Muhammadiyah Sumbar Gelar Seminar Gerakan Sempalan dan Launching Pusat Studi Islam Kontemporer

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar mengadakan seminar nasional dan launcing Pusat Studi Islam Kontemporer (PSIKo) di Gedung Dakwah Muhammadiyah Sumbar Jalan Sawahan nomor 62 Padang, Jumat, (12/2/2016). Dengan tema “Dialektika pergerakan sempalan dan HAM dalam Islamic world view”

Seminar Nasional yang diikuti Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar, PWA, IMM dan IPM Sumbar ini menghadirkan narasumber Komisioner Komnas HAM RI Maneger Nasution, Ketua PWM Sumbar Dr. Drs. Shofwan Karim Elha,MA, Dosen Filsafat Agama Dr. Riki Saputra dan moderator, Nasrul A.

Komisioner Komnas HAM RI, Manager Nasution mengungkapkan LGBT tidak ada kaitannya dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Sekarang kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) berlindung dibalik pasal 16 DUHAM, yang tidak detail melegalkan perkawinan sejenis, yang sebetulnya UU perkawinan itu seyogyanya tunduk pada UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 dengan rigid menjelaskan perkawinan hanya bisa dilakukan laki-laki dengan perempuan bukan perempuan dengan perempuan maupun laki-laki dengan laki-laki.

“Perkawinan sejenis bukan tentang HAM, melainkan hanya sebuah sikap mental yang sakit saja,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumbar, Dr. Drs. Shofwan Karim Elha,MA mengatakan Muhammadiyah perlu menyikapi paradoks dan kontroversi fenomena gerakan sempalan yang marak sekarang ini, tidak usah heran persoalan HAM dan gerakan sempalan berjumlah 40 pasca Indonesia merdeka tahun 1980, sekarang jumlahnya sudah mencapai 200 kelompok dan kelompok sempalan ini mencapai 1500 di dunia.

Di Indonesia sejak tahun 1980-an, ada empat issue yang berkembang yakni demokrasi, lingkungan hidup tentang paru-paru dunia dan HAM dengan issue SARA serta konspirasi.
“Kita harus keras dalam hal ini menyikapi LGBT dan gerakan sempalan, karena LGBT adalah penyakit tidak ada kaitannya dengan HAM, begitu juga gerakan sempalan yang merusak aqidah umat,” ujarnya.

Kenapa pusat studi kontemporer perlu ada, karena kita memperdalam persoalan kontemporer karena kita memiliki 100 doktor di Sumbar, yang bisa diberdayakan untuk pembangunan Sumbar.

Menurutnya, gerakan sempalan dan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) ini terus berkembang hingga saat ini karena keawaman pelaku LGBT itu sendiri, maka warga Muhammadiyah berkewajiban untuk membina dan mengembalikan mereka ke fitrahnya.
“Jagalah keluarga kita dari gerakan sempalan dan LGBT dengan mendekatkan diri kepada AlahSWT, memperbanyak ibadah dan meningkatkan keimanan dan kataqwaan kepada AllahSWT,” pangkasnya.

Direktur Pusat studi Islam Kontemporel, Toni Markos mengatakan Lembaga ini hadir untuk mengkaji persoalan kontemporer yang marak berkembang dewasa ini di Indonesia seperti LGBT, gerakan sempalan dan issue lainnya. Lembaga ini membahas sekaligus memberikan pencerahan persoalan keumatan yang meresahkan yang berdampak sistemik. (Rahmat/sp)