Sebulan Berlalu Polisi Belum Bisa Tangkap Pelaku Teror Terhadap Novel Baswedan

sangpencerah.id- Bulan April kemarin tepatnya Selasa, 11 April 2017 penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan mendapat serangan teror. Wajah Novel disiram air keras oleh seseorang setelah salat subuh berjamaah di masjid sekitar rumahnya di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Saat ini Novel Baswedan masih menjalani proses perawatan terhadap luka yang didapat dari aksi teror tersebut

Ketika itu ramai – ramai Publik meminta agar pihak Kepolisian segera mengusut tuntas pelaku penyiram air keras dan juga dalang dibalik kasus ini , bahkan Presiden Jokowi juga memerintahakan Polri segera mengungkap kasus ini.

Penyerangan ini adalah aksi teroris nyata terhadap kedaulatan negara dalam memberantas korupsi publik berharap sudah sepantasnya POLRI menggunakan Densus 88 anti teror untuk mengusut dalang dan pelaku aksi ini.

Apalagi selama ini POLRI sering mengklaim keberhasilan Densus 88 dalam meringkus jaringan terduga teroris di Indonesia tentu pekerjaan untuk memburu pelaku teror terhadap Novel Baswedan tidak terlalu sulit

Namun kurang lebih satu bulan berlalu belum ada tanda – tanda polisi menemukan titik terang siapa pelaku teror dan dalang teror kepada Novel Baswedan, polisi mengaku kesulitan untuk mengungkap kasus ini.

Tentu menjadi pertanyaan besar bagi publik ketika kasus teror yang secara nyata dan terang benderang mengancam kedaulatan negara dalam penegakan hukum mengapa POLRI seolah tak berdaya mengungkapnya secara cepat namun sebaliknya terhadap perkara yang melibatkan para ulama seperti Sekjen FUI yang diduga terkait makar, Habib Rizik yang diduga menghina Pancasila dan Bahtiar Nasir yang diduga melanggar UU Yayasan pihak kepolisian sangat cepat mengusut dan menetapkan status tersangka dengan alasan telah menemukan alat bukti yang cukup

Maka rakyat Indonesia menanti keseriusan POLRI dalam mengungkap tabir teror terhadap Novel Baswedan dalam waktu yang secepatnya, jangan kemudian kasus ini menguap begitu saja dan kemudian publik berasumsi bahwa kepolisian melakukan tebang pilih terhadap penegakan hukum di Indonesia. (ceo sp)