Analisis Hasil Awal Ramadan 1434-H dari Beberapa Belahan Dunia

 

Rekor dunia pemotretan hilal tertipis yang dipecahkan oleh Thierry Legault (astronom Perancis) merupakan breakthrough dalam teknologi pencitraan (imaging technology) – lihat di: http://legault.perso.sfr.fr/new_moon_2013july8.html. Ini semakin membuktikan bahwa keberadaan hilal (wujudnya) yang dapat dihitung secara akurat ternyata dapat dibuktikan secara fisik. Tren imaging technology ternyata semakin mengukuhkan kriteria wujudul hilal (WH) atau bahkan Ijtimak Qablal Ghurub (IQB).
Sementara itu www.moonsighting.com yang selalu konsisten melaporkan pandangan mata awal Ramadan di negara2 di seluruh dunia dapat dilihat melalui http://moonsighting.com/1434rmd.html.Fakta yang dilaporkannya ternyata sangat menarik. Kita analisis beberapa fakta berikut:
Pertama. Ternyata, pengikut kriteria imkan-rukyat (IR) itu hampir tidak ada. Satu2 nya negara yang mencantumkan kriteria imkan-rukyat adalah Turki dengan kriteria Altitude > 5°, elongation > 8°. Namun, justru Turki secara resmi mengumumkan awal Ramadan jatuh pada Selasa 9 Juli 2013. Ini sangat menarik. Padahal ketinggian hilal di dua kota di Turki pada maghrib 8 Juli 2013 malah masih di bawah ufuk (Ankara -1.7o dan Izmir -1.4o). Lihat catatan Fawzil Kasali pengembang software astronomi situswww.moonsighting.com yang mengatakan “Turkey (Altitude > 5°, elongation > 8°) But this time, they changed something”.
Kedua. Malaysia, meskipun jika mengacu pada kesepakatan MABIMS dalam prakteknya menggunakan imkan-rukyat, namun secara resmi ternyata tidak secara terang2 an mengatakan menganut kriteria ini. Kriteria 2-3-8 sebagai kesepakatan MABIMS ternyata tidak dicantumkan. Juga Indonesia. Kriteria yang begitu bombastis dikampanyekan oleh ahli astronomi Indonesia sebagai kriteria yang paling saintifik dan canggih, bahkan dengan menghujat kiri-kanan, ternyata juga tidak terpakai. Kedua negara terakhir ini justru lebih suka mencantumkan menggunakan kriteria rukyatul hilal (RH). Mungkin kedua negara ini masih bertindak sangat hati2 mengantisipasi semakin canggihnya imaging technology yang semakin mengarah pada terbuktinya WH dan IQB seperti yang telah diperlihatkan oleh Legault di atas?
Ketiga. Islamic Society of North America (ISNA) dan khususnya the Fiqh Council of North America (FQNA) sejak 13 Agustus 2006 memutuskan menggunakan kriteria WH murni. Ini diputuskan setelah gagal melakukan riset empiris praktek RH selama 13 tahun sejak 1994. Memang, setelah menerima hujatan dari seluruh penjuru dunia, ISNA kemudian merubah referensi hitungannya bukan lagi di Amerika Utara, tapi Mekah. Sebuah keputusan politik yang cukup cantik untuk meredam hujatan ulama2 tradisional dunia. Maka Muslim di Amerika Utara (AS dan Kanada) memutuskan mengawali puasa pada 9 Juli 2013. Konsistensi ISNA dan FQNA terlihat dari kenyataan bahwa ketinggian hilal di Seattle (WA) dan Niagara Falls (NY) sebetulnya masih di bawah ufuk pada maghrib 8 Juli 2013 lalu. Ketinggian hilal di Seattle adalah -0.4o dan di Niagara Falls -0.2o. Sedangkan hilal di Mekah sudah di atas ufuk sebesar +0.2o. Anehnya, Saudi Arabia justru mengawali Ramadan pada 10 Juli 2013 karena hilal masih sangat rendah di negeri ini. Dengan keputusan Mahkamah Agung Saudi Arabia ini, maka awal Ramadan pada 9 Juli 2013 hasil perhitungan Umm al-Qura University yang menggunakan kriteria WH otomatis dianulir. Jelas, Saudi Arabia menggunakan kriteris RH dalam hal ini.
Keempat. Jordania dimana pusat riset moonsighting nya sangat kuat (salah satunya ditandai dengan proyek ICOP) dan para penelitinya yang cenderung pada IR juga ternyata justru mempraktekkan RH. Terbukti dengan statusnya yang follow Saudi.
Keputusan awal Ramadan yang silang-sengkarut di beberapa belahan dunia ini memang memperlihatkan kebingungan umat Islam dalam menetapkan kriteria awal bulan Qamariah yang akurat dan terpercaya. Namun demikian, tampak jelas bahwa kriteria imkan-rukyat (IR) ternyata adalah kriteria yang tidak laku. Penyebabnya tentu saja karena baik secara syar’i maupun saintifik, kriteria ini cacat. Secara syar’I sebetulnya yang ada tuntunannya hanya rukyatul hilal (RH) atau hisab. RH tentu saja adalah praktek Rasul karena mereka belum pandai menghitung seperti klaim Rasul sendiri. Sedangkan hisab adalah metoda bagi mereka yang sudah pandai menghitung sesuai dengan petunjuk Rasul (faqdurulahu). Tapi kriteria IR untuk melakukan hitungan agar hilal dalam kondisi yang dapat dilihat jelas merupakan kriteria gojag-gajeg yang malah menjadikannya sebagai scientific blunder. IR kelihatan canggih hanya karena dibungkus oleh jargon2 astronomi teoretis dengan mengabaikan common sense orang awam.
Dengan kemajuan imaging technology yang semakin canggih seperti diperlihatkan oleh Legault di atas, tampaknya pendulum kriteria awal bulan Islam sekarang ini mengarah ke kiri dimana Ijtimak Qablal Ghurub (IQG) akan menjadi tren yang mungkin paling pas di masa mendatang (lihat hasil keputusan di Turki dan Amerika Utara). Atau malah Wujudul Hilal Global (WHG)? Sementara itu, IR ada di sisi kanan yang semakin tidak laku.