Pemikiran Kaum Muda Muhammadiyah (JIMM) Diapresiasi Peneliti Asing

KEGIATAN Tadarus Pemikiran Kaum Muda Muhammadiyah hasil kerjasama Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) yang berlangsung akhir pekan lalu (17-19/7) mendapat apresiasi khusus dari dua peneliti asing, yaitu Prof Dr Mitsuo Nakamura, profesor emeritus dari Chiba University, Jepang, dan Dr Azhar Ibrahim Alwee, visiting fellow pada Department of Malay Studies, National University of Singapore (NUS).
      Bahkan, karena penasaran dengan acara ini, Azhar sampai merelakan waktunya untuk berkunjung ke Malang agar bisa terlibat aktif sebagai peserta penuh pada kegiatan yang berlangsung selama tiga hari di kampus UMM ini. “Semula saya agak ragu datang ke acara ini, karena saya bukan Muhammadiyah, khawatir dianggap berbeda. Tapi ternyata, para aktivis JIMM ini sangat akrab dan bersahaja, sama sekali tidak tampak keangkuhan intelektual dalam diri mereka,” tuturnya saat ditemui selepas acara.
      Azhar menandaskan, mungkin saja pihak luar memandang bahwa label intelektual yang melekat pada JIMM sebagai kebutuhan akan pengakuan, namun saat datang langsung ke acara ini, hal itu tidak tampak. “Pada diri JIMM, saya melihat intelektualisme sebagai wujud dari tanggung jawab sosial, bukan sebagai jubah narsistik. Mereka tidak ingin menjadi selebriti intelektual,” terangnya.
      Tanggung jawab sosial itu, kata Azhar, tampak jelas pada isu-isu yang diangkat oleh JIMM, yaitu tentang keberpihakan, kemiskinan, serta ketertindasan. “Apapun perspektif yang diangkat oleh aktivis JIMM, dan bagaimanapun model pemikirannya, tujuan utamanya selalu sama, yaitu memihak kaum yang terpinggirkan secara sosial. Bentuk pemihakannya juga tidak bersifat karitatif, misalnya dengan memberi secara material, tapi lebih pada penyadaran, pencerahan dan pemberdayaan,” papar Azhar dengan antusias.
     Bagi Azhar, gerakan intelektual semacam ini biasanya muncul di luar kampus, semisal di lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun komunitas intelektual yang berserakan. Menurutnya, kampus lebih menyukai kemapanan dan rutinitas akademik. “Karena itu, menarik sekali karena kegiatan ini diprakarsai oleh kampus, apalagi kampus Muhammadiyah. Semoga saja hal ini akan diikuti oleh kampus-kampus yang lain,” ujarnya.
     Jika diberi dukungan yang memadai, kata Azhar, sepuluh tahun ke depan JIMM akan bisa berkiprah secara signifikan. Apalagi, menurutnya, Muhammadiyah telah memiliki klaim sejarah yang besar, yang tampak pada pengaruh pemikiran yang ditampilkan. “Islam modernis di Asia Tenggara ini embrionya adalah reformis dari Muhammadiyah. Kaum muda di tempat saya itu (Singapura, red) hasilnya dari Muhammadiyah,” kata penulis buku Moral Vision and Social Critique ini.
      Sementara itu peneliti asal Jepang Mitsuo Nakamura memberi ucapan selamat pada UMM dan JIMM karena telah memberi ruang bagi para pemikir muda Muhammadiyah untuk membangun gerakan intelektual yang kritis. Melalui korespondensi email dengan ketua panitia Tadarus Pemikiran Pradana Boy ZTF, Nakamura menulis, “Let me congratulate you for initiating a gathering of young scholars-activists in and around Muhammadiyah at UMM. Semoga sukses dan selamat berpuasa! Salam hangat, Mitsuo Nakamura.” 
     Kegiatan Tadarus Pemikiran ini melanjutkan tradisi UMM untuk serius menggali pemikiran-pemikiran baru tentang Islam dan Muhammadiyah, terutama di kalangan muda. Beberapa kegiatan serupa pernah digelar di UMM, di antaranya Tadarus Pemikiran tahun 2004, Kolokium Nasional tahun 2008, Muhammadiyah Update tahun 2010, serta Konferensi Internasional Peneliti Muhammadiyah tahun 2012. (umm.ac.id/sp)