Ijtihad Tarjihi dan Insya’I di Muhamamdiyah

OLYMPUS DIGITAL CAMERA

Ust. Wahyudi Abdurrahim, Lc

 

Menurut Qaradhawi, ijtihad dibagi menajdi dua macam, pertama tarjihi dan kedua insya’i. ijtihad tarjihi adalah sebuah ijtihad terhadap suatu persoalan yang sudah dikaji oleh para ulama terdahulu. Tuga para mujtahid saat ini adalah melakukan tarjih dengan melihat pendapat terkuat.

Ijtihad insya’I adalah ijtihad terhadap persoalan baru yang belum pernah dikaji oleh ulama terdahulu. Di sini, para mujtahid berusaha mencarkan ketetapan hokum, atau mencari solusi alternative atas persoalan yang sedang dihadapi umat Islam saat ini.

Baik ijtihad tarjihi maupun insya’I sangat dibutuhkan masyarakat. Saat ini, dua model ijtihad ini umum dilakukan oleh para ulama kontemporer. Ijtihad madzhab, yaitu ijtihad yang dilakukan dengan terikat pada madzhab tertentu, saat ini mulai banyak ditinggalkan. Para ulama kontempoer dan juga lembaga-lembaga fatawa di seluruh dunia, umumnya melakukan ijtihad tarjihi, atau insya’i.

ijtihad tarjihi dan insya’I sudah menjadi fenomena global. Berbagai lembaga fatawa di banyak negara, dan juga fatawa para ulama kontemporer sudah jarang yang terikat oleh satu madzhab tertentu. Bahkan ada kecenderungan untuk melakukan “ijtihad jama’iy” secara internasional, seperti yang sering dilakukan oleh Lembaga Ulama Internasional (Al-Majma Al-Fiqhi Al-Islamiy) yang berada di bawah OKI. Contoh yang baru saja berakhir adalah ijtihad jamai untuk penyatuan kalender Hijriyah. Sekitar 200 ulama dunia berkumpul di Turki untuk melakukan ijtihad tarjihi terkait penyatuan kalender. Dikatakan tarjihi, karena persoalan penganggalan ini sudah banyak dikaji ulama terdahulu. Hanya sarana dan data yang diajukan para ulama sewaktu berkumpul di Istanbul terjadi pembaharuan. Para ulama tersebut melepas sekat-sekat madzhab dan melihat pada maslahat umat.

Pun demikian, lembaga fatawa dan para ulama kontemporer dituntut untuk selalu melakukan ijtihad baru mengingat banyak sekali persoalan umat yang belum pernah ada di masa lalu. Ijtihad insya’i sifatnya bukan sekadar memberikan fatawa halal haram, namun juga memberikan solusi alternatif atas persoalan umat.

Di Muhammadiyah, dua macam itihad ini sudah dilakukan sejak puluhan tahun lalu, tepatnya sejak berdirinya Majlis Tarjih 1927 atas dasar keputusan kongres Muhammadiyah ke- XVI. Terkait ijtihad tarjihi, Muhammadiyah mengakui seluruh madzhab Islam, namun tidak terikat dengan satu madzhab tertentu. Dalam suatu persoalan yang sudah dibahas oleh ulama terhadulu, Muhamadiyah melakukan ijtihad tarjihi dengan melihat pada kekuatan dalil. Hal ini persisi seperti pernyataan Imam Haramain dalam kitab al-Burhan menyatakan bahwa tarjih ini memang harus berlandasan pada kekuatan dalil.

Di sini, Muhammadiyah telah banyak menelurkan haril ijtihad tarjihi, seperti Himpunan Putusan Tarjih atau fatawa tarjih yang hingga saat ini telah mencapai 7 jilid. Persoalan-persoalan yang termuat di sana, umumnya merupakan persoalan tarjihi.

Muhammadiyah tidak hanya melakukan system tarjih, namun juga berijtihad atas persoalan baru yang belum pernah ada di masa lalu. Di antara contoh ijtihad insya’i Muhammadiyah antara lain adalah Fikih Anti korupsi, Fikih Air, Fikih Bencana, Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah, dan yang paling berani adalah Jihad Konstitusi Muhammadiyah.

Dalam hal ijtihad ini, Muhammadiyah memang luar biasa. Muhammadiyah dengan semangat Islam Berkemajuan tidak ketinggalan dengan para ulama internasional dalam menelurkan ijtihad dan sistem ijtihad. Yang dibutuhkan sekarang adalah sosialisasi hasil itihad Muhamamdiyah serta menguatkan Majelis Tarjih agar Ijtihad Muhamadiyah ke depan lebih progresif. Wallahu a’lam