Catatan “RIBET”-nya RUKYAT di Indonesia

Tulisan ini bukan tulisan yang serius, jadi tidak perlu ditanggapi dengan serius juga. Tulisan ini hanya untuk memberikan gambaran, bahwa secara teknis, sesuatu yang tampak mudah tetapi ternyata tidak sesederhana yang terbayang. Sebaliknya, sesuatu yang tampak sulit bisa jadi sebenarnya hal yang cukup mudah dilakukan.

Baiklah, ini terkait dengan adanya perbedaan metode penentuan awal bulan kamariah, hisab dan rukyat. Tidak dipungkiri, perbedaan metode ini sedikit banyak telah menyita perhatian jutaan umat Islam. Bahkan, beberapa stasiun TV swasta pun menjadikan hal ini sebagai topik utama dalam program-program mereka. Prinsipnya, perbedaan yang terjadi sesungguhnya tidak perlu dibesar-besarkan.

Umat Islam tentu sudah sangat dewasa, dikarenakan sepanjang sejarah umat Islam berbagai perbedaan memang acap kali terjadi. Sebagaimana jamak diketahui, hisab adalah metode untuk menentukan awal bulan kamariah dengan perangkat ilmu, sementara rukyat adalah metode untuk menentukan awal bulan kamariah dengan teknik observasi/pengamatan. Tulisan ini ingin memberikan gambaran, betapa ternyata rukyat, yang selama ini sering disebut sebagai metode yang mudah, ternyata tidak sesederhana mengucapkannya. Penulis beberapa kali mengikuti proses rukyat hilal, sehingga sedikit banyak mengalami beberapa problem dalam proses rukyat ini.

Di antara hal-hal yang menjadi problem rukyat dan menjadikan rukyat menjadi sesuatu yang “ribet” adalah sebagai berikut.

1.  Problem Alam
Aktifitas rukyat sangat tergantung pada kondisi alam. Oleh karenanya, orang yang ingin melakukan aktifitas rukyat harus tahu secara benar hal-hal yang terkait dengan alam ini. Kondisi alam di Arab Saudi memang tergolong sangat mendukung untuk dilakukan rukyat, karena di tengah padang pasir yang luas akan sangat mudah menghamparkan pandangan ke kaki langit. Belum termasuk faktor kecerahan langit yang juga mendukung. Berbeda dengan di Indonesia, orang harus pandai-pandai mencari tempat yang tepat untuk dapat memperoleh lanskap kaki langit yang luas. Rata-rata rukyat di Indonesia kemudian memilih kawasan pantai sebagai tempat rukyat. Itu pun masih ada persoalan serius, karena rata-rata senja di Indonesia adalah senja berawan, sehingga sulit untuk mendapatkan kaki langit. Oleh itulah, muncul beberapa hal yang menjadikan “ribet”nya rukyat, antara lain adalah:

  • Harus menentukan tempat yang cocok, yakni kawasan yang menyediakan lanskap kaki langit yang luas di belahan barat, dari sudut selatan sampai sudut utara. Jadi, rukyat tidak bisa dilakukan di atas genteng masjid di tengah kota, karena tidak akan bisa menemukan lanskap kaki langit, tertutup gedung-gedung atau yang lain.
  • Harus tahu, ke arah mana rukyat dilakukan. Rukyat tentu menghadap ke arah barat, sehingga tidak mungkin melakukan rukyat di pantai yang menghadap ke timur, karena matahari magrib selalu ada di kaki langit sebelah barat.
  • Harus tahu, ke arah mana pandangan mata diarahkan. Asal tahu saja, posisi bulan dan matahari itu tidak konstan, adakalanya di atas kaki langit barat agak ke selatan, adakalanya di kaki langit barat agak ke utara. Nah, jika perukyat salah mengarahkan pandangan mata atau teleskopnya, sudah pasti akan gagal rukyat, meski posisi hilal sudah cukup tinggi dan cuaca cerah.
  • Harus tahu, sebenarnya apa sih yang akan dirukyat? Seperti apa bentuk hilal itu? Lengkungan hilal itu menghadap ke atas, ke bawah, ke kiri atau ke kanan? Nah, kalau bentuk hilal saja tidak tahu, terus apa yang mau dirukyat? Sebab hilal akan muncul tanpa
    memberitahu, tidak mengeluarkan suara seperti kereta api, tidak pula muncul asap seperti hantu dalam film.
  • Harus tahu, ada benda-benda langit lain yang siap muncul selain hilal. Jangan dikira, saat
    terbenam matahari itu, hanya akan muncul satu benda langit, yaitu hilal, karena ada benda langit lain yang akan “terbit” seiring dengan terbenamnya matahari. Atau bahkan cahaya dari lampu pesawat terbang atau kapal di tengah laut yang muncul seiring dengan datangnya malam.

2.   Problem Individu
Aktifitas rukyat sejatinya dapat dilakukan oleh siapa saja, hanya soal hasil rukyat yang acceptable, tentu tidak bisa diambil dari sembarang orang. Oleh sebab itu, faktor individu sangat mempengaruhi aktifitas rukyat dan hasilnya. Hal-hal yang dapat mempengaruhi rukyat dari faktor individu antara lain adalah

  • Dari segi fisik, kemampuan pandangan mata perukyat sangat menentukan. Seorang yang mengalami gangguan mata, atau kesehatan matanya tidak baik, tentu tidak akan dapat melakukan rukyat dengan baik. Bahkan, mata yang normal sekalipun, akan sangat sulit mendapatkan melalui pandangan matanya, suatu objek dengan jarak yang begitu jauh. Oleh sebab itu, kemudian dipakai alat-alat bantu agar mampu mendekatkan objek hilal yang akan diamati, sehingga lebih mudah untuk dikenali.
  •  Dari segi motivasi, setiap perukyat harus punya motivasi yang bersih, netral dan tentu saja lil-Lahi ta’ala. Perukyat yang sudah pesimis hilal tidak mungkin bisa dilihat, tentu akan mempengaruhi kegiatannya melakukan rukyat. Sebaliknya, perukyat yang sudah terekspektasi tinggi bahwa hilal akan terlihat, bisa jadi nanti sesuatu yang bukan hilal dikiranya hilal.
  • Dari segi pengalaman, semakin sering orang melakukan rukyat secara serius, misalnya melakukan rukyat setiap akhir bulan kamariah, tidak hanya akhir Syakban, tentu ia akan semakin mengenal apa yang sesungguhnya ingin dilihat. Sebaliknya, perukyat yang hanya melakukan aktifitas rukyat sekali atau dua kali dalam setahun, yakni sebelum Ramadan dan Syawal, tentu saja pengenalannya terhadap aktifitas rukyat tidak sebaik orang yang merukyat setiap bulan.
  • Dari segi keilmuan, seorang perukyat tentu perlu mengetahui ilmu-ilmu pendukung rukyat, untuk lebih mengetahui karakteristik benda langit, menguasai alat-alat bantu rukyat dan beberapa ilmu lain. Dan untuk mengetahui ilmu-ilmu pendukung rukyat itu tentu saja tidak semudah melongokkan mata ke kaki langit sebelah barat.

3.   Problem Ketidakpastian
Harus diakui, rukyat memang menimbulkan ketidakpastian hari. Apakah esok sudah merupakan hari baru di bulan baru, atau masih hari terakhir di bulan yang sedang berjalan. Dan memang hanya sebatas itulah fungsi rukyat. Oleh karena itu, dengan rukyat manusia tidak mungkin dapat membuat kalender, karena kalender hanya dapat dibuat dengan perhitungan hisab. Di samping itu, kenyataan hidup saat ini membutuhkan good management, termasuk dalam hal penjadwalan berbagai kegiatan. Jika masih berharap pada hasil rukyat, maka segala bentuk penjadwalan berbagai hal di dunia ini akan mengalami kekacauan.

4.   Problem Istidlal
Terakhir, banyak orang sering memaknai hadis tentang rukyat secara tekstual, bahkan tidak jarang juga gagal paham. Dikira hadis-hadis itu perintah untuk melakukan rukyat, bahkan dikira Nabi saw sendiri yang melakukan rukyat, sehingga menanti munculnya anak bulan ini dianggap sebagai ibadah yang tidak boleh ditinggalkan. Ini akibat dari tidak peka membaca dalil teks. Dalil teks tentu tidak berdiri sendiri, karena ada konteks yang menyertainya. Dalil teks bisa jadi tidak hanya satu, melainkan banyak teks-teks lain yang satu tema. Dalil teks dari Nabi saw pasti ada sumber utamanya dari al-Qur’an, sehingga harus dikonfirmasi pada sumber utamanya. Oleh sebab itu, kajian terhadap teks-teks tentang rukyat memang harus dilakukan secara mendalam, tidak hanya dibaca dari satu teks saja, memisahkannya dari teks lain, hanya membaca secara tekstual, tidak mempertimbangkan hal-hal yang kontekstual. Walau ini mungkin juga termasuk tergesa-gesa, tetapi hemat penulis, dalil-dalil teks tentang rukyat bermaksud menunjukkan kepastian datangnya kewajiban puasa pada hari-hari yang pasti. Hari-hari yang pasti itu dapat diketahui dengan berbagai cara, sekurang-kurangnya dengan hisab dan rukyat.

Demikian tulisan ini, sekedar untuk memberikan gambaran bahwa melakukan rukyat tidak semudah copy paste artikel/postingan pada media sosial. Rukyat memang “ribet”, itu harus diakui. Tetapi bagi yang tetap ingin melakukan rukyat untuk memastikan kapan dia harus berpuasa atau berbuka, itu adalah hak individu yang tidak bisa diganggu gugat, sama posisinya dengan mereka yang memilih menggunakan hisab. Yang perlu dicatat, rukyat sebagai salah satu aktifitas observasi/pengamatan adalah hal yang sangat bagus dilakukan, bahkan sekaligus sebagai bentuk tadabbur alam mensyukuri nikmat Tuhan. Namun, hasil rukyat tetap tidak tepat jika digunakan sebagai penentu awal-awal bulan kamariah.

Wallahu a’lam.
Penulis :  Amiruddin,S.Ag