Kontroversi “Perang Badar” , Pernyataan Amien Rais Yang Diplintir Media

Prof. Amien Rais, menjadi buah bibir
terkait pernyataan kontroversinya soal ‘perang badar’. Banyak yang
menghujat Amien, karena dianggap terlalu berlebihan dan justru tidak
menyejukkan dalam suasana pertarungan Pilpres 2014.
Amien, secara
eksklusif memaparkan soal istilah ‘perang badar’ yang
dikatakannya itu. “Jadi saya ketika membaca reaksi dari beberapa tokoh
yang overeksesif dan tidak kena substansinya itu hanya bisa prihatin.
Bagaimana mungkin, mereka tidak datang, hanya dengan membaca sepotong
paragraf di media, mereka ramai-ramai memberikan reaksi yang malah
justru menggelikan dan menyedihkan,” tutur Amien di Jakarta, Rabu
(4/6/2014).
Mantan Ketum PP Muhammadiyah ini mengatakan,
pihak-pihak yang mengecamnya lepas konteks. Dia menyesalkan, pihak-pihak
tersebut tidak datang dan mendengar secara utuh, malah lebih percaya
penggalan-penggalan media tertentu.
“Untung Pak Anton Tabah sudah
mengedarkan SMS ke beberapa tokoh yang mengatakan kira-kira “saya datang
sendiri di masjid Al-Azhar dan Pak Amien maksudnya sama sekali bertolak
belakang dengan yang dimengerti orang-orang yang tidak datang itu” saya
mendapat tembusan SMS dari pak Anton Tabah. Dan alhamdulillah,
tokoh-tokoh yang mendapat SMS dari Pak Anton Tabah itu positif dan malah
minta maaf,” jelas Amien.
Amien menjelaskan kronologi kenapa ada
ucapan ‘perang badar’ itu. “Saya mengatakan bahwa dari lima partai
Islam, yang empat sudah bergabung dengan koalisi Merah Putih. Satu
mengambil jalan sendiri,” katanya.
Lanjut Amien, dalam kaitan ini,
harus dipegang teguh kode etik Al-Quran, bahwa tidak boleh sesama orang
beriman saling mengejek atau meremehkan. “Kata quran dalam surat
Al-Hujurot, siapa tahu yang diejek justru lebih mulia dan lebih benar
daripada yang mengejek dan meremehkan,” katanya.
Jadi, lanjut
salah satu tokoh Reformasi itu, semangat yang diutarakannya adalah
semangat ukhuwah, semangat merangkul. Dalam konteks berbeda, Amien
mengatakan perlu belajar kembali sejarah nabi. Kalau umat berjuang dan
bekerja keras dan ikhlas untuk mencapai sesuatu yang luhur tanpa
mengedepankan kepentingan, akan berakhir dengan keberhasilan.
“Yaitu
ketika perang badar, yaitu kaum muslimin tidak berpikir apakah dapat
rampasan perang atau tidak, tapi mereka betul-betul berjuang menyabung
nyawa untuk memelihara martabat, eksistensi serta masyarakat baru yang
mereka ciptakan itu yang sedang dikepung dengan masyarakat jahiliyah
waktu itu,” jelasnya.
Karena niatnya ikhlas, jelas Amien lagi,
sunnatullah mengatakan kemenangan akan diberikan oleh Allah kepada para
pejuang yang ikhlas tanpa pamrih. “Persis itu yang kita lihat dalam
perang badar. Sebaliknya, kalau yang dikedepankan dalam niatnya mencari
kepentingan duniawi, berhitung sebesar apa yang akan diperoleh kemudian
sudah membayangkan bagi-bagi rampasan perang, itu akhirnya dalam perang
uhud itu kaum muslimin menderita kekalahan telak,” bebernya.
Dia
mengimbau umat Islam agar semangat badar itu yang dipegang. Dia tidak
ingin Indonesia kalah perang melawan dominasi ekonomi asing, penjajahan
budaya asing sehingga masalah pertahanan, ekonomi, diplomasi bangsa
menjadi subordinat kekuatan asing. Amien mengatakan, masalah Indonesia
tidak mungkin dipikul oleh umat Islam saja. Tapi harus ada sayap
nasionalis yang bisa membawa bangsa dengan semangat kebersamaan,
patriotisme dan nasionalime.
Dia yakin, kalau seperti itu maka
Tuhan akan meridhoi. “Jadi bukan sama sekali saya memecah belah Islam,
saya tidak sebodoh dan tidak sengawur itu. Hanya saya menyayangkan,
kalau mengukur orang lain jangan dengan ukuran sendiri. Kelemahan kita
itukadang-kadang kita mengukur orang lain dengan ukuran kita sendiri,
tingkah laku kita,” jelas Amien.
Dalam agama, lanjutnya, jangan
sampai sesama umat berburuk sangka. Bagi dia, ini justru dilarang dalam
agama juga begitu. “Dalam surat yang sama, orang berburuksangka itu
bagaikan memakan bangkai atau mayat saudaranya, tentu jijik kalau
memakan bangkai saudara sendiri. Saya kira hanya itu. Ada rekaman dan
videonya, bisa dicek ke panitia penyelenggara,” kata Amien.

Bagi
yang paham sejarah perang Badar dan perang Uhud, pernyataan Amien Rais
itu (yang lengkap, tidak dipotong-potong sebagaimana yang tersebar di
media sekarang) sangat mudah dipahami ke mana arahnya. Apalagi Amien
Rais menyebut kata “mental” sebelum menyebut kata perang Badar dan
perang Uhud. Bagi yang tidak mengerti sejarah Islam dengan kemunculan
perang Badar dan perang Uhud, suasana “mental” di kedua perang itu tidak
akan bisa dipahami.
 
Kepada
media massa yang belum paham apa itu mental perang Badar dan mental
perang Uhud, berikut dipaparkan sekilas suasana “kebatinan” dari
kedua perang tersebut.
 
1).
Perang Badar adalah perang yang dilakukan umat Islam di bawah komando
Nabi SAW untuk mempertahankan diri dari suku Qauraisy yang tidak rela
melihat pengaruh Nabi Muhammad SAW menyebar dan meluas se antero jazirah
Arab. Nabi SAW menegaskan sesaat sebelum perang, bahwa jangan membunuh
anak-anak, wanita, merusak tanaman, dan menghancurkan tempat ibadah dari
agama apa pun. Pasukan kaum muslimin ditekankan untuk ikhlas dan ridlo
dalam mempertahankan diri, termasuk tidak mengorientasikan perjuangan
dalam perang Badar itu sebagai upaya meraih kekayaan duniawi. Perang
Badar itu ditekankan oleh Nabi sebagai perang yang kecil, sedang perang
yang lebih besar adalah memerangi hawa nafsu diri sendiri.
Inilah sebenarnya mental perang Badar yang dilontarkan oleh Amien Rais itu.
 
2)
Perang Uhud adalah perang di bukit Uhud untuk menghadapi serangan kaum
Quraisy. Karena sebagian besar pasukan kaum muslimin sudah berbelok
orientasinya dalam perang Uhud ini, tidak lagi konsisten memperjuangkan
cita-cita luhur bersama, yakni mempertahankan kebenaran dan agama Allah,
bahkan masing-masing saling berebut untuk memperoleh sebanyak-banyaknya
harta rampasan perang (orientasi duniawi), maka pasukan kaum muslimin
memperoleh kekalahan yg telak dari kaum Quraisy, bahkan paman Nabi,
Hamzah pun terbunuh di perang Uhud itu.
Inilah sebenarnya maksud dari penyebutan “mental perang Uhud” yang dilontarkan Amien Rais.
 
Jika
setiap orang yang mengerti sejarah Islam (perang Badar dan perang
Uhud), pernyataan Amien Rais itu merupakan ajakan moral untuk “mewarisi”
mental pasukan kaum muslimin saat perang Badar, bukan mental perang
Uhud yang setiap individu pasukan berusaha menjarah harta rampasan
perang. Tentu, pak Amien tidak akan mengajak kita untuk menyamakan
pilpres dengan perang Badar. Orang atau media yang bersebrangan dengan
afiliasi politik Amien Rais, kemudian memplesetkan pernyataan Amien Rais
dengan memblow-up kata “perang” dan mereduksi kata “mental”. 

Pernyataan
Amien Rais tidak ditangkap keutuhannya, tapi dipotong sedemikian rupa
sehingga bernilai jual untuk pemberitaan, tapi absurd. Ini tentu sebuah
pemberitaan yang tidak adil.
 
Sekarang pertanyaannya, siapakah yang sesungguhnya melakukan black campaign dan provokasi?
( Inilah.com/SP)