Mahkamah Konstitusi Mengabulkan Gugatan Judicial Review Muhammadiyah

Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permohonan pengujian
Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang diajukan oleh
Pimpinan Pusat Persyarikatan Muhammadiyah. Ini untuk kedua kalinya Muhamamdiyah memenangkan pertarungan di MK dimana sebeblumnya Muhamamdiyah mengajukan Judicial Review UU Migas dan dikabulkan oleh MK

“Mengabulkan
permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua Majelis Hakim Hamdan
Zoelva, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis.

MK
menyatakan Pasal 7 ayat ( 4) UU Rumah Sakit bertentangan dengan UUD 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai
“Rumah Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di
bidang perumahsakitan, kecuali rumah sakit publik yang diselenggarakan
oleh badan hukum bersifat nirlaba”.

Pasal 17, Pasal 25, Pasal 62,
Pasal 63 dan Pasal 64 UU Rumah Sakit bertentangan dengan UUD 1945 dan
tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai

“Rumah
Sakit yang didirikan oleh swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus berbentuk badan hukum yang kegiatan usahanya hanya bergerak di
bidang perumahsakitan, kecuali rumah sakit publik yang diselenggarakan
oleh badan hukum bersifat nirlaba”.

Dalam pertimbangannya, MK
menyatakan seluruh rumah sakit yang telah didirikan oleh badan hukum
swasta yang bersifat nirlaba, seperti perkumpulan atau yayasan telah
mendapatkan izin dari pemerintah sebelum diberlakukan UU Rumah Sakit ini
tetap sah dan harus diperpanjang izinnya.

“Sehingga tidak
memerlukan perubahan status dengan membentuk badan hukum baru yang
khusus didirikan untuk menyelenggarakan usaha perumahsakitan,” kata
Anggota Majelis Hakim Patrialis Akbar, saat membacakan pertimbangan
hukumnya.

PP Muhammadiyah menggugat Pasal 7 ayat (4), Pasal 17,
Pasal 21, Pasal 25 ayat (5), Pasal 62, Pasal 63 ayat (2) dan ayat (3),
Pasal 64 ayat (1) UU Rumah Sakit.

Ketentuan tersebut dinilai
pemohon menemui hambatan, khususnya mengenai perizinan yang dibutuhkan,
hal mana setelah diajukan permohonan izin, perpanjangan izin operasional
tersebut ditolak oleh Kementerian Kesehatan dan Badan yang berkompeten.

Pemohon
juga akan menanggung beban pidana penjara, denda dan sanksi
administrasi sebagai pemilik dan keberlangsungan amal usaha rumah sakit
Muhammadiyah.

Pemohon juga menilai ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam UU Rumah Sakit yang diujikan tidak memenuhi asas
pengayoman, asas kemanusiaan, asas kekeluargaan, asas bhinneka tunggal
ika, asas keadilan, asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan, asas ketertiban dan kepastian hukum, dan asas
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.(republika.co.id/sp)