Al Qur’an Sebagai Referensi Kehidupan



­(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda antara yang hak dan
yang bathil……… (Al baqarah: 185).
Berawal
dari Renungan Realitas  Masa Kini pengkerdilan
Al-Quran
Seruan “membumikan al-Quran” oleh orang-orang liberal
dimaknai sebagai reaktualisasi al-Quran. Reaktualisasi al-Quran dimaknai bahwa
kandungan al-Quran harus ditafsirkan sedemikian rupa hingga sejalan dengan
realitas aktual. Agar al-Quran sejalan dengan perkembangan zaman modern maka
harus ditafsirkan ulang supaya bisa sesuai dengan perkembangan zaman (tafsir
Hermeneutika). Dengan pemaknaan seperti itu akhirnya al-Quran ditundukkan pada
perkembangan zaman. Bagaimana mungkin al-Quran justru ditundukkan pada realitas
rusak saat ini, padahal al-Quran itu diturunkan untuk menjadi petunjuk hidup
umat manusia sekitar 14 tahun lalu?
Bahkan ada yang lebih lancang dengan menggugat
(amandemen) keaslian al-Quran. Ada juga yang menuduh bahwa al-Quran itu tidak
lepas dari ucapan dan pengungkapan Muhammad yang tidak bisa dilepaskan oleh
pengaruh konteks zamannya atau sering disebut sebagai produk budaya Arab.
Seruan dan tuduhan seperti itu pada akhirnya justru akan merusak keyakinan umat
akan kesucian al-Quran, dan bahwa al-Quran itu merupakan wahyu dari Allah SWT
baik lafazh maupun isinya sehingga pasti benar (mutlak). Tak diragukan lagi
bahwa seruan seperti itu bukan mendekatkan umat Islam kepada al-Quran tapi sebaliknya
justru menjauhkkan umat dari al-Quran. Sayangnya seruan yang berasal dari para
orientalis itu justru diusung oleh orang-orang muslim yang dianggap intelektual
yang sudah kanker pengetahuan (Epistimologi).
Tentu saja seruan itu dan semacamnya harus diwaspadai oleh umat Islam siapapun
yang membawanya.
Disamping semua itu, juga ada beberapa sikap keliru
terhadap al-Quran. Kadang kala yang terjadi adalah mistikasi al-Quran. Al-Quran
diangap sebagai ajimat pengusir setan, rasiah kebal dll. Padahal, al-Quran
diturunkan sebagai petunjuk bagi umat manusia untuk menuju jalan yang lurus,
penjelasan atas petunjuk itu dan pembeda antara hak dan batil, benar dan salah,
baik dan buruk serta terpuji dan tercela.
Begitu juga, sudah mentradisi, setiap tahun turunnya
al-Quran dirayakan secara seremonial (Nuzulul Quran). Al-Quran dibaca dan
didendangkan dengan merdu di arena MTQ, tadarusan al-Quran juga marak, dsb.
Namun sayang, aktivitas tersebut belum diikuti dengan pemahaman atas maksud
diturunkannya al-Quran. Al-Quran yang diturunkan sebagai solusi atas persoalan
yang dihadapi oleh umat manusia, justru dijauhkan dari kehidupan, sehingga
penjiwaan terhadap nilai Al quran tidak nampak dalam realitas kehidupan kita. 
Al-Quran merupakan kalamullah dan membacanya
merupakan ibadah. Betul, bagi seorang Muslim, sekadar membacanya saja berpahala
(Lihat: QS al-Fathir [35]: 29), bahkan pahala itu diberikan atas setiap huruf
al-Quran yang dibaca. Akan tetapi, yang dituntut oleh Islam selanjutnya adalah
penerapan atas apa yang dibaca. Sebab, al-Quran bukan sekedar bacaan dan
kumpulan pengetahuan semata, tetapi petunjuk hidup bagi manusia. Al-Quran tidak
hanya sekadar dibaca dan dihafalkan saja, melainkan juga harus dipahami dan
diamalkan isinya dalam kehidupan sehari-hari. Sering kita mendengar pernyataan
bahwa al-Quran adalah pedoman hidup. Tetapi nyatanya al-Quran tidak dijadikan
sebagai sumber hukum untuk mengatur kehidupan. Al-Quran hanya diambil aspek
moralnya saja sementara ketentuan dan hukum-hukumnya justru ditinggalkan.
Persoalan seperti inilah menhambat proses aktualisasi dari nilai Qurani serta
sulitnya manusia jadi teks (Al quran dan Sunnah) untuk menjawab realitas yang
terjadi saat. Inilah potret buram keadaan umat massa kini yang tanggungjawab
kita secara kolektif menyerukan dakwah (amal ma’ruf nahi munkar).
Pelajaran yang harus diambil dalam Al quran
Al-Quran merupakan salah satu kitab langit (samawi)
yang diturunkan Allah sebagai petunjuk berkehidupan bagi semua manusia (hudallinnas). Pernyataan ini menunjukan
bahwa Al-Quran sama sekali tidak menafikan eksistensi kitab langit lainnya,
seperti : Taurat (Q.S. Al-Maidah 5: 44-45), Zabur (Q.S. Al-Ambiya 21 :105), dan
Injil ( Q.S. Al-Fath 48 :28). Al-Quran turun berfungsi sebagai membenarkan (mushaddiqan) terhadap kitab-kitab
sebelumnya dan sekaligus sebagai penyempurna baginya. Al-Quran merupakan
kontinyuitas progresif bagi kitab-kitab yang hadir Sebelum Al-Quran. Al-Quran
turun sebagai media komunikasi Allah kepada manusia dan sekaligus sebagai
sumber nilai, moral dan tuntunan bagi kehidupan mereka. Hal ini bisa dilihat
dari tema-tema Al-Quran yang dapat dikatakan berisi tiga ajaran pokok yang
merupakan pedoman bagi kehidupan manusia, yaitu : Pertama, petunjuk akidah atau tauhid (bagaimana
manusia secara tepat melihat posisi antara mereka dan Tuhannya), Kedua, petunjuk mengenai syariat dan
hukum serta sejarah (baik mengenai hubungan dengan Tuhan maupun sesama manusia,
baik ibadah maghdah maupun ghairu maghdah), Ketiga, petunjuk mengenai akhlak (baik akhlak terhadap
Allah, sesama manusia maupun dengan alam semesta).
Ketiga pokok ajaran di atas dapat diwakili dengan
tiga kata : Iman, Islam, dan Ihsan. Kedudukan
Al-Quran sebagai media komunikasi dan petunjuk di atas, sayangnya tidak banyak
dipahami secara benar oleh manusia, khususnya umat Islam sendiri. Tidak banyak
umat Islam yang mampu membaca realitas yang dihadirkan Al-Quran. Hal ini
dikarenakan mayoritas umat Islam hanya membaca Al-Quran secara “kering” dan
belum mampu memahami ungkapan-ungkapan dan pesan-pesan yang ingin disampaikan
Al-Quran. Dengan kata lain, ketika umat Islam berhadapan dengan Al-Quran, yang
lahir hanyalah suara tanpa makna. Meskipun secara ritual merupakan ibadah yang
berimplikasi pada pencapaian pahala ilahi. Padahal substansi dan hakikat
Al-Quran terkandung pada makna setiap kalimah-nya (katanya). Karenanya, tanpa
mengetahui makna-makna setiap kata dalam Al-Quran sulit bagi manusia untuk
menempatkan Al-Quran sebagai pedoman dan petunjuk dalam menjawab berbagai persoalan
dan realitas kehidupan serta membumikannya sebagai jalan hidup atau akhlak
sehari-hari. Maka dari sangat penting kiranya kita pahami makna yang ingin
disampaikan oleh Al quran kepada kita, bagaimanapun Al quran wajib kita pahami
karena sudah pedoman baku yang menuntuk kejalan yang lurus.
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih
Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu’min yang mengerjakan
amal saleh, bahwa bagi mereka ada pahala yang besar (Al isra’: 9)
Begitu juga dalam penggalan Hadist Nabi sbb:
Telah aku tinggalkan untuk kalian, dua perkara yang kalian tidak
akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan keduanya; Kitabullah dan Sunnah
Nabi-Nya. (H. R. Imam Malik)
Itulah berbagai landasan (referensi) sederhana untuk
mengacu kepada teks (Al quran dan Sunnah) untuk mengarungi alam raya ini,
sehingga pesan moralitas dalam Al Quran itu dapat kita jiwai dalam kehidupan.
Hanya dengan pengamalan nilai ayat suci ini segala problem bisa dihadapi. 
Pengamalan nilai Teks (Al quran dan Sunnah) dapat
menjadi ide yang solutif dari segala problem (Islam sebagai
Ilmu)…………….(Kunto Wijoyo)
Wallahu a’lam bissawab
*Supratman
Ketua Bidang Tabligh dan kajian islam PC IMM kota Mataram-NTB