Apakah Bersentuhan Dengan Istri Membatalkan Wudhu ?

Mengenai bersentuhan suami istri, pakah ia dapat membatalkan wudhu atau tidak, terjadi Terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama:
Madzhab Syafiiyah: Batal wudhunya karena istri bukan muhrim, meskipun antara mereka berdua melakukan sentuhan dengan tanpa syahwat. Dalilnya adalah firman Allah berikut:
وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih) (QS. Al-Maidah: 6)
Menurut imam syafii, kata لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ adalah bersentuhan antara kulit laki-laki dan perempuan bukan muhrim meski tanpa jimak.
Istidlalnya sebagai berikut:
Pada permulaan ayat, Allah swt menyebutkan mengenai mandi jinabah. Kemudian bersentuhan dengan perempuan diathafkan ke al-ghaith (berak) dengan huruf athaf أَوْ. Dari sini bisa dipahami bahwa menyentuh perempuan termasuk hadas kecil seperti orang melakukan berak. Ini berbeda dengan jinabah yang diharuskan mandi besar. Jadi yang dimaksudkan لَامَسْتُمُ  di sini adalah menyentuh dengan tangan dan bukan bermakna jimak.
Secara bahasa, لامس maknanya adalah لمس yaitu menyentuh. Pernyataan ini dikuatkan dengan qiraat lain yang menggunakan kata لمس dan bukan لامس. Semua itu, maknanya adalah sentuhan antara dua kulit. Stetemen ini juga dikuatkan dengan firman Allah
فَلَمَسُوهُ بِأَيْدِيهِمْ) الأنعام/7
Mereka juga menggunakan dalil hadis yang diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa dia berkata, Seorang laki-laki yang mencium istrinya dan menyentuh tubuhnya dengan tangannya merupakan bagian dari الملامسة (saling bersentuhan). Barangsiapa yang mencium istrinya atau menyentuh kulitnya maka hendaknya ia berwudhu kembali. (HR Malik dalam kitab al-Muwatha)
Dalam kitab Hasyiyatu al-Baijuri dikatakan, “Ketahuilah bahwa bersentuhan dapat membatalkan wudhu jika terpenuhi 5 perkara, 1) bersentuhan dengan lawan jenis. 2) harus bersentuhan dengan kulit, bukan dengan rambut, kuku atau gigi 3) tanpa adanya penghalang, 4) sampai batas-batas dimana sentuhan dapat menimbulkan syahwat, 5) dengan orang yang bukan muhrim
Menurut madzhab Hanafiyah, bersentuhan dengan perempuan sekali tidak membatalkan wudhu secara mutlak, baik denganistri, maupun perempuan lain yang bukan muhrim.  Baik bersentuhan dengan syahwat maupun tidak.
Imam Syarkasyi dari kalangan madzhab Hanafiyah mengatakan, “Bagi yang mencium istrinya atau menyentuh kulitnya, baik dengan syahwat atau tidak, ia tidak diwajibkan berwudhu. (Kitab al-Mabsuuth jilid 1 hal 121).
Dalil yang dijadikan sebagai pegangan sebagai berikut:
Hukum asal adalah suci. Artinya seseorang yang telah berwudhu tidak serta merta dapat batal kecuali jika ada dalil sharih yang shahih.
Banyak terdapat dalil dari hadis Nabi Muhammad saw bahwa Nabi Muhammad saw mencium Aisyah dan beliau tidak berwudhu kembali. Di antaranya hadis berikut:
(كُنْتُ أَنَامُ بَيْنَ يَدَيْ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَرِجْلاَيَ فِي قِبْلَتِهِ، فَإِذَا سَجَدَ غَمَزَنِي) متفق عليه.
Artinya: Suatu kali aku tertidur di depan Rasulullah sementara kakiku berada di kiblatnya Rasul (maksudnya di hadapan Rasul). Jika Rasul sujud, beliau menggeser kakiku.
Dalam hadis lain Aisyah juga pernah berkata:
فَقَدْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً مِنَ الْفِرَاشِ فَالْتَمَسْتُهُ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَى بَطْنِ قَدَمَيْهِ
Artinya: Suatu kali aku tidak mendapati Rasulullah saw di kasur. Lalu aku mencarinya (dengan merabakan tanganku), lalu tanganku menyentuh dua telapak kaki Rasulullah saw. (HR. Muslim)
Makna للمس dalam ayat di atas maksudnya adalah jimak. Ini sesuai dengan makna di ayat lain yang menceritakan tentang Sayidah Maryam:
وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ
Artinya: Seseorang belum pernah ada yang menyentuhku. (QS. Ali Imran: 47)1
Maksudnya menyentuh di sini adalah berjimak. Pendapat ini juga dikuatkan dengan pendapat para sahabat di antaranya adalah Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas dan Ibnu Umar.
Malikiyah dan Hanabalah mencoba untuk mengkompromikan dua pendapat di atas dengan mengatakan bahwa bersentuhan dengan lawan jenis yang membatalkan wudhu adalah yang dilakukan dengan syahwat. Jika bersentuhan bukan dengan syahwat, seperti dalam cerita Sayidah Aisyah di atas, maka ia tidak membatalakan wudhu. Wallahu a’lam

Diasuh oleh: Ust.Wahyudi Abdurrahim,Lc
Alumni Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta
Ma’had Bu’uts Al-Azhar Kairo (2001); 
SI Fakultas Ushuluddin Jurusan Aqidah dan Filsafat Universitas Al-Azhar Kairo; 
S2 di Ma’had Ali Lidirasah Islamiyah Kairo (2011).
mantan ketua PCI Muhammadiyah Cairo