H.M. Yunus Kadir,Membuka Pangkalan Minyak Untuk Dana Dakwah Muhammadiyah

“Surga. Saya ingin masuk surga”!  Kalimat inilah jawaban H.M. Yunus Kadir kepada seorang rekannya sesama pengusaha saat bertanya seraya menyindir, mengapa bersedia menjadi ketua Muhammadiyah. Pernyataan tersebut terungkap  dalam  pelantikan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kabupaten Tana Toraja periode 2000-2005 di Makale, medio April 2001. Saya berkesempatan menyaksikan pelantikan yang dilakukan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, Drs. K.H. Nasruddin Razak. Sebelum menjadi ketua Muhammadiyah, H.M. Yunus Kadir tidak begitu aktif di Muhammadiyah. Beliau lebih banyak mengurusi berbagai perusahaannya dan menjadi pengurus beberapa organisasi profesi seperti Kadin, Hiswanamigas, dan Orari. Latar belakang kemuhammadiyahannya adalah ketika pernah ikut KOKAM (Komando Kesiap-siagaan Angkatan Muda Muhammadiyah) dan Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) ketika masih sekolah tahun 1966.
   
Sebagai seorang pengusaha, bagi teman-temannya, H.M. Yunus Kadir, dipandang remeh ketika menerima amanah memimpin sebuah organisasi yang sama sekali tidak memberikan keuntungan secara finansial, apalagi untuk mengembangkan usaha. Malahan mengurus Muhammadiyah dianggap menghabiskan waktu, tenaga dan harta saja. Namun, jawaban H.M. Yunus Kadir tersebut, membuat teman-temannya sesama pengusa, tersentak. Surga! Mungkin sesuatu yang asing dan tidak disangka mendapat jawaban itu.
Ketika menjabat sebagai Ketua Muhammadiyah Tana Toraja  dua periode, 2000 – 2010, Muhammadiyah Tanah Toraja lebih berkembang. Langkah pertama yang dilakukannya yakni membuka pangkalan minyak di kantor Muhammadiyah Jl. Musa No. 10 Makale. Modal usaha, manajemen dan karyawan senantiasa dikontrolnya. Keuntungan dari usaha pangkalan minyak ini, diberikan untuk dana organisasi. Mengapa membuka pangkalan minyak? Menurutnya, Muhammadiyah mesti punya sumber dana tetap untuk mengembangkan dakwahnya, tidak boleh mengandalkan bantuan semata. Bersama pengurus   lainnya, beliau juga membangun kantor Muhammadiyah yang permanen dan memperbaiki bangunan Pondok Pesantren Muhammadiyah Gettengan. Tidak hanya itu, dakwah Muhammadiyah juga semakin giat. Beberapa Cabang Muhammadiyah yang sebelumnya tidak aktif, kembali diaktifkan. Bahkan terdapat pembukaan Ranting Muhammadiyah yang baru. Beliau pun tidak menolak berjalan kaki menuju pedalaman Tana Toraja untuk menghadiri kegiatan dakwah.
***
            

(Biodata beliau saat terpilih jadi Anggota PWM Sulsel periode 2010-2015 di Kampus Unismuh Makassar, Desember 2010)
Saya berkenalan langsung dengan H.M. Yunus Kadir sekitar bulan Mei 1995. Saat itu, saya mendampingi kakekku (paman dari ibu kandungku), K.H. Mara Tagor Pakpahan,  pengurus Muhammadiyah Simalungun, Sumatra Utara. Kakekku datang dari Pematang Siantar untuk membawakan khutbah Idul Adha di lapangan Pondok Pesantren Pembangunan Muhammadiyah Gettengan atas permintaan Pimpinan Cabang Muhammadiyah setempat,  yang difasilitasi oleh seorang tokoh masyarakat, bernama Drs. H. Muhallim. Selama beberapa hari kami menginap di rumah abangnya H.M. Yunus Kadir, yakni Drs. H. Abdul Rahman Kadir, di Mengkendek. 
Sebelum pulang ke Ujungpandang (Makassar), kami dibawa ke rumah H.M. Yunus Kadir di Rante Pao untuk makan siang. Rupanya, perkenalan kakekku dengan beliau, terus berlanjut hingga kakekku wafat di Pematang Siantar. Mereka sering saling menelefon dan mengirim kartu lebaran. Setelah pertemuan tersebut, saya tidak pernah lagi bertemu dengan beliau sampai pada pelantikan beliau sebagai Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Tana Toraja tahun 2001 sebagaimana disebutkan di atas. Awalnya, saya ragu memperkenalkan diri. Namun beliau terlebih dahulu menyapa saya, dimana kita bertemu, tanyanya. Saya bilang, saya cucunya K.H. Mara Tagor Pakpahan dari Pematang Siantar yang pernah ke Toraja lima tahun lalu.
Sejak saat itu, hubungan saya dengan Pak Yunus Kadir semakin akrab. Posisi saya sebagai staf kantor Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan, sering mengirim pesan kepada beliau terkait dengan kegiatan organisasi. Dia juga sering datang ke Gedung Dakwah Muhammadiyah Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 No. 38 Makassar. Dapat dipastikan kedatangannya selalu membawa berkah kepada saya. Selain membawa oleh-oleh seperti kopi Toraja dan salak Enrekang, beliau juga  memberikan amplop. 
Sekitar tahun 2002, beliau datang ke kantor, pagi hari. Saya tidak melihat beliau menunggu di luar. Beliau tidak mau masuk karena saya sedang membersihkan. Selesai mengepel, barulah dia masuk. Setelah menyampaikan maksud kedatangannya, beliau mau pamit, tidak lupa memberikan uang kepada saya. Alhamdulillah, cukup untuk membayar SPP satu semester, ketika itu saya masih mengambil  master di Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
Pada saat akan melangsungkan pernikahan pada tahun 2003, beliau menelepon saya, menyampaikan tidak sempat ikut mengantar rombongan kami ke Somba, Majene, karena  ada urusan bisnisnya di Kolaka, Sulawesi Tenggara. Beliau menawarkan untuk berbulan madu di Tana Toraja. Dua hari setelah menikah, saya bersama isteri dan keluarga berangkat ke Toraja. Semua fasilitas disiapkan oleh beliau, mulai dari hotel hingga transportasi. Kemudian, dua tahun lalu, ketika saya akan berangkat ke Malaysia untuk melanjutkan studi, dalam perjalanan ke Bandara Sultan Hasanuddin, beliau menelepon saya. Tanpa kuduga, beliau menanyakan nomor rekeningku. Alhamdulillah, ada tambahan modal belajar.
Tahun 2005, dalam Musyawarah Wilayah Ke-36 Muhammadiyah Sulawesi Selatan di Parepare, H.M. Yunus Kadir masuk dalam bursa calon pimpinan. Walaupun tidak berhasil masuk dalam 13 orang tim formatur, namun jumlah suaranya sempat bertengger di urutan atas pada perhitungan awal. Setelah itu, pada sekitar bulan Februari 2006, dalam Musyawarah Daerah Muhammadiyah Kabupaten Tana Toraja, belia kembali terpilih sebagai ketua untuk periode kedua. Kecintaan H.M. Yunus Kadir kepada Persyarikatan Muhammadiyah, tidak diragukan lagi. Beliau tidak segan menggelontorkan uang untuk kegiatan Muhammadiyah, baik tingkat daerah maupun tingkat provinsi. Bahkan untuk kegiatan dakwah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan, beliau menyiapkan fasilitas helicopter pribadinya. Beberapa teman saya, juga mengaku sering mendapatkan bantuan dana dari beliau, tanpa diminta. Saya benar-benar meyakini semua sumbangannya  adalah karena semata mengharap surganya Allah Swt, sebagaimana dikatakannya ketika pertama kali dilantik jadi ketua Muhammadiyah.
 

(Fotoku bersama almarhum sesaat setelah penutupan Musywil Muhammadiyah Sulsel, Kampus Unismuh Makassar, akhir Desember 2010)
Terakhir saya bertemu beliau pada tanggal 1 Desember 2012 di Kampus Pondok Pesantren Hizbul Wathan, Parang Loe, Kabupaten Gowa, saat menghadiri pemakaman K.H. Abdul Qadir Sarro, penasihat Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Tidak banyak yang kami bicara saat itu karena suasananya sangat ramai.  Saat itu, beliau memesan sekitar seribu dos nasi bungkus untuk warga yang melayat. Di pesantren tersebut, beliau termasuk salah seorang pembinanya.
Ketika beliau diangkat sebagai Ketua Umum Panitia Muktamar Muhammadiyah yang baru akan dilaksanakan tahun 2015 mendatang,  saya diminta terlibat membantu panitia sebagai ketua bidang kesekretariatan. Hingga beberapa hari yang lalu, saya membaca berbagai status di media sosial, yang mengabarkan bahwa Allah Swt telah memanggil beliau kembali. Innalillahi wainna ilaihi rajiun.
Almarhum lahir di Mengkendek, 29 September 1949. Mulai SD hingga SMA ditempuh di perguruan Katolik di Makale. Meninggalkan seorang isteri, Hj. Nasni Lasatung dan delapan orang anak. Semoga Allah Swt menerima segala amal ibadahnya dan memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang beruntung di akhirat kelak. Amiin.
Kuala Lumpur, 4 Desember 2013
Haidir Fitra Siagian
(Mantan Staf Kantor PW Muhammadiyah Sulsel/Dosen UIN Alauddin Makassar)