaran moral seringkali disandingkan dengan kesadaran kritis yang mendorong manusia untuk membebaskan dirinya dari sistem kemiskinan yang menghegomoni.

Kesadaran moral bukan saja mendorong untuk terpenuhinya kebutuhan terendah, yaitu kebutuhan fisiologis. Kesadaran moral dan kritis harus terinternalisasi sebagai nafas dari aktifitas kerja dan akal manusia selama hidupnya. Sehingga kesadaran ini akan berbuah kepada aktualisasi diri dan potensi setiap warga untuk bangkit dari jurang kemiskinan.

Potensi ekonomi Indonesia sejatinya berada pada kegiatan ekonomi mikro yang berpihak pada ekonomi kerakyatan. Ketergantungan pada pengusaha konglomerat menjadi alasan lahirnya para pengangguran yang disebabkan keuangan perusahaan yang tidak stabil.

Perhatian pemerintah terhadap kearifan lokal dunia usaha juga tak kalah penting. Pertanian sebagai basis dari negeri yang kaya akan sumber daya alam ini penting ditempatkan sebagai sasaran investasi nasional. Pembangunan manusia petani Indonesia tentu memberikan konsuekensi makro, yaitu fokus pembangunan yang banyak tertuju pada produktivitas petani dan buruh perkebunan, perikanan, peternakan, kehutanan, agroindustri, serta seluruh sarana yang mendorong aktifitas pertanian.

Akhirnya, pembangunan tidaklah selamanya bermuara pada pengentasan kemiskinan. Akar masalah dari kemiskinan bukanlah sekadar perkara uang, melainkan peluang/akses individu masyarakat dalam menempatkan dirinya sebagai aktor dalam roda dinamika pasar. Pemerintah harus turut memastikan bahwa masyarakat harus memilki peluang yang sama dalam mendapatkan tanah, peluang mendapat kredit, dan pendidikan yang merupakan anak tangga untuk terbebas dari jeruji kemiskin.

Tuntasnya kemiskinan adalah manifestasi dari negeri yang berdikari. Negeri yang mengenal potensi bangsa sendiri tanpa selalu berdiri di atas janji-janji bangsa lain.

*) Pendamping Program Keluarga Harapan Kementerian Sosial, Ketua DPD IMM DKI Jakarta 

(dimuat di kolom republika)