Wisudawan Terbaik Ber-IPK 3.96, Diantar Ayahnya dengan Becak

Semarang- Perhatian para keluarga wisudawan dan puluhan wartawan langsung
tersita pada Raeni, Selasa (10/6). Pasalnya, wisudawan dari Jurusan
Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Unnes ini berangkat ke lokasi
wisuda dengan kendaraan yang tidak biasa. Penerima beasiswa Bidikmisi
ini diantar oleh ayahnya, Mugiyono, menggunakan becak.
Mengapa becak? Ayahanda Raeni memang bekerja sebagai tukang becak
yang saban hari mangkal tak jauh dari rumahnya di Kelurahan Langenharjo,
Kendal. Pekerjaan itu dilakoni Mugiyono setelah ia berhenti sebagai
karyawan di pabrik kayu lapis.  Sebagai tukang becak, diakuinya,
penghasilannya tak menentu. Sekira Rp10 ribu – Rp 50 ribu. Karena itu,
ia juga bekerja sebagai penjaga malam sebuah sekolah dengan gaji Rp450
ribu per bulan.
Meski dari keluarga kurang mampu, Raeni berkali-kali membuktikan
keunggulan dan prestasinya. Penerima beasiswa Bidikmisi ini beberapa
kali memperoleh indeks prestasi 4. Sempurna. Prestasi itu dipertahankan
hingga ia lulus sehingga ia ditetapkan sebagai wisudawan terbaik dengan
Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,96. Dia juga menunjukkan tekad baja
agar bisa menikmati masa depan yang lebih baik dan membahagiakan
keluarganya.
“Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya
melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” kata
gadis yang bercita-cita menjadi guru tersebut.
Tentu saja cita-cita itu didukung ayahandanya. Ia mendukung putri
bungsunya itu untuk berkuliah agar bisa menjadi guru sesuai dengan
cita-citanya.
“Sebagai orang tua hanya bisa mendukung. Saya rela mengajukan pensiun
dini dari perusahaan kayu lapis agar mendapatkan pesangon,” kata pria
yang mulai menggenjot becak sejak 2010 itu.
Rektor Prof Dr Fathur Rokhman MHum mengatakan,apa yang dilakukan
Raeni membuktikan tidak ada halangan bagi anak dari keluarga kurang
mampu untuk bisa berkuliah dan berprestasi.
“Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang,
Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat
ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimilikinya untuk
mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang
diraih Raeni,” katanya.
Ia bahkan yakin, dalam waktu tak lama lagi akan terjadi kebangkitan
kaum dhuafa. “Anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi
kaum terpelajar baru. Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual,
pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” katanya.
Harapan itu terasa realistis karena jumlah penerima Bidikmisi lebih
dari 50.000 per tahun. Unnes sendiri menyalurkan setidaknya 1.850
Bidikmisi setiap tahun. [sp/unnes.ac.id]