Kekayaan Alam di Tengah Kelumpuhan Ummat

Berkat Internet , kita akan dengan sangat mudah memperoleh informasi banyak hal dari berbagai penjuru bumi. Dalam “Newsletter Online”, Vol. 08, No. 46 (10 Des, 2013) organisasi Jamiatul Ulama
(Afrika Selatan), terdapat artikel tanpa menyebut nama penulisnya di
bawah judul “Muslim World in Crisis” (Dunia Islam dalam Krisis).
Organisasi ini berdiri pada 1923, bergerak di bidang pendidikan, da’wah,
dan sosial dengan motto: “Mengabdi kepada Allah dengan melayani
makhlukNya.” Lebih dari sekali saya baca artikel ini karena dirasa
penting, sekalipun bukan tanpa komentar di sana-sini. Dengan dilengkapi
angka-angka statistik tentang dunia Islam yang kaya raya di bawah
penguasa yang zalim, di tengah kebodohan dan kelumpuhan umatnya, artikel
ini patut disimak.

Karena perasaan tertekan diterpa krisis demi
krisis, penulisnya seakan-akan sudah pasrah lalu mohon ampun kepada
Allah atas segala dosa dan pelanggaran batas yang dilakukan umat Islam
yang sedang sengsara dengan mengutip dua ayat Alquran berikut ini di
akhir tulisan, yang artinya: “Ya Rabb kami! Ampuni dosa dan
perbuatan kami yang telah melampaui batas dalam urusan kami; dan
kokohkan kaki-kaki kami dan tolonglah kami dalam menghadapi kaum yang
tak beriman” (Âli ‘Imrân: 147).

“Ya Rabb kami!
Janganlah Engkau jadikan kami percobaan bagi orang-orang yang tidak
beriman, dan ampuni kami, ya Rabb! Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa,
Maha Bijaksana” (al- Mumtahanah: 5).

Do’a semacam ini
adalah pengaduan dan jeritan yang teramat dalam kepada Allah karena
suasana ketertindasan dan beban berat yang harus dipikul umat Islam
sedunia. Mereka sengsara di tengah kekayaan alam yang melimpah dan
posisi yang strategis, tetapi mengapa begini jadinya? Apa yang salah
dengan umat Islam, sehingga menjadi kelinci percobaan (fitnah) bagi
kalangan non-Muslim? Tetapi bagi saya, berdo’a dan merintih tidak cukup,
kita harus berbuat sesuatu yang nyata dengan penuh nyali dan
keberanian. Kata Iqbal: “Bergerak tapi berdosa lebih baik dari pada diam
berpahala.”

Mari kita amati suasana dunia Islam dan angka-angka statistik yang dikutip dalam artikel  Jamiatul Ulama
di atas berdasarkan sumber-sumber yang layak dipercaya. Menurut artikel
itu, sejak permulaan perang di Afghanistan sampai akhir tahun 2013,
umat Islam yang terbunuh dalam berbagai konflik dan perang sudah
melampaui angka lima juta. Baik perang karena melawan tentara asing mau
pun karena bertempur sesama mereka. Sekitar 70% pengungsi di muka bumi
sekarang ini adalah Muslim. Mereka hidup dalam serba penderitaan dan
penyakit, tetapi berapa lama lagi mereka harus sengsara demikian?

Jumlah
seluruh umat Islam sekarang ada 1.62 miliar, lebih dari 23 persen dari
seluruh penduduk bumi. Satu dari enam penduduk bumi adalah Muslim.
Jumlah orang tidak kurang. Yang defisit justru kualitas. Akibatnya, kita
dijadikan percobaan oleh pihak lain, karena mereka menguasai ilmu dan
teknologi, di tengah dunia Islam yang sedang lumpuh, karena kebodohan
dan konflik internal. Kita pun bangga jadi konsumen setia produk pihak
lain.

Dalam perspektif kekayaan alam sebagai karunia Allah,
angka-angka ini sungguh mengejutkan. 70 persen cadangan minyak bumi,
total 550 miliar barel tersimpan di negeri-negeri Muslim. 49 persen
cadangan gas alam, total 2532 triliun kubik feet, terdapat di
negeri-negeri mayoritas Muslim. 21 persen produksi uranium dunia, total
6,421 ton per tahun, berasal dari negeri Muslim. Belum lagi letak
geo-politik dunia Islam yang strategis yang semakin menambah kucuran
karunia Allah itu, tetapi belum berdaya memanfaatkannya, karena kita
bukanlah tuan di negeri sendiri. Si pandir lebih suka menonton kafilah
lalu, tanpa tergerak untuk mengubah nasib sebagai sikap si pemberani.
Daya pekanya tumpul, karena terlalu lama hidup dalam kebanggaan semu.

Kemudian,
fakta lain menunjukkan bahwa tidak kurang dari 300 juta umat Islam,
atau lebih seperlima dari jumlah keseluruhan, merupakan kelompok
minoritas di berbagai negara, seperti di India, Cina, Rusia, Eropa,
Amerika, dan banyak yang lain. Mereka ini menghadapi berbagai rintangan
dan tantangan yang tidak serupa dengan saudara mereka yang mayoritas
yang juga sarat dengan masalah-masalah lain seperti yang akan
dibicarakan selanjutnya.

(Buya Syafii Maarif/rol)