Media Sekuler Tidak Adil Memberitakan Kasus di Aceh

Kepala Dinas Syariat Islam Langsa Drs. H. Ibrahim Latif, MM,
mengatakan media-media, terutama media asing tidak begitu adil
memberitakan kasus mesum dan pemerkosaan yang menimpa seorang janda di
Langsa Aceh.
 
“Semenjak dulu media-media asing selalu tidak adil menyorot
pemberitaan Syariat Islam di Aceh, “ demikian menurut Ibrahim Latief
kepada hidayatullah.com, Kamis (08/05/2014).
Menurutnya, kasus yang sekarang menjadi sorotan media adalah dua
kasus yang berbeda. Pertama kasus tindakan mesum dan kedua kasus
pemerkosaan.
“Untuk kasus kasus perzinaan menggunakan pasal 22 Qanun Syariat Islam
yang Nomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat (mesum). Sedangkan untuk kasus
pemerkosaan sudah langsung ditangani pihak kepolisian dengan
menggunakan KUHP, tambahnya.
Sebagaimana diketahui, beberapa hari ini marak pemberitaan seorang
janda beranak berinisial Y ditemukan sedang melakukan perzinahan dengan
W,  pria beristeri dan memiliki 5 orang anak di kediamannya Gampong Lhok
Bani, Langsa Barat.
Perbuatan maksiat keduanya ini rupanya diketahui seorang pemuda yang
menyebabkan kedua pasangan ini digerebek dan diarak keliling kota.
Di saat penggerebekan inilah Y diperkosa secara bergantian oleh sembilan pemuda. Menurut Ibrahim Latif, dua kasus inilah yang tidak dicermati media;
kasus mesum (perzinahan) yang sedang ditangani Dinas Syariat dan kasus
pidana pemerkosaan yang ditangani polisi.
Menurut Ibrahim, dalam kasus perzinahan antara Y dan W akan menggunakan Qanun Syariat Islam bernnomor 14 Tahun 2003 tentang Khalwat
(mesum), yang ancamannya dicambuk  paling tinggi 9 (sembilan) kali,
paling rendah 3 (tiga) kali atau denda paling banyak Rp. 10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah), paling sedikit Rp 2.500.000,- (dua juta lima
ratus ribu rupiah).
Hanya masalahnya, menurut Ibrahim, soal kasus mesum ini baru masih
tuduhan dan prosesnya masih lama. Belum tentu, ia mendapat hukuman
cambuk.
“Saat ini si wanita sudah dilepaskan. Dia hanya diminta laporan.
Proses hukum cambuk masih lama dan belum tentu pula ia mendapatkannya,”
ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara DPD Front Pembela Islam (FPI) Aceh,
Mustafa Husen mengatakan, pemberitaan media-media soal kasus ini jelas
ada agenda tersembunyi ingin memberi citra negatif pada Syariat Islam di
Aceh.
“Semua orang di Aceh tahu kasus ini dua hal (kasus Mesum dan
pemerkosaan, red), tetapi media sengaja mencampurnya untuk memberi kesan
buruk pada syariat Islam,” ujarnya.[sp/hidayatullah]