Bagaimana Hukum Menyimpan Uang di Bank Konvensional ?

Penanya:
H. Tamrin Harahap dan Aziz Harahap, Ketua dan Sekretaris PRM Sibaruang
Pertanyaan:
Bagaimana hukumnya menyimpan uang kas Muhammadiyah di bank (BNI)?
    Perlu diketahui bahwa pada saat ini BNI ada dua macam, yakni BNI konvensional yang dalam praktik perbankan menggunakan sistem bunga; dan BNI syariah yang dalam praktik perbankannya menggunakan sistem bagi hasil (mudlarabah). Boleh jadi yang saudara tanyakan atau dimaksudkan dalam pertanyaan tersebut adalah BNI konvensional. Terhadap penggunaan bank milik Pemerintah yang konvensional ini, dalam Muktamar Majelis Tarjih 1968 di Sidoarjo Jawa Timur, – dan sampai saat ini belum ada perubahan,- diputuskan: Bunga yang diberikan oleh bank-bank milik negara kepada para nasabahnya atau sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat. Kata musytabihat dalam pengertian bahasa ialah perkara (sesuatu) yang tidak jelas. Adapun menurut pengertian Syara’ ialah sebagaimana yang tersimpul dalam Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Nu’man Ibn Basyir yang kesimpulannya sebagai berikut: Bahwasanya yang halal sudah jelas, demikian pula yang haram, yaitu telah dijelaskan oleh al-Qur’an maupun al-Hadits dengan nash-nash sharihnya. Misalnya, daging kambing halal dimakan dan daging babi haram dimakan. Selain yang telah ditentukan hukumnya dengan jelas itu, terdapat beberapa hal yang hukumnya tidak jelas bagi seseorang atau beberapa orang, apakah itu halal atau haram, sehingga dari mereka timbul ragu-ragu dan tidak dapat menentukan salah satu di antara dua macam hukum itu. Perkara yang masih meragukan dan tidak jelas hukumnya inilah yang disebut musytabihat.

Terhadap hal yang masih musytabihat atau masih diragukan hukumnya, Nabi Muhammad saw telah menganjurkan agar kita berlaku hati-hati dengan menghindari atau menjauhinya demi untuk menjaga kemurnian jiwa dalam pengabdian kita kepada Allah Swt. Hal ini dikecualikan manakala dalam rangka menjaga kemaslahatan kehidupan baik dalam urusan keduniaan maupun urusan keakhiratan tidak ada jalan lain atau nyaris tidak mungkin untuk dihindari, seperti di suatu daerah yang tidak atau belum ada lembaga keuangan seperti bank yang beroperasi dengan menggunakan sistem syariah. Namun pada saat ini lembaga keuangan syariah sudah berdiri di berbagai tempat, seperti BNI juga telah membuka kantor cabang BNI Syariah di berbagai daerah. Selain itu, di berbagai dareah juga telah berdiri Baitul Mal wat Tamwil (BMT).

Dengan memperhatikan keterangan di atas, hendaknya dana milik Muhammadiyah disimpan di lembaga keuangan yang beroperasi dengan menggunakan sistem syariah, misalnya BNI Syariah. Jika demikian, dana milik Muhammadiyah yang telah terlanjur disimpan di BNI konvensional dapat dipindahkan ke BNI Syariah yang terdekat yang telah ada, atau di lembaga keuangan syariah yang lain. Jika memang di daerah saudara belum ada lembaga keuangan syariah, maka tentunya masih dibolehkan menggunakan Bank konvensional milik Pemerintah, mengingat sebuah hadits:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ [رواه أحمد وابن ماجه].

Artinya: “Tidak boleh membuat kemadlaratan pada diri sendiri dan tidak boleh membuat kemadlaratan pada orang lain.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah].
Dan kaidah ushul fiqh:
الضَّرُوْرَاتُ تُبِيْحُ اْلمَحْضُوْرَاتِ
Artinya: “Kemadlaratan-kemadlaratan itu membolehkan larangan-larangan
Wallahu a’lam bishshawab. *dw)
Pimpinan Pusat Muhammadiyah