Belajar dari Bupati Bojonegoro

Rasa-rasanya sudah lama sekali saya tidak mengikuti training
motivasi. Suatu kegiatan dimana seseorang menyampaikan nasehat-nasehat,
dibantu dengan peralatan audio visual kadang-kadang sampai membuat kita
menangis. Mungkin terakhir kali mengikuti training semacam ini ketika
SMA dulu. Sekarang sudah saya sudah tidak tertarik dengan hal seperti
itu.
Namun hari ini saya serasa mendapatkan motivasi dan energi yang luar biasa. Motivasi ini didapat bukan
dalam acara training motivasi, lalu yang menyampaikan bukanlah seorang
motivator atau dai, namun dari seorang bupati. Dialah Pak Suyoto bupati
Bojonegoro yang ternyata kader Muhammadiyah.
Pak Suyoto diundang dalam event Muktamar IMM di Solo untuk menjadi
salah seorang pembicara bersama pak Nurdin Abdullah bupati Bantaeng
salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan. Tema yang diangkat dalam
seminar ini adalah “Pemimpin Lokal untuk Indonesia Berkemajuan”. Dua
bupati yang diundang ini merupakan contoh pemimpin yang sukses di
daerahnya masing-masing.
Ada cerita menarik dari pak Suyoto,
beliau ini kader Muhammadiyah.Beliau menjadi salah satu ketua PP Pemuda
Muhammadiyah, lalu pernah aktif juga di Majelis Tarjih dan Pengembangan
Pemikiran Islam pada zaman Pak Amien Abdullah. Namun beliau menjadi
bupati di Bojonegoro yang mayoritas orang NU.
Apa rahasianya?
Yang jelas beliau itu orang baik dan merakyat dalam artian sebenarnya.
Beliau sangat sering silaturahim dengan warga sebelum terpilih, sehingga
warga pun simpatik. Malah ada yang bilang begini, “Pak Suyoto itu baik,
sayang ya dia Muhammadiyah!”, Ya namun dikarenakan Pak Suyoto ini
tulus, maka beliau terpilih juga.
Lalu beliau cerita,pernah suatu
kali beliau diundang oleh ISNU (Ikatan Sarjana NU) dalam sebuah acara.
Lalu dalam forum tanya jawab ada salah seorang peserta yang bertanya,
“Kenapa ya di Bojonegoro ini mayoritas NU tapi yang menang Pak Suyoto
yang Muhammadiyah?” Pak Suyoto menjawab, “Kenapa NU kalah disini?
Soalnya orang-orangnya kayak kamu! Ego ke-NU-anmu masih kuat, sehingga
orang-orang tidak simpatik. Sedangkan saya saat melayani warga saya
tidak melihat dia Muhammadiyah atau NU, Muslim atau non-Muslim, saya
hanya melakukannya sebagai manifestasi Islam yang rahmatan lil ‘alamin”. (RK)

Ini ada wawancara Mbak Najwa dengan beliau:
http://www.youtube.com/watch?v=Ow8i3nDmbIs