PCIM United Kingdom Gelar “Muhammadiyah International Forum Pertama”

SangPencerah.com – Persoalan lingkungan hidup sudah semakin kritis. Majelis Umum PBB telah menjadikan isu ini sebagai target pembangunan selama sepuluh tahun mendatang, dengan tema ‘pembangunan berkelanjutan’ (Sustainable Development Goals).

Pertanyaannya, bagaimana Islam memandang masalah ini? Jika melihat sekilas literature dan kajian Islam beberapa tahun terakhir, ada kecenderungan bahwa pertanyaan soal Islam, Lingkungan, dan “Pembangunan Berkelanjutan” belum mendapatkan banyak sorotan di kalangan cendekiawan Muslim.

PCI Muhammadiyah UK, bekerjasama dengan Perhimpunan Pelajar & Masyarakat Indonesia di Birmingham (PPI-MIB) serta Forum Pengajian Jumat Birmingham menggelar dialog publik untuk mendiskusikan masalah ini.

Kegiatan dialog bertajuk “Islam and Sustainable Development: Perspecives from Indonesian Muslim Society” yang juga merupakan Muhammadiyah International Forum Seri pertama tersebut digelar di Guild of Students’ Chambers Room, University of Birmingham , Februari 2016.

Kegiatan tersebut menghadirkan 3 orang pembicara, yaitu Dr. Afifi Fauzi Abbas (Anggota Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah 2010-2015),  Dr. Syahrul Hidayat (Research Fellow di University of Exeter, UK) dan Andy Octavian Latief (Kandidat PhD Fisika di University of Birmingham). Hadir pula Rianne Tenveen (Peneliti IFEES Birmingham) sebagai penanggap. Forum ini dimoderatori oleh Ahmad Rizky MU, Wakil Ketua PCI Muhammadiyah UK.

Dr Afifi menyampaikan bahwa Muhammadiyah sudah merumuskan Fiqh Air dan Fiqh Penanggulangan Bencana pada Munas Tarjih yang lalu. “Kita sadar bahwa lingkungan harus dijaga untuk masa depan. Agama harus punya peran untuk itu”, papar beliau.

Konsep Islam Berkemajuan yang ditawarkan oleh Muhammadiyah menyadari hal itu. “Karena lingkungan penting, maka konsepsi fiqh yang dianut tidak cukup hanya bersandarkan pada teks, tetapi juga pada maqashid dan perkembangan sains serta teknologi terbaru. Ini sebabnya pemahaman berbasis tarikh wal maqashid menjadi penting”, papar ahli hukum Islam di STAIN Bukittinggi ini.  

Menurut Dr Afifi, keberadaan Fiqh Lingkungan ini penting karena agama harus juga terlibat pada pemecahan masalah sosial. “Masalah air bersih, misalnya, adalah persoalan sehari-hari umat Islam. Untuk itulah Muhammadiyah merumuskan fiqh yang jadi panduan umat untuk mengelola air”, kata Dr Afifi yang lama berkiprah di Majelis Tarjih & Tajdid PP Muhammadiyah.

Hal senada juga disampaikan oleh Dr Syahrul dan Andy Octavian Latief. “Secara historis, Islam sudah memiliki beberapa konsep terkait pengelolaan lingkungan. Hanya saja, pelaksanaan dalam kebijakan tidak sepenuhnya mencerminkan hal itu”, papar Syahrul.

Sebagai contoh, negara-negara Timur Tengah yang sering diidentikkan dengan Islam justru tidak banyak mempraktikkan sustainability dalam pengelolaan air. “Hal serupa, ironisnya, juga banyak terjadi di daerah yang dipimpin oleh partai Islam”, lanjut Syahrul yang juga  Penasehat PCI Muhammadiyah UK. Syahrul menyatakan bahwa kebijakan dan regulasi yang relevan mesti dikembangkan.

Padahal, menurut Andy Octavian Latief, Nabi Muhammad dan ulama-ulama masa lampau sudah memberikan pedoman tentang sustainable development. “Nabi Muhammad sudah mengantisipasi, misalnya, soal krisis energi dan listrik dengan menyuruh kita mematikan api ketika ingin tidur”, cerita Andy yang banyak melakukan riset soal Fisika Teoretis ini.

Selain itu, lanjutnya, konsep usul fiqh juga menyuruh kita untuk tidak melakukan hal yang membahayakan bagi alam. “Laa Dharaar wa Laa Dhiraar. –tidak berbahaya dan tidak membahayakan. Ini prinsip sederhana kita untuk berinteraksi dengan lingkungan”, tambah Andy.

Rianne Tenveen dari IFEES menyambut baik gagasan yang diangkat. “Saya dulunya seorang Environmentalist sebelum mengenal Islam. Ketika membaca Al-Qur’an, saya terkejut karena ini seperti textbook untuk para Environmentalist, karena menganjurkan sangat banyak hal terkait lingkungan”, papar Rianne yang aktif di berbagai organisasi muslim di Inggris.

Menurut Rianne, tantangan dunia Islam saat ini adalah mengarusutamakan isu lingkungan. “Banyak negara berpenduduk muslim yang kaya, tapi agenda kebijakannya tidak banyak mendorong pengelolaan lingkungan yang baik. Ini tantangan bagi kita semua untuk mengarusutamakan isu lingkungan”, tambah Muslimah kelahiran Belanda ini.

Ia mengapresiasi beberapa gagasan di Indonesia seperti Ekopesantren di Indonesia. “Hal ini perlu dikembangkan di semua lapisan masyarakat, tak hanya di Indonesia tetapi juga seluruh dunia”, cerita Rianne tentang kunjungannya ke Indonesia beberapa waktu yang lalu.

Beberapa isu juga sempat didiskusikan ketika tanya jawab, terkait dengan masalah Islam dan Lingkungan, seperti reklamasi di beberapa daerah dan soal industri. “Tidak ada dalil yang spesifik tentang hal tersebut, namun ada beberapa prinsip dalam fiqh yang perlu dikembangkan. Ini tantangan ke depan”, kata Dr Afifi.

Diskusi yang digelar dalam dua Bahasa (Inggris dan Indonesia) ini dihadiri oleh puluhan mahasiswa dan warga Indonesia yang bermukim di Birmingham. Menariknya, ada beberapa warga lokal Birmingham juga yang hadir karena isu ini menarik bagi mereka.

Agenda Muhammadiyah International Forum ini akan digelar secara rutin untuk memperkenalkan Muhammadiyah kepada masyarakat internasional. PCI Muhammadiyah UK berkomitmen untuk memfasilitasi dialog antar-peradaban di Inggris. Saatnya kita perkenalkan Islam Indonesia pada dunia. (sp/mch)

Reporter : Zain Maulana