Merubah Paradigma Sekolah Kader

Ust. Wahyudi Abdurrahim, Lc, M.M:

Sebelum menulis lebih lanjut, perhatikan data amal usaha Muhamadiyah berikut:

Data Amal Usaha Muhammadiyah

No Jenis Amal Usaha Jumlah
1 TK/TPQ 4.623
2 Sekolah Dasar (SD)/MI 2.604
3 Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs 1.772
4 Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA 1.143
5 Pondok Pesantren 67
 6 Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah 172
7 Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll 457
8 Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll. 318
9 Panti jompo * 54
10 Rehabilitasi Cacat * 82
11 Sekolah Luar Biasa (SLB) * 71
12 Masjid * 6.118
13 Musholla * 5.080
14 Tanah * 20.945.504   M²

 

 

Coba kita pilih yang bagian pendirikan saja. Perhatikan tabel berikut:

 

1 TK/TPQ 4.623
2 Sekolah Dasar (SD)/MI 2.604
3 Sekolah Menengah Pertama (SMP)/MTs 1.772
4 Sekolah Menengah Atas (SMA)/SMK/MA 1.143
5 Pondok Pesantren 67
 6 Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah 172

 

Jika dijumlahkan, maka amal usaha Muhammadiyah di bidang pendidikan berjumlah:9238

Ini merupakan prestasi yang luar biasa. Jika kita hitung jumlah siswa atau mahasiswa yang sekolah di sekolah Muhammadiyah, jumlahnya mencapai ratusan ribu. Artinya, setiap tahun, akan banyak ribuan siswa yang keluar dari sekolah menegah pertama, ribuan dari sekolah menengah atas dan ribuan dari perguruan Muhammadiyah.  Bisa jadi, setiap tahunnya tidak kurang dari 20 ribu pelajar dan mahasiswa dari sekolah dan universitas Muhammadiyah. Sungguh potensi yang sangat besar.

 

Pertanyaannya, dari ribuan siswa dan mahasiswa yang keluar dari sekolah Muhammadiyah, berapakah yang mengabdi di Muhammadiyah? berapakah yang menjadi kader Muhammadiyah? Berapakah yang mau berjuang bersama dengan Muhammadiyah?

 

Jika kita berandai-andai, 20 ribu saja siswa dan mahasiswa yang keluar dari sekolah Muhammadiyah, lalu kita ambil 50 persen saja yang menjadi kader Muhamamdiyah, bearti setiap tahun akan ada 10 ribu kader. Dalam rentang waktu 10 tahun, sudah ada 100 ribu kader Muhammadiyah. Apalagi sekolah Muhammadiyah banyak yang umurnya sudah lama, sudah lebih dari 10 tahun, itu artinya, kader persyarikatan saat ini sudah mencapai jutaan.

 

Pertanyaannya, apakah sudah demikian? Kenyataannya tidak.  Tidak banyak siswa atau mahasiswa yang mengenyam pendidikan di Muhammadiyah lantas menjadi kader Muhammadiyah. Bahkan banyak dari mereka yang tidak mengerti apa itu Muhammadiyah.

 

Dulu saya sekolah di Yogyakarta. Sedikit banyak saya tau tentang fenomena pergaulan sekolah-sekolah Muhammadiyah. Jangankan pemahaman keislaman, baca al-Quran pun, banyak dari mereka yang tidak bisa. Belum lagi jika kita sorot dari sisi pergaulan. Pacaran menjadi fenomena yang sangat lumrah. Jiwa kemuhammadiyahan dan keislaman sangat lemah. Memang tidak semua sekolah Muhammadiyah seperti yang saya lihat. Tapi kebanyakan seperti itu. Ini sangat memprihatinkan.

 

Di sini kita harus mempertanyakan kembali, untuk apa sebenarnya mendirikan sekolah dan universitas Muhammadiyah? Apakah hanya sekadar untuk mencari profit? Atau sekadar tuntutan untuk mendirikan amal usaha?

 

Bisa jadi, niatan awal adalah membuat amal usaha. Kemudian setelah besar, pindah orientasi yaitu profit. Jika sudah demikian, maka nilai kemuhammadiyahan dan keislaman menjadi ukuran nomor sekian. Tidak heran jika orang sekolah di Muhammadiyah, tapi nilai keislaman dan kemuhamadiyahannya sangat minim.

 

Semestinya paradigma berfikirnay dirubah. Mendirikan sekolah Muhammadiyah bukan hanya sekadar untuk amal usaha saja, namun bagian dari dakwah amar makruf dahi munkar dan sebagai bagian dari kaderisasi  Muhammadiyah.  Jadi, sekolah kader bukan hanya Muallimin Muhammadiyah dan Darul Arqam, tapi seluruh sekolah Muhammadiyah. Nilai kemuhammadiyahan dan keislamannnya harus kuat. Budi pekerti menjadi poin terdepan.

 

 

Tidak ada lagi cerita orang sekolah di Muhammadiyah tidak bisa membaca al-Quran. Tidak ada lagi cerita lulusan sekolah Muhammadiyah tidak mengerti dan mengetahui mengenai gerakan dakwah Muhammadiyah.  Sekolah di Muhammadiyah, bearti sekolah yang berkualitas, perhatian terhadap nilai akhlak, keislaman dan kemuhammadiyahan. Itu adalah ciri khas yang melekat pada sekolah Muhammadiyah.

 

Jika ini dapat direalisasikan, itu artinya Muhamadiyah akan memiliki kader militan yang jumlahnya ribuan setiap tahunnya. Jika ini terlaksana, maka infiltrasi gerakan lain ke Muhammadiyah dengan mudah dapat dihindari. Itu karena kader kita melimpah dan berkualitas tinggi. Jika orang sekolah di NU bisa menjadi kader NU, mengapa kita tidak bisa? Wallahu alam.