Kader “EKSTERNAL” Muhammadiyah

Gedung PP Muhammadiyah

Oleh : Sulthon Arif Rakhman*)

Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan pernah berpesan kepada para warga dan kader Muhammadiyah, “jadilah dokter, jadilah guru, tapi kembalilah kepada Muhammadiyah”. menurut penulis, pesan ini bermakna bahwa Muhammadiyah membebaskan warganya pada umumnya, dan kader pada khususnya untuk menuntut ilmu dimanapun dan menjadi apapun asalkan kembali pada Muhammadiyah, kembali pada perjuangan dakwah amar ma’ruf nahi munkarnya Muhammadiyah. Dalam meneruskan perjuangan dakwahnya, Muhammadiyah senantiasa melakukan kegaiatan perkaderan untuk membentuk kader yang siap dalam menjawab tantangan Muhammadiyah dan Islam di masa yang akan datang. Kader disiapkan dengan pembekalan akidah yang murni, akhlaq yang terpuji, dan berbagai kompetensi melalui amal usaha dan organisasi otonomnya. Berbicara tentang perkaderan, khususnya yang dilakukan melalui organisasi otonom, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memiliki peran vital dalam pembentukan kader yang mumpuni dengan segala komptensinya. IMM yang kader dan anggotanya berisikan mahasiswa sebagai sosok-sosok pemuda intelaktual dituntut mampu membentuk pribadi akademisi yang mumpuni penuh kompetensi dalam rangka mewujudkan tujuan Muhammadiyah.

IMM sebagai organisasi pergerakan mahasiswa dibawah Muhammadiyah memiliki tantangan berat dalam melakukan perkaderan karena anggota dan kader IMM tak hanya ada di dalam rumah sendiri, kampus-kampus perguruan tinggi muhamadiyah (PTM), melainkan sudah tumbuh dan berkembang menyebar ke kampus non-PTM, baik swasta maupun negeri. Oleh sebab kondisi seperti inilah kemudian penulis akan mengenalkan istilah kader internal dan kader ekternal Muhammadiyah dalam lingkungan perguruan tinggi. kedua istilah kader ini mungkin akan dianggap dan terkesan mendikotomi kader muhammadiyah di lingkungan kampus. Akan tetapi, menurut pengalaman penulis yang menjalani masa kuliah di kampus non-PTM, Muhammadiyah dan khususnya IMM harus memperhatikan dan mulai menyusun strategi dalam melakukan perkaderan kepada anggota dan kadernya yang menjadi mahasiswa di perguruan tinggi di luar kampus Muhammadiyah.

Kader internal Muhammadiyah artinya kader yang mendapat perkaderan non formal di dalam lingkungan Muhammadiyah dalam hal ini berada di kampus PTM. Sementra itu, kader eksternal Muhammadiyah adalah kader yang berada di luar lingkungan muhammadiyah baik perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta. kader eksternal muncul akibat masuknya seorang kader muhammadiyah ke dalam lingkungan di luar Muhammadiyah (kampus non-PTM) ataupun kader Muhammadiyah yang terbentuk pada saat berada di luar lingkungan Muhammadiyah dan menjalani proses perkaderan non formal didalamnya.

Berbeda dengan kader internal, kader eksternal tak berada dalam lingkungan Muhammadiyah dalam proses perkaderan non formalnya. Perkaderan non-formal inilah yang menjadi tindak lanjut dalam mencapai keberhasilan perkaderan. Kader eksternal tak selalu mendapat penguatan idelogi Muhammadiyah di lingkungannya. Hal ini berbeda dengan kader internal yang hampir selalu mendapat penguatan ideologi Muhammadiyah baik secara kondisional maupun kultural di lingkungannya. Sebagai contoh, di dalam proses belajar mengajar di kampus, kader internal selalu diajarkan nilai-nilai muhammadiyah baik secara langsung melalui mata kuliah “kemuhammadiyahan” maupun secara tidak langsung melalui implementasinya dalam mata kuliah lain. Selain itu, secara struktural, PTM yang merupakan amal usaha Muhammadiyah pastinya akan senantiasa menjaga suasana muhammadiyah di lingkungan kampusnya sebagai salah satu strategi dalam upaya perkaderan secara non formal. Oleh karena itu, tak heran jika banyak kader internal muhammadiyah yang militan karena memiliki ideologi muhammadiyah yang kuat.

Kader eksternal Muhammadiyah memiliki keunikan tersendiri dalam proses pembentukannya dalam lingkungan yang dapat dikatakan heterogen karena berada di luar lingkungan khas Muhammadiyah. Kader eksternal yang sebelumnya berasal dari lingkungan Muhammadiyah baik karena pernah mengenyam pendidikan di sekolah Muhammadiyah maupun pernah aktif dalam ortom Muhammdiyah sesungguhnya memiliki potensi unggul yang tak kalah dengan kader internal untuk menjadi kader yang siap melanjutkan estafet perjuangan organisasi. Seorang kader IPM yang menjadi mahasiswa di perguruan tinggi negeri misalnya, mereka pasti memiliki prestasi akademik yang baik karena mampu bersaing dengan siswa-siswi lainnya se-Indonesia melalui jalur seleksi nasional yang diselenggarakan pemerintah maupun perguruan tinggi yang bersangkutan. Kemudian tantangannya adalah ketika kader ini masuk ke dalam lingkungan di luar Muhammadiyah yang bersifat heterogen. Secara kompetensi diri, kader ini akan mampu berkompetisi dengan yang lainnya dan bahkan cenderung akan meningkat kompetensinya. Akan tetapi, dengan lingkungannya yang heterogen, secara ideologi dan militansi kepada Muhammadiyah cenderung akan menurun bahkan habis tak berbekas. Oleh karena itu, perlu adanya strategi khusus dalam menjaga nilai-nilai ideologi muhammadiyah dan militansi kader eksternal ini terhadap Muhammdiyah sehingga tak ada lagi kader yang berbelok ke kelompok lain ataupun istilah Muhammadiyah krisis kader.

Kembali kepada pengertian kader sebagai sekelompok orang yang siap melanjutkan kepemimpinan organisasi serta pesan K.H. Ahmad Dahlan kepada kader Muhammadiyah untuk kembali kepada persyarikatan, perlu adanya upaya atau strategi perkaderan non-formal yang bertujuan untuk menjaga ideologi Muhammadiyah dan militansi kader ekternal kepada persyarikatan khsusunya mereka yang berada di lingkungan kampus non-PTM. Hal berikutnya akan muncul pertanyaan : bagaimana dan seperti apa perkaderan non-formal yang cocok dan dapat diterapkan di semua kampus non-PTM baik negeri mapun swasta?. Secara konseptual, mungkin akan sulit menemukan titik temu dalam perumusan bentuk konsep perkaderan non-formal yang cocok untuk diterapkan di semua kampus non-PTM karena masing-masing perguruan tinggi memiliki kultur yang unik yang tak dapat disamakan semuanya. Oleh karena itu, konsep perkaderan non-formal yang dilakukan di kampus non-PTM juga akan bersifat khas sesuai kultur lingkungan masing-masing kampus.

Berkaitan dengan security organisasi, kader harus tetap “dijaga” dan perkaderan harus tetap terjaga dan terlaksana dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun. Sehingga menurut penulis ada dua komponen selain IMM yang dapat menunjang berlangsungnya perkaderan non-formal dengan baik yang dapat menjamin “terjaganya” kader eksternal di semua kampus non-PTM. Pertama, tokoh/pimpinan muhammadiyah yang berada disekitar atau didalam lingkungan kampus. Tokoh/Pimpinan muhammadiyah ini harus memperhatikan dan peduli dengan kader eksternal muhammadiyah. Melalui pertemuan rutin, tokoh muhammadiyah dapat memberikan motivasi dalam penguatan ideologi dan militansi terhadap muhammadiyah yang seringkali berbenturan dengan berbagai gerakan lain di lingkungan heterogen kampusnya. Kedua, fasilitas dan wadah perkaderan non-formal berupa beasiswa dan asrama dari persyarikatan. Melalui pemberian beasiswa dan pengadaan asrama mahasiswa kepada kader eksternal Muhammadiyah akan meningkatkan rasa cinta kader kepada Muhammadiyah. selain itu, melalui program beasiswa dan asrama inilah kegiatan pembinaan dalam rangka penguatan ideologi Muhammadiyah dapat diwujudkan secara lebih efektif dan intensif. Dengan adanya dua komponen tersebut, insya Allah kader eksternal Muhammadiyah di kampus non-PTM akan tetap terjaga dan kembali kepada Muhammadiyah serta proses perkaderannya akan tetap berlangsung secara berkelanjutan.

*) Alumni DAM Semarang 2017, Aktif di IMM IPB dan Bogor