Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam

Oleh : Widjdan Al Arifin

Hukum Islam memandang harta mempunyai nilai yang sangat strategis, karena harta
merupakan alat dan sarana untuk bmemperoleh berbagai manfaat dan mencapai
kesejahteraan hidup manusia sepanjang waktu.
Hubungan manusia dengan harta sangatlah erat. Demikian eratnya hubungan
tersebut sehingga naluri manusia untuk memilikinya menjadi satu dengan naluri
mempertahankan hidup manusia itu sendiri. Justru harta termasuk salah satu hal
penting dalam kehidupan manusia, karena harta termasuk unsur lima asas yang
wajib dilindungi bagi setiap manusia (al-dharuriyyat al-khomsah) yaitu jiwa,
akal, agama, harta dan keturunan.
Dalam Al Qur’an terdapat 82 kata harta (al-mal, amwalukum, amwalahum, malukum).
Dalam ayat-ayat harta itu menunjukkan harta benda itu meskipun milik/dimiliki
perseorangan tetapi berfungsi sosial. Yang harus
a. Distributif,
jangan sampai kepemilikan harta terkonsentrasi ditangan aghniya’. Harta harus
disalurkan kepada bidang produktif,sehingga ada kerjasama antara aghniya’
dengan modalnya dia dapat memberi lapangan kerja kepada golongan ekonomi lemah
(QS. Al-Hasyr 7) .
Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya
bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya. 
b. Berkembang,
harta itu dirasakan oleh orang banyak sehingga pemilik harta menjauhi sifat
tamak dan kikir,dan menggunakan hartanya untuk kepentingan sosial  seperti
infaq, zakat dan sodaqoh (QS. Ali Imron 180).
Sekali-kali janganlah
orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya
kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan
dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allah-lah segala
warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan.
c. Efektif,
yaitu harta sebagai modal harus berperan dalam berbagai lapangan produktif yang
akhirnya akan tersalur dalam berbagai lapangan usaha secara distributif yang
dapat menampung dan menjalankan produktivitas dan efektivitas ekonomi dan
menghindari terjadinya penimbunan harta. (QS.Al-Taubah 34)
Hai orang-orang yang
beriman, Sesungguhnya sebahagian besar dari orang-orang alim Yahudi dan
rahib-rahib Nasrani benar-benar memakan harta orang dengan jalan batil dan
mereka menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah. dan orang-orang yang
menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka
beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih,
 Secara umum karakteristik harta dalam Islam adalah :
a. Ilahiyah ,
Titik berangkat kita
dalam kepemilikan maupun pengembangan harta kita adalah dari Alloh , tujuannya
mencari ridho Alloh dan cara caranya juga tidak bertentangan dengan Syariat
Nya. Kegiatan produksi, konsumsi, penukaran dan distribusi diikatkan pada
prinsip Ilahiyah dan tujuan Ilahi. Seorang Muslim melakukan kegiatan produksi,
disamping memenuhi hajat hidupnya, keluarga dan masyarakatnya juga karena
melaksanakan perintah Alloh (QS 67:15).
Dialah yang
menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah di segala penjurunya dan
makanlah sebahagian dari rezki-Nya. dan Hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali
setelah) dibangkitkan.
 
  
Ketika seorang muslim
mengkonsumsi dan memakan dari sebaik-baiknya rizki dan yang halal, ia merasa
sedang melaksanakan perintah Alloh (QS 2:168).
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal
lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti
langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang
nyata bagimu.
Ia menikmatinya dalam
batas kewajaran dan bersahaja, sebagai bukti ketundukannya kepada perintah
Alloh(QS.7 :31,32).
Hai anak Adam,
pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid[534], makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan[535]. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
[534] 
Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka’bah
atau ibadat-ibadat yang lain.
[535] 
Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula
melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
Ketika ia melakukan
usaha,ia tidak akan berusaha dengan sesuatu yang haram, tidak akan melakukan
kegiatan riba dan menimbun barang,tidak akan berlaku dholim, tidak akan menipu,
mencuri, korupsi, kolusi tidak akan pula melakukan praktik suap menyuap (QS 2
:188).
Dan janganlah
sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan
yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim,
supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui.
 
Ketika memiliki
harta seorang muslim tidak akan menahannya karena kikir, tidak akan
membelanjakannya secara boros ia merasa bahwa hartanya itu milik Alloh dan
amanah Alloh untuk dimanfaatkan sesuai dengan ketentuanNya ,dan dikeluarkan
zakatnya.
Dalam pandangan Islam
harta bukanlah tujuan, melainkan semata-mata sarana untuk mencapai tujuan yang
lebih tinggi dan sarana penunjang bagi realisasi aqidah dan syariatNya.
b.Akhlaq, 
Kesatuan antara
kegiatan ekonomi dengan akhlaq ini semakin jelas pada setiap langkah. Akhlaq
adalah bingkai bagi setiap aktivitas ekonomi.
Jack Aster pakar
ekonomi Perancis menyatakan bahwa Islam adalah sistem hidup yang aplikatif dan
secara bersamaan mengandung nilai-nilai akhlaq yang tinggi.
Yusuf Qordhowi
menyatakan Ekonomi Islam adalah ekonomi yang mengambil kekuatan dari wahyu Al
Qur’an dan karena itu pasti berakhlaq. Akhlaq memberikan makna baru terhadap
konsep nilai dan mampu mengisi kekosongan pikiran yang nyaris muncul akibat era
industrialisasi. 
c. Kemanusiaan, 
Ekonomi Islam adalah
ekonomi kemanusiaan artinya ekonomi yang memungkinkan kita memenuhi kebutuhan
hidupnya, baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat kejiwaan. Manusia
merupakan tujuan antara, kegiatan ekonomi dalam Islam ,sekaligus merupakan
sarana dan pelakunya dengan memanfaatkan ilmu yang telah diajarkan oleh Alloh
kepadanya dan anugerah serta kemampuan yang diberikanNya. Diantara kegiatan
yang menonjol dalam segala aktivitas yang diperintahakan ajaran Islam adalah
keadilan, persaudaraan, saling mencinta, saling membantu, dan tolong menolong.
Karena harta bukan hanya berkembang dikelompok orang kaya saja (QS.59:7)

Apa saja harta
rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di
antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang
dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya
Allah amat keras hukumannya.
 Adanya
kesadaran bahwa pada setiap harta yang kita miliki ada terdapat hak orang lain
(QS.70:24,25)
Dan orang-orang yang
dalam hartanya tersedia bagian tertentu,
Bagi orang (miskin)
yang meminta dan orang yang tidak mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta),
  
yang tecermin dalam
pelaksanaan zakat infaq sodaqoh yang dikeluarkan untuk diberikan kepada yang
berhak menerima dhuafa’ dan masakin maupun untuk kegiatan fi sabilillah.
              
 
Beberapa ketentuan
Alloh yang tidak diperbolehkan /diharamkan dalam kita mencari  harta,
diantaranya adalah :
a.   Adanya
Riba, karena hal ini merupakan larangan Alloh
b.  
Maisir/perjudian untung untungan
c.  
Ketidak adilan.hanya menguntungkan salah satu pihak merugikan pihak lain.
d. Ghoror, ketidak pastian yang mengandung unsur jahalah (pembodohan),
mukhataroh(spekulasi) Qumaar(pertaruhan)
e.    Ghosiy, kecurangan.
f.    Menyalahi hukum Islam misalnya hukum waris.
DAFTAR PUSTAKA.
Abdurrahman
Qodir,Dr,1997,Zakat dalam dimensi Mahdiah dan Sosial,
Jakarta,PT
Raja Grafindo Persada.
KH Didin Hafidhuddin
Msc,Dakwah Aktual,Jakarta,Gema Insani Press.
Keputusan Muktamar
Tarjih  XXII,1990, Malang.