Seruan Kader Senior KOKAM DIY, Ketua DPD IMM Jabar Dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Agar Semua Pihak Proporsional Dalam Menyikapi Tanjungbalai

SangPencerah.id– Menurut kader senior KOKAM DIY yang kini menjabat sebagai Sekretaris Eksekutif Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Ustadz Amirudin S.Ag, Senin (1/8), mengatakan kondisi seperti Tanjungbalai sebenarnya merupakan gambaran sebagian besar daerah di Indonesia.  Dimanapun tempatnya di Indonesia konflik semacam itu rawan dan bisa meledak sewaktu-waktu. Sebaiknya jangan melakukan provokasi-provokasi pada rakyat dengan penanganan yang salah sehingga justru membuat konflik sosial meluas.

” Banyak pihak menyayangkan  hanya karena hal sepele (menegur suara adzan) saja umat Islam tersulut, padahal harus dipahami  acapkali kebakaran besar itu hanya disebabkan oleh sepuntung rokok yang hampir mati ataupun hanya karena kabel yang terkelupas akhirnya membakar seluruh rumah bahkan kampung,” kata Ustadz Amirudin SAg.

Sementara itu, Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Barat Roby Rodliya, S.E.I kepada kru website sangpencerah.id, Senin (1/8), mengatakan tidak ada untungnya meneruskan konflik di Tanjungbalai. Semua pihak harus menahan diri dari konflik yang seharusnya bisa diselesaikan dengan dialog saling menghormati. Dan jika terjadi konflik kita serahkan penanganannya ke penegak hukum. Baik kepada pelaku keributan dengan muadzin ataupun terhadap pelaku pengrusakan tempat ibadah.

Terakhir statemen dari ayahanda ketua PP Muhammadiyah pun tak jauh berbeda dari dua tokoh angkatan muda Muhammadiyah di atas. Sebagaimana dikutip dari laman muhammadiyahor.id ustadz H. Dr. Haedar Nashir, Msi mengatakan tak seharusnya perusakan tempat ibadah dilakukan namun beliau juga menekankan bahwa semua pihak harus memahami posisinya masing-masing. Jangan melakukan upaya provokasi (menghardik muadzin) serta tebang pilih dalam hal penindakan pelaku perbuatan intoleran.

“Jika masyarakat sangat toleran kalau ada hiburan-hiburan musik dan pertunjukan lainnya, maka selayaknya tidak merasa terganggu dengan suara azan dan kegiatan yang diselenggarakan di masjid maupun pusat kegiatan ibadah lainnya”, kata Dr. Haedar Nashir.

Lebih lanjut, Ustadz H. Dr. Haedar Nashir, Msi mengatakan sikap saling menghargai dan toleran merupakan keniscayaan, “Jika hal itu diingkari akan menimbulkan disharmoni dan dapat memicu konflik”.

Beberapa waktu yang lalu, kasus pengrusakan 6 (enam) tempat ibadah di Tanjungbalai dimulai dari adanya seseorang warga keturunan yang komplain berujung keributan terhadap adzan yang dikumandangkan muadzin kala mengumandangkan adzan sholat melalui speaker masjid. Lalu pasca kejadian tersebut , rakyat bergerak memprotes pernyataan warga tersebut yang telah menyakiti hati umat Islam Tanjungbalai yang berujung pada pengrusakan rumah ibadah.

Apalagi masih belum lama isu pembakaran masjid di Tolikara maka sebaiknya pemerintah hati-hati dalam hal penindakan pelaku perbuatan intoleran di Tanjungbalai agar tidak menimbulkan sorotan tajam dari masyarakat Indonesia. Apalagi pelaku komplain yang berujung keributan dengan muadzin sejauh ini belum terdengar kelanjutan penangananan hukumnya. (sp/drj)