Hantu Islam Radikal dan Propaganda Video Kampanye Ahok

sangpencerah.id – Beredar video kampanye Ahok-Djarot di media social yang memancing amarah kalangan muslim, karena secara vulgar menampilkan situasi kerusuhan yang dilakukan oleh gerombolan orang-orang beratribut Islam sambil meneriakkan takbir. Kalangan muslim layak marah karena cuplikan video itu telah melakukan stigmatisasi bahwa kalangan muslim adalah biang rusuh, anti keragaman dan harus ditakuti.

Materi kampanye berbentuk video yang viral ini sebenarnya merupakan puncak dari pengemasan propaganda yang selama ini dilakukan oleh tim kampanye ahok-Djarot,dengan berupaya menciptakan suatu hantu hasil imajinasi mereka sendiri, bernama “Islam radikal”. Dengan hantu yang tidak nyata itu mereka mencoba menakut-nakuti warga Jakarta.

Mereka secara sengaja dan sistematis membentuk persepsi, memanipulasi alam pikiran atau pemahaman, warga Jakarta, tentang hantu hasil imajinasi mereka ini, agar public memberikan respon sesuai kehendak mereka. Ingatlah apa yang dikatakan Jozef Goebbels, Menteri Propaganda Nazi pada zaman Hitler, bahwa Sebarkan kebohongan berulang-ulang kepada publik. Sehingga kebohongan yang diulang-ulang itu, akan membuat publik menjadi percaya.

Betapapun kita tahu bahwa kunci kemenangan di DKI ini adalah suara umat Islam yang jumlahnya sekitar 85 persen dari total penduduk Jakarta. Hasil survei putaran kedua, kubu Ahok-Djarot kecewa karena suara umat islam siperkirakan banyak lari ke kubu Anies-Sandi. Ternyata status sebagai terdakwa kasus penistaan agama telah makin membuat sebagian besar umat Islam ogah memilihnya. Bahkan di beberapa masjid kampung pun atas inisiatif warga dibuat spanduk penolakan menshalatkan jenazah pendukung penista agama.

Mereka pun memutar otak tentang cara memecah suara islam ini. Maka diciptakanlah sebuah hantu bernama islam radikal, yang berbeda dari Islam yang umumnya di indonesia. Jadi kalangan islam yang tidak memilih Ahok-Djarot harus siap-siap disebut Islam radikal dan anti keragaman.

Mereka pun sibuk member ciri-cirinya hantu hasil imajinasi itu, yang diidentikan ke dalam beberapa kelompok yang dianggap Islam garis keras, seperti FPI, PKS, FUI, HTI, Wahabi, JI, pemuja Al-Qaidah dan ISIS. Mereka semua dikatakan hendak menegakkan Jakarta Bersyariah, menerapkan Syari’at Islam/ Qonun Jinayat (Hukum Pidana Islam) di Jakarta. Ngeriiii!

Adanya kesadaran politik umat Islam untuk memilih pemimpin berdasarkan ajaran agama dianggap anaman bagi mereka yang lebih menghendaki dasar-dasar sekulerisme dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu perlu dibuat langkah-langkah menghindarkan hal itu terjadi. Langkah mereka untuk menghidupkan hantu Islam radikal ke dalam kepala rakyat Jakarta pun tidak dilakukan dengan sembarangan, karena ternyata melibatkan banyak unsur negara. Adanya kriminalisasi terhadap beberapa ulama yang kerap kritis terhadap sepak terjang ahok, tidak bisa dilepaskan dari penciptaan hantu islam radikal ini. Berbagai cara dilakukan untuk menjerat mereka, dari tuduhan penyalahgunaan dana yayasan, chating sex, hingga makar. Tentu saja banyak kalangan yang mencurigai adanya upaya menstigmatisasi mereka yang kritis terhadap ahok sebagai orang jahat dan kriminal.

Begitu sistematis hingga seorang Presiden Jokowi sampai berani bilang dalam pidatonya di Sumatera Utara bahwa agama dan politik harus dipisahkan, karena akan menimbulkan ketidakharmonisan. Sebuah pernyataan gegabah, karena dalam sejarah, kemerdekaan negeri ini tidak terlepas dari perjuangan para tokoh agama dan ulama yang melawan penjajah atas dasar agama. Begitu besarnya peran Islam dalam perjuangan kemerdekaan itu, membuat seorang indonesianis, bernama M. Turner Kahin pernah mengungkapkan bahwa satu-satunya faktor pemersatu yang paling efektif dalam perjuangan nasional untuk kemerdekaan Indonesia adalah jaringan sentiment kolektif yang bersumber dari solidaritas umat Islam. Kita pun bingung, pernyataan presiden Jokowi yang lepas dari sejarah itu akibat kurang baca, atau keluar karena kepanikan atas nasib sahabatnya di pilkada DKI yang terancam tidak terpilih lagi.

Bahkan untuk menakut-nakuti rakyat terhadap hantu islam radikal itu, mereka tidak ragu melakukan cara fitnah. Setidaknya ada beberapa fitnah yang digarap, seperti menyebarkan kabar hoax tentang penandatanganan kontrak politik Jakarta bersyariah oleh Anies, yang kemudian disebar di media social melalui akun-akun buzzer mereka. Seakan tidak tahu malu, ketika tanda tangan di dalam kontrak itu ternyata benar-benar tidak sesuai dengan tanda tangan Anies sebenarnya, para buzzer itu tetap saja menyebarkan kabar hoax itu dengan membumbui pesan yang menakut-nakuti.

Di dunia nyata upaya menghidupkan hantu islam radikal juga dilakukan melalui pemasangan spanduk kampanye tentang program Jakarta Bersyariah yang menampilkan pasangan calon Anies-Sandi. Spanduk fitnah yang jumlahnya amat banyak itu terlihat terpasang di beberapa titik di jalan-jalan Jakarta.

Bagaikan satu koor suara, Ahok ketika ditanya media perihal maraknya isu Jakarta bersyariah, terkesan berupaya membenarkan adanya hantu menakutkan itu. Dengan pesan yang substansinya menakuti warga, Ahok berkata “Aku kira masyarakat juga (yang menilai). Kamu mau kalau nyolong potong tangan?” Kata Ahok ( sumber : Juki/sp )