Prestasi Menteri PKB Jeblok dan Terindikasi Suap, Mengapa Tidak Ngaca?

SangPencerah.id– Penolakan PKB atas kebijakan sekolah 8 jam sehari Senin-Jumat bermotif politik. Partai yang dipimpin Muhaimin Iskandar tersebut sebenarnya ingin menggoyang kursi Mendikbud Muhadjir Effendy.

Ini hanya wacana untuk menggoyang agar Mendikbud direshuffle,” jelas analis politik dari POINT Indonesia, Arif Nurul Imam, kepada Kantor Berita Politik RMOL (Rabu, 9/8).

Sebab, Arif menjelaskan, kekhawatiran pelaksanaan bagian dari kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) akan mematikan Madrasah Diniyah sudah dibantah. Bahkan dengan semakin banyak waktu siswa belajar, Madin akan lebih diuntungkan.

Berdasarkan penjelasan Mendikbud, bukan berarti belajar di kelas selama delapan jam, melainkan diisi dengan kegiatan lainnya. Tempat belajar juga tak hanya di bangku sekolah, tapi juga di lingkungan seperti masjid, gereja, museum, taman budaya, dan tempat-tempat lainnya.

Menurutnya, Presiden Jokowi harus mengingatkan Muhaimin untuk tidak terus merongrong kebijakan Kemendikbud tersebut. “Saya kira perlu diingatkan, karena PKB partai pendukung pemerintah,” ucapnya.

Dia menyarankan sebaiknya Muhaimin mengevaluasi kinerja anak buah yang duduk di Pemerintahan. Karena itu tidak heran kader-kader PKB yang menjadi menteri mendapat sorotan publik, termasuk soal transparansi dan akuntabilitas.

Seperti jual beli jabatan rektor yang diduga melibatkan Menristek Dikti Muhammad Nasir; Kemenpora yang dipimpin Imam Nahrawi mendapat predikat disclaimer dari BPK yang membuat Presiden marah; apalagi Mendes-PDTT Eko Putro Sandjojo ditengarai terkait dengan kasus suap ke BPK berkaitan pemberian opini WTP yang saat ini sedang ditangani KPK.

“Padahal PKB yang getol menolak kebijakan ini justru memiliki menteri yang kinerjanya jeblok,” tegasnya.(sp/red)

Sumber : rmol