SangPencerah.com – Pondok Hajjah Nuriyah Shabran merupakan salah satu pondok perkaderan nasional Pimpinan Pusat Muhammadiyah, berada di bawah naungan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Selain menempuh pendidikan di pondok serta dibina menjadi kader ulama Muhammadiyah, mahasiswa pun belajar di Fakultas Agama Islam UM Surakarta untuk mengambil gelar keserjanaan.

Tenaga pengajar pun di pondok langsung didatangkan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk mengajar ideologi kemuhammadiyahan serta dosen  dari UMS dan Non UMS didatangkan, diharapkan para mahasantri atau mahasiswa menjadi kader yang bermanfaat bagi Persyarikatan, Umat, dan Bangsa. Mahasantri di Shabran merupakan mahasiswa yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia, merupakan kader terbaik dari utusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah se Indonesia.

Oleh karena itu, ketika lulus atau wisudah para kader siap untuk di kirim ke seluruh tempat yang dibutuhkan, menjadi ulama atau kader yang bisa memberi pencerahan dan manfaat bagi setiap manusia. Pengiriman tersebut salah satu satu syarat pengambilan Ijazah bagi  para mahasantri Shabran setelah mereka wisudah baik di pondok maupun di kampus. Pengabdian tersebut minimal satu tahun. Mereka di wajibkan mengabdi dan mengajarkan serta mengamalkan ilmu-ilmu yang mereka dapat. Para mahasiswa harus fokus pengabdian, meninggalkan orang-orang terdekat, serta menunda pendidikan selanjutkan, demi menjalankan tugas sucinya.

Sebagian para mahasantri setelah lulus ada yang mengabdi di kampung halamannya, serta ada yang dikirim ke Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, bahkan di pulau paling timur Indonesia yaitu Pulau Papua. Dua kader Muhammadiyah yang dikirim ke Pulau Papua atas rekomendasi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang semua transport dan akomodasi dibiayai Universitas Muhammadiyah Surakarta selama satu tahun.

Mereka adalah Arini Haq asal Ngawi utusan PWM Jawa Timur, dan Rachmat Hamzah asal Ogan Ilir (Indralaya) utusan PWM Sumatera Selatan. Walaupun sebelum berangkat mereka kerap di candain para teman se almamaternya tentang ngerihnya Pulau Papua, baik tentang sukunya, pakai koteka, tombak, panah, dan yang lainnya, tapi mereka keduanya siap menjalankan tugas suci sebagai seorang kader. Karena mereka berkeyakinan “kalau kita dijalan Allah (Kebenaran) Allah pasti bersama dan menolong kita.”

Panti Asuhan Abepura
Panti Asuhan Abepura

Papua sebuah Pulau terakhir yang resmi bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1963 sebuah bekas jajahan dari Belanda, dengan demikian tidak heran bila Pulau Papua dari segi pembangunan, pendidikan dan yang lainnya sedikit terlambat dari pulau-pulau lainnya yang ada di Indonesia. Papua sekarang tentu sangat berbeda dengan keadaan masa lalu, yang dikenal kolot, belum kenal pendidikan, primitif, tertinggal, tidak berbusana hanya memakai koteka, keras, kanibal ataupun hal buruk lainnya yang sering kita dengar atau kita ketahui lewat media cetak, elektronik ataupun dunia maya. Karena sebagian wilayahnya sudah maju dan modern.

Baik pemerintah maupun organisasi-organisasi keagamaan harus lebih memperhatikan Pulau ini, karena sumber daya alam yang dimiliki papua cukup berarti dan minim sumber daya manusia yang handal dalam mengelolahnya. Jangan sampai dicamplok oleh asing seperti PT. Freeport (1973-sekarang) dan yang lainnya.

Kegiatan Saat Musywil Muhammadiyah Papua
Kegiatan Saat Musywil Muhammadiyah Papua

Saat ini, kita berdua menjalankan tugas amanah dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah untuk melihat keadaan Pulau ini yang dibiayai oleh UM Surakarta selama satu tahun untuk mengabdikan ilmu, tempat yang dipilih adalah Kabupaten Keerom, berbatasan dengan Negara Papua Nugini. Kebanyakan orang-orang yang belum pernah ke Papua, pasti berpikir Papua merupakan provinsi yang menakutkan, sama seperti apa yang dibayangkan penulis. Banyaknya suku-suku primitif , adanya Organisasi Papua Merdeka (OPM), ataupun Penyakit Malaria, serta kekurangan kebutuhan lainnya. Semua itu pasti dirasakan oleh orang-orang yang belum pernah menginjakkan kakinya ke Pulau Papua. Perlu diketahui bahwa Papua yang dirasakan Penulis berbeda dengan berita yang menyebar. Karena hanya bagian-bagian wilayah saja yang belum mengenal peradaban.

Tempat penulis mengabdi berada di Kabupaten Keerom, sebelum berdiri sendiri sebagai kabupaten otonom, keerom pernah menjadi bagian dari kabupaten Jayapura, Keerom berbatasan dengan Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura (Utara), Kabupaten Pegunungan Bintang (Selatan), Kabupaten Jayapura (Barat), dan Negara Papua Nugini (timur). Kabupaten ini terbilang baru berdiri berdasarkan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002, tanggal 11 November 2002.

Perlu kita ketahui di pulau papua saat ini banyak para pendatang (penduduk transmigrasi) dari semua pulau di Indonesia terutama di Jayapura dan Keerom,  berdasarkan Wikipedia puncaknya antara tahun 1979 dan 1984, sekitar 535.000 keluarga (hampir 2,5 juta jiwa) pindah tempat tinggal melalui program transmigrasi pada masa Soeharto, terutama tersebar di pulau Papua. Pada tahun 1980-an program ini didanai oleh Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia serta negara-negara Barat yang memuji kebijakan anti-komunis Soeharto. Makanya jangan heran ketika berada di pulau Papua kita banyak menemukan orang-orang transmigrasi, sampai saat ini terus berkembang, ada yang melahirkan dan ada pendatang baru.

Disamping tujuan transmigrasi untuk mengentaskan kemiskinan dengan memberi lahan dan kesempatan baru bagi para pendatang, transmigrasi juga akan menguntungkan Indonesia dengan meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam di pulau-pulau yang kurang padat penduduk, program ini bertujuan untuk menyatukan seluruh bangsa dengan menciptakan identitas nasional Indonesia yang tunggal yang menggantikan identitas daerah. Bahwa tidak ada pemisahan “suku pribumi” dan pendatang di Indonesia, karena Indonesia adalah negara “suku pribumi yang dijalankan oleh pribumi untuk pribumi”.

Bersama murid-murid Papua yang luar biasa
Bersama murid-murid Papua yang luar biasa

Perkembangan Dakwah Islam di Papua

Islam adalah agama minoritas yang dipeluk oleh masyarakat asli Papua, Islam banyak dianut oleh kalangan pendatang (non Papua), di Papua penduduknya sangat beranekaragam, terbukti banyaknya penduduk berdatangan dari semua pulau di Indonesia kita temukan di Papua dari Sabang Sampai Merauke.

Beberapa bulan penulis menyusuri kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura serta sampai keperbatasan Negara Papua Nugini, melihat bahwa agama mayoritas agama yang dianut yaitu agama Kristen (protestan) dan katolik terutama yang dianut putra daerah (pribumi), tidak heran bila di Papua kita banyak menemukan bangunan Gereja-gereja baik ukuran kecil maupun besar, dan memelihat banyaknya hewan berupa Anjing dan Babi yang berkeliaran dan membaur bersama masyarakat. Bahkan tanggal 26 oktober, baik pemerintah maupun sekolah di Provinsi Papua diliburkan, dalam rangka memperingati hari Injil masuk Papua, walaupun tidak tanggal merah serta hari lainnya yang berkaitan dengan Agama Kristen.

Yang menakutkan bagi kita, masyarakat asli Papua masih memegang tradisi adat, yaitu denda 100 jutaan bahkan lebih dan bisa bersifat anarkis dan kesalahpahaman bila kita menabrak Anjing, Babi ataupun Manusia. Sepanjang perjalanan penulis di sepanjang jalan kita banyak melihat salib-salib yang menghiasi jalan, bahkan 500 meter kita sudah menemukan bangunan megah berupa gereja baik di pedesaan maupun di perkotaan. Diharapkan bagi umat Islam jangan khawatir dan takut ketika hendak pergi ke Papua, karena Umat Islam dan penduduk transmigrasi sudah banyak bertebaran di bumi Papua dan menganut Agama Islam.

Tempat penulis mengabdi di distrik Arso, Arso x khususnya, organisasi keagaamaan pun banyak sudah menyebarkan dan memberi pencerahan di wilayah ini, diantaranya Nahdatul Ulama’, Muhammadiyah, Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII), Al- Irsyad, Jama’ah Tabligh, dan Yayasan Pendidikan Islam (Yapis) yang di kelola oleh orang-orang Muhammadiyah dan Nahdatul Ulama’ dan ditambah masyarakat Transmigrasi.

Pantai Holtekamp Kota Jayapura..
Refresing di Pantai Holtekamp Kota Jayapura

Perkembangan Islam di arso x di bawah oleh para pendatang dari pulau Jawa dan Sulawesi, banyak didapati tradisi tahlilan, yasinan, peringatan orang meninggal tiga, tujuh hari dan seterusnya, kirim do’a kepada mayit, dan tradisi-tradisi lainnya yang sudah mengakar dan sulit dipisahkan.  Ajaran-ajaran yang berbeda atau menentang dengan tradisi ini sulit untuk di terima oleh kalangan masyarakat, seperti halnya Muhammadiyah, bagaimana perjuangan tokoh-tokoh muhammadiyah dalam membentuk jamaah Muhammadiyah, penuh resiko dan tantangan, dikucilkan dari masyarakat, dianggap Muhammadiyah adalah Agama baru dan sesat.

kegiatan Belajar Mengajar
kegiatan Belajar Mengajar

Berdirinya Panti Asuhan di Arso Sepuluh  sempat di cekam, tidak boleh berdiri, Papan Nama pun dibuang dan bangunan pun hendak mau di bakar. Waktu ke waktu mulai sampai saat ini Muhammadiyah mulai di terima, melihat cukup besar manfaatnya dengan berdirinya Panti Asuhan Muhammadiyah (2004) dan musholla (AMCF)  yang berfungsi merawat dan membina anak-anak yang terlantar dengan berbagai kisahnya, diantaranya Anak-anak dari keluarga miskin, yatim  dan piatu.

Perkembangan organisasi Muhammadiyah sampai saat ini di Kabupaten Keerom hanya memiliki dua amal usaha, Panti Asuhan di arso sepuluh dan TK Aisyiyah di Arso delapan, dan berdirinya PDM Keerom dan Cabang-cabang yang belum begitu aktif. Serta di dukung oleh dua Ortom yang mulai aktif dan terus bergerak yaitu Ikatan Pelajar Muhammadiyah dan Tapak Suci Putera Muhammadiyah, anggotanya diambil dari sekolah-sekolah negeri yang ada di distrik Arso. Tugas kita selama masa pengabdian di tanah Keerom Papua, membina pengajian bapak-bapak dan ibu-ibu, dan mendidik anak-anak panti asuhan Muhammadiyah di arso sepuluh, mengajar SMA, Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA), dan memenuhi panggilan masyarakat memberikan kajian rohani (pengajian).

Sampai saat ini perkembangan Islam di Kelurahan arso sepuluh  memiliki dua masjid besar yang digunakan untuk shalat jum’at, masjid umum dan masjid LDII, Mushola-mushola kecil di setiap jalur, serta ada tiga musholla  bantuan dari Asian Muslim Charity Foundation (AMCF). Berharap di bumi Papua yang majemuk ini Islam dapat diterima terkhusus oleh penduduk asli Papua dan Islam bisa berkembang pesat, supaya pulau di bagian timur Indonesia ini tetap menjadi bagian dari Indonesia  untuk selamanya. Makmur, aman, dan sentosa. Karena Islam adalah Agama Rahmatan lil A’lamin.

Diceritakan oleh :Rachmat Hamzah

Alumni Ponpes Darussalam PCM Seri Kembang, Ogan Ilir dan Pondok Hajjah Nuriyah Shabran FAI UM Surakarta. Dari TK hingga Sarjana menempuh pendidikan di Amal Usaha Muhammadiyah. Aktif di Lembaga Pers Islamika, IMM Sukoharjo serta HW UMS.