Apakah Landasan Shalat Tarawih 4 Rakaat Satu Salam ?

Pertanyaan :

Apakah yang menjadi landasan Shalat Tarawih 4 rakaat satu salam dalam sholat tarawih 11 rakaat ?
Jawaban:
Sebelum
menjawab substansi pertanyaan saudara, ada baiknya lebih dahulu
diberikan penjelasan singkat tentang sebab-sebab perbedaan pendapat
ulama, antara lain sebagai berikut:
1.      Karena perbedaan makna lafadz
2.      Karena masalah pemahaman hadis (nash)
3.   Karena berbenturan suatu dalil dengan pegangan pokok antara seorang dengan lainnya.
4.      Masalah Ta‘arudl dan Tarjih
5.   Perbedaan pandang terhadap dalil yang dipandang sahih oleh sebahagian ahli dan tidak sahih menurut sebahagian lainnya.
Kemudian berikut ini kami sebutkan lebih dahulu beberapa hadis yang berhubungan dengan shalat malam (qiyamul-lail/qiyamu Ramadan), terjemahnya, serta penjelasan­penjelasannya, sebelum sampai pada kesimpulannya.
1.      Hadis Nabi saw riwayat al-Bukhari dari Aisyah r.a.
قَالَتْ عَائِشَةُ كَانَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي فِيمَا بَيْنَ أَنْ
يَفْرَغَ مِنْ صَلاَةِ اْلعِشَاءِ وَهِيَ الَّتِي يَدْعُو النَّاسُ
اْلعَتَمَةَ إِلَى اْلفَجْرِ اِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُسَلِّمُ مَا
بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ وَيُوتِرُ بِوَاحِدَةٍ. [رواه مسلم]
Artinya: “Aisyah
r.a. berkata: Pernah Rasulullah saw shalat pada waktu antara Isya’, dan
Subuh, – yang dikenal orang dengan istilah ‘atamah”, sebanyak sebelas
raka’at, yaitu beliau salam pada tiap-tiap dua rakaat, dan beliau shalat
witir satu raka’at.”
[HR. Muslim]
2.      Hadis Nabi saw riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a.
قَالَتْ عَائِشَةُ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي مِنْ اللَّيْلِ ثَلاَثََ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُوتِرُ مِنْ ذَلِكَ بِخَمْسٍ وَلاَ يَجْلِسُ فِي شَيْئٍ مِنْهُنَّ إِلاَّ فِي آخِرِهِنَّ. [رواه البخاري ومسلم]
Artinya: “Aisyah
r.a. berkata: Pernah Rasulullah saw shalat malam tiga belas raka’at,
beliau berwitir lima raka’at dan beliau tidak duduk antara
raka’at-raka’at itu melainkan pada akhirnya.”
[HR. al-Bukhari dan Muslim]
3.      Hadis Nabi saw riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a.
عَنْ
عَائِشَةَ حِيْنَ سُئِلَتْ عَنْ صَلاَةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي رَمَضَانَ قَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِي رَمَضَانَ وَلاَ فِي غَيْرِهِ عَلَى
إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ
حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاَثاً [رواه البخاري ومسلم].
Artinya: “Diriwayatkan
dari ‘Aisyah, ketika ia ditanya mengenai shalat Rasulullah saw di bulan
Ramadhan. Aisyah menjawab: Nabi saw tidak pernah melakukan shalat
sunnat di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat.
Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan
indahnya. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau
tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga
rakaat.”
[HR. al-Bukhari dan Muslim]
Penjelasan:
Hadis no. 1, menunjukkan bahwa Nabi saw pernah melakukan shalat malam dengan kaifiyah
dua raka’at lima kali salam dan witir satu raka’at. Hadis no. 2,
menunjukkan bahwa Nabi saw shalat delapan raka’at, tetapi tidak
diterangkan berapa kali salam. Adapun hadis no. 3, menunjukkan bahwa
Nabi saw shalat malam di bulan Ramadhan delapan raka’at dengan dua kali
salam, artinya tiap empat raka’at sekali salam, kemudian dilanjutkan
shalat witir tiga raka’at dan salam.
Mungkin
timbul pertanyaan, dari mana kita memperoleh pengertian sesudah shalat
empat raka’at lalu salam? Pertanyaan tersebut dapat dijawab sebagai
berikut: Pertama dari perkataan كَيْفَ (bagaimana) yang menunjukkan bahwa yang ditanya tentang kaifiyah shalat qiyamu Ramadlan disamping juga menerangkan jumlah raka’atnya. Kedua, kaifiyah itu diperoleh dari lafadz يُصَلِّي أَرْبَعًا . Lafadz itu mengandung makna bersambung (الوصل) secara dzahir (ظاهر); yakni menyambung empat raka’at dengan sekali salam, dan bisa mengandung makna bercerai (الفصل);
yakni menceraikan atau memisahkan dua raka’at salam – dua raka’at
salam. Namun makna bersambung itu yang lebih nyata dan makna bercerai
jauh dari yang dimaksud (بَعِيْدٌ مِنَ اْلمُرَادِ). Demikian ditegaskan oleh Imam ash-Shan’ani dalam kitab Subulus-Salam (Juz 2: 13).
Hadis
Aisyah ini menerangkan dalam satu kaifiyah shalat malam Nabi saw,
disamping kaifiyah yang lainnya. Hadis Aisyah ini harus diamalkan secara
utuh baik raka’at dan kaifiyahnya. Hadis Aisyah ini tidak ditakhshish oleh hadis صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
(shalat malam harus dua raka’at, dua raka’at), dan hadis tersebut tidak
mengandung pengertian “Hashar” seperti dikatakan oleh Muhammad bin
Nashar. Imam an-Nawawi dalam syarah Muslim mengatakan, shalat malam
dengan empat raka’at boleh sekali salam (تسلمة ولحدة) dengan ungkapan beliau وهذا ليبان الجواز (salam sesudah empat raka’at menerangkan hukum boleh (jawaz)). Perkataan an-Nawawi tersebut dikomentari oleh Nashiruddin al-Albaniy dalam bukunya “صلاة التراويح” sebagai berikut:
وَصَدَقَ
رَحِمَهُ اللهُ فَقَوْلَ الشَّافِعِيَّةُ: “يَجِبُ أَنْ يُسَلِّمَ مِنْ
كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَإِذَا صَلاَّهَا بِسَلاَمٍ وَاحِدٍ لَمْ تَصِحُّ”،
كَمَا فِي اْلفِقْهِ عَلَي اْلمَذَاهِبِ اْلأَرْبَعَةِ وَشَرْحِ
اْلقَسْطَلاَنِي عَلَي اْلبُخَارِي وَغَيْرِهَا خِلاَفُ هَذَا اْلحَدِيْثِ
الصَّحِيْحِ وَمَنَافٌ لَقَوْلِ النَّوَوِي بِاْلجَوَازِ وَهُوَ مِنْ
كِبَارِ اْلعُلَمَاءِ اْلمُحَقِّقِيْنَ فِي اْلمَذْهَبِ الشَّافِعِي فَلاَ
عَذْرَ لِأَحَدٍ يُفْتِي بِخَلاَفِهِ. [صلاة التراويح، ص: 17-18]
Artinya: “Dan
sungguh benar ucapan Imam an-Nawawi rahimahullah itu, maka mengenai
pendapat ulama-ulama Syafi’iyyah bahwa wajib salam tiap dua raka’at dan
bila shalat empat raka’at dengan satu salam tidak sah, sebagaimana
terdapat dalam kitab fiqih mazhab empat itu dan uraian al-Qasthallani
terhadap hadis al-Bukhari dan lainnya, hal itu menyalahi hadis (Aisyah)
yang shahih itu serta menafikan terhadap ucapan (pendapat) an-Nawawi
yang mengatakan hukum boleh (jawaz) itu. Padahal an-Nawawi salah seorang
ulama besar ahli tahqiq dalam mazhab Syafi’i, hal itu tidak bisa
ditolerir (dibenarkan) bagi siapapun juga berfatwa menyalahi ucapan
beliau itu.”
[Shalatut-Tarawih, hal 17-18]
Sebagaimana
diketahui hadis Aisyah itu yang diriwayatkan al-Bukhari dan Muslim
sangat kuat (rajih) dibanding dengan hadis-hadis lainnya tentang qiyamu
Ramadlan. Sehubungan hal itu Ibnu al-Qayyim al-Jauzi menulis di dalam
kitab Zadul Ma’ad:
وَإِذَا
اخْتَلَفَ ابْنُ عَبَّاسٍ وَعَائِشَةُ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا فَي شَيْئٍ
مِنْ أَمْرِ قِيَامِهِ بِاللَّيْلِ، فَاْلقَوْلُ مَا قَالَتْ عَائِشَةُ
رَضِيَ اللهُ عَنْهَا – حَفِظَتْ مَا لَمْ يَحْفَظِ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ، وَهُوَ اْلأَظْهَرُ لِمُلاَزَمَتِهَا لَهُ وَلِمَرْعَاتِهَا
ذَلِكَ، وَلِكَوْنِهَا أَعْلَمُ اْلخُلُقِ بِقِيَامِهِ بِاللَّيْلِ،
وَابْنُ عَبَّاسٍ إِنَّمَا شَاهِدُهُ لَيْلَةَ اْلمَبِيتِ عِنْدَ
خَالَتِهَا (مَيْمُونَةٌ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا). [زاد المعاد: 1: 244]
Artinya: “Dan
apabila berbeda riwayat lbnu Abbas dengan riwayat Aisyah dalam sesuatu
hal menyangkut shalat malam Nabi saw, maka riwayat yang dipegang adalah
riwayat Aisyah r.a. Beliau lebih tahu apa yang tidak diketahui Ibnu
Abbas, itulah yang jelas, karena Aisyah selalu mengikuti dan
memperhatikan hal itu, Aisyah orang yang lebih mengerti tentang shalat
malam Nabi saw, sedangkan Ibnu Abbas hanya menyaksikannya ketika
bermalam di rumah bibinya (Maimunnah r.a.)
. [Zadul Ma’ad, 1: 244]
Diinformasikan
oleh Imam asy-Syaukani, bahwa kebanyakan ulama mengatakan, shalat
tarawih dua raka’at satu salam hanya sekedar menunjukkan segi afdlal (utama) saja, bukan memberi faedah Hashar
(wajib), karena ada riwayat yang sahih dari Nabi saw, bahwa beliau
melakukan shalat malam empat raka’at dengan satu salam. Hadis صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى hanya untuk memberi pengertian/ menunjuk (irsyad)
kepada sesuatu yang meringankan saja, artinya shalat dua raka’at dengan
satu salam lebih ringan ketimbang empat raka’at sekali salam.
Lebih jauh disebutkan dalam kitab Nailul-Authar, memang ada perbedaan pendapat antara ulama Salaf mengenai mana yang lebih utama (afdlal) antara menceraikan (الفصل = memisahkan 4 raka’at menjadi 2 rakaat satu salam, 2 rakaat satu salam) dan bersambung    (الوصل = empat raka’at dengan satu), sedangkan Imam Muhammad bin Nashar menyatakan sama saja afdlalnya antara menceraikan (الفصل) dan bersambung (الوصل),
mengingat ada hadis sahih bahwa Nabi saw berwitir lima raka’at, beliau
tidak duduk kecuali pada raka’at yang kelima, serta hadis-hadis lainnya
yang menunjukkan kepada bersambung (الوصل). [Nailul-Authar: 2: 38-39]
Mengenai pendapat/ fatwa Syeikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majmu‘ Fatawanya dan Dr. Shalih Fauzan bin Abdullah Fauzan dalam bukunya الملخص الفقهي yang
mengatakan shalat empat raka’at sekali salam itu salah dan menyalahi
sunnah, pendapat itu justru menentangkan sunnah dan terkesan ekstrim.
Hal itu sama juga dengan pendapat sementara orang di Indonesia yang
menyatakan shalat empat raka’at dengan satu salam adalah ngawur, mereka
itu sangat terpengaruh dengan pendapat sebahagian ulama Syafi’i yang
fanatik dalam hal tersebut seperti disebutkan oleh Muhammad Nashiruddin
al-Albaniy (Kalau ingin memperluas uraian ini merujuklah kepada
kitab-kitab shalat Tarawih karangan al-Albaniy itu).
Menurut
hemat kami Syeikh Abdul Aziz bin Bas, dalam bidang akidah berpegang
kepada ajaran yang dikembangkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab, sedang
dalam bidang fiqih sangat dipengaruhi oleh paham Ahmad bin Hambal
(Hanbali), dan itu umum dianut penduduk Saudi Arabia.
Ahli
hadis Indonesia seperti Prof. Dr. T.M. Hasbi ash-Shiddieqy (dalam
bukunya Pedoman Shalat hal 514; begitu juga dalam “Koleksi Hadis-Hadis
Hukum” Juz 5: hal 130), begitu pula A. Hassan pendiri Persatuan Islam,
ahli hadis juga, dalam bukunya “Pelajaran Shalat, hal 283-284 kedua
beliau itu berpendapat bahwa shalat tarawih/qiyamu Ramadlan empat raka’at sekali salam adalah sah, itu salah satu kaifiyah shalat malam yang dikerjakan oleh Nabi saw.
Sebagai informasi tambahan kami kutip di sini apa yang ditulis Imam an-Nawawi dalam kitab al-Majmu’
(syarah al-Muhazzab, juz 5: 55), al-Qadli Husein berpendapat bahwa
apabila shalat tarawih dilakukan dua puluh raka’at, maka tidak boleh/
tidak sah dikerjakan, empat raka’at sekali salam, tetapi harus dua
raka’at sekali salam, bukan yang dimaksud oleh beliau itu shalat tarawih
delapan raka’at.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil kaji ulang kami sebagaimana uraian/ penjelasan di atas, maka
menurut hemat kami hadis tentang shalat tarawih empat raka’at sekali
salam tidak bermasalah, baik dari sisi matan maupun sanadnya. Dalam buku
Tuntunan Ramadan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah yang
diterbitkan oleh Majalah Suara Muhammadiyah, telah disebutkan bahwa
jumlah raka’at shalat tarawih empat raka’at salam dan dua raka’at salam
merupakan tanawu’ dalam beribadah, sehingga keduanya dapat diamalkan.
Wallahu ‘alain bish shawab. *th)

sumber ; Fatwatarjih.com ( Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah )